BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 10 Mei 2011

42 Transaksi Malinda Terendus Hidung PPATK Tersebar di 11 Bank dan Dua Perusahaan Asuransi

RMOL. Aliran dana bekas Relationship Manager Citibank, Malinda Dee, terus ditelisik Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hasilnya, lembaga yang diketuai Yunus Husein itu menemukan 42 laporan transaksi mencurigakan tersebar di 11 bank dan dua perusahaan asuransi. Kini, PPATK menelusuri aliran dana lainnya.

Menurut Kepala PPATK Yunus Husein, pihaknya telah me­­lakukan audit khusus terha­dap berbagai transaksi yang di­duga terkait pembobolan dana na­sabah Citibank senilai Rp 16 miliar itu. “Ada 42 laporan yang men­curigakan. Jumlah itu tidak hanya dari satu bank, tapi 11 bank. Diantara 11 bank itu ada tiga bank milik negara dan dua per­usahaan asuransi,” katanya ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin.

Meski begitu, Yunus enggan me­­nyebutkan bank mana saja yang menjadi tempat aliran duit Ma­linda. Dia hanya memastikan bahwa PPATK terus menelusuri aliran dana wanita berusia 47 ta­hun tersebut. Pasalnya, kata dia, te­muan PPATK itu bukanlah akhir dari perkara tersebut. “Ka­mi masih mencoba menelusuri aliran dana lainnya, mungkin masih ada yang belum tersentuh,” ujarnya.

Ia menambahkan, transaksi yang ditelisik pihaknya tidak hanya milik Malinda. Melainkan, juga rekening yang menerima aliran dari Malinda. Menurut Yu­nus, temuan PPATK ini akan dila­porkan kepada Bareskrim Polri.

Yunus membantah dalam te­muan PPATK tersebut ada nama-na­ma pejabat yang terlibat aksi Malinda. “Ngomongin pejabat melulu. Tidak ada itu,” tam­pik­nya.

Terlepas dari perkara Malinda, Yunus mengakui banyak pegawai negeri, pejabat dan bekas pejabat yang menggunakan fasilitas perbankan untuk orang tajir alias private banking. PPATK melihat layanan tersebut sangat rentan terjadi praktek money laundering karena uang yang disimpan dalam jumlah besar.

PPATK, lanjutnya, meminta BI memperketat aturan dan penga­wasan private banking. PPATK juga akan lebih menaruh per­hatian yang besar terhadap ma­salah ini.

“Soalnya, simpanan me­reka tidak sesuai dengan pro­fil, sehingga seharusnya tra­nsak­sinya termasuk transaksi ke­uangan mencu­rigakan,” tandasnya.

Sementara itu, Deputi Gu­ber­nur BI Bidang Sistem Pem­ba­yar­an dan Peredaran Uang, Budi Ro­chadi mengaku, pihaknya te­lah menjatuhi Citibank tiga buah sanksi pada Jumat (6/5) lalu. Menurutnya, Citibank melaku­kan pelanggaran dalam kasus pengelolaan dana nasbah Citi­gold. Karena itu, sanksi pertama terhadap Citibank ialah dilarang menerima nasabah Citigold prioritas yang baru. “Selama satu tahun,” ujarnya.

Sanksi kedua, kata Budi, Citi­bank dilarang menerbitkan kartu kredit kepada nasabah baru selama dua tahun. Ketiga, lan­jut­nya, Citibank dilarang meng­gu­na­kan jasa penagih utang selama dua tahun. “Keputusan ini ber­laku sejak Jumat lalu,” ujarnya.

Selain memberikan sanksi, kata Budi, BI akan memberikan in­struksi kepada seluruh pengu­rus Citibank. Diantaranya, BI akan mengajukan uji kepatuhan dan kelayakan terhadap pejabat ek­se­kutif dan manajemen bank asal Amerika itu. BI juga me­minta Citibank memecat pegawai di bawah level pejabat eksekutif yang terlibat langsung kasus la­yanan nasabah prioritas dan kartu kredit.

 “Ada 20 orang dari Citi­bank yang diwajibkan mengikuti uji kepatuhan,” ucapnya.

Mendapat sanksi itu, Country Corporate Affairs Head Citibank Indonesia, Ditta Amahorseya menga­takan, pihaknya berko­mit­men untuk bekerjasama dengan Bank Indonesia atas sanksi itu. “Kami akan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk me­nin­daklanjuti hal-hal yang dianggap penting oleh BI,” katanya.

Ditta mengatakan, Citibank berkomitmen untuk bekerjasama sepenuhnya dengan BI dan bakal menjalankan sanksi tersebut. Me­nurutnya, saat ini Citibank te­lah memperkuat proses pena­gihan dengan melakukan perekrutan karyawan penagihan internal. “Kami terus mengim­ple­men­tasikan segala tindakan perbaikan yang diperlukan dengan ber­kon­sultasi pada regulator kami, yaitu BI,” tandasnya.

Sedangkan Kepala Bagian Pe­ne­rangan Umum Mabes Polri, Kom­bes Boy Rafli Amar men­ga­ta­kan, pihaknya masih berupaya me­rampungkan berkas perkara para tersangka untuk kemudian di­serahkan ke kejaksaan. Me­nu­rut­nya, berkas perkara Malinda akan selesai dalam beberapa hari ke depan. “Sebentar lagi selesai. Ka­mi masih mencoba meram­pung­kannya,” katanya.

Bukan Tak Mungkin Bisa Nyerempet Kasus Korupsi
Boyamin Saiman, Koordinator LSM MAKI

Temuan PPATK mengenai 42 transaksi mencurigakan ter­kait kasus pembobolan dana na­sabah Citibank perlu dise­lesai­kan secara cepat. Jika lambat, duit nasabah yang diduga dibo­bol Malinda Dee itu, hanya se­dikit yang bisa diselamatkan. Bah­kan, bukan tidak mungkin dana yang diselamatkan itu terkait kasus korupsi.

Kalau perlu, jika teriden­ti­fikasi ada tindak pidana ko­rup­si, PPATK langsung menye­rah­kan data tersebut ke KPK. Soal­nya, berdasarkan Undang-Un­dang Pencucian Uang yang baru, PPATK sekarang telah me­­miliki wewenang men­ye­rah­kan data ke KPK. Bukan hanya ke­pada kejaksaan dan ke­po­lisian. Demikian pendapat Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MA­KI) Boyamin Saiman.

Apalagi, menurut Boyamin, tingkat kepercayaan masya­ra­kat kepada KPK lebih tinggi ketimbang pada kepolisian dan kejaksaan. “Saya melihatnya be­gitu. Apalagi kalau me­nyang­kut perkara korupsi dalam jumlah besar, langsung saja la­por­kan ke KPK biar pena­ngan­nya cepat,” ujarnya.

Dia pun melontarkan harapan agar temuan PPATK tersebut akan menertibkan kinerja bank-bank yang ada di Indonesia. Ten­tu, katanya, yang paling ber­wenang mengawasi dan mener­tibkan lembaga perbankan adalah Bank Indonesia (BI).

Boyamin menegaskan, data yang dilansir PPATK mesti di­tindaklanjuti oleh aparat pe­ne­gak hukum. Apalagi, sejauh ini KPK tidak punya wewenang penyelidikan dan penyidikan.

Sehingga, data dari PPATK jangan sekadar diterima lalu disimpan rapat-rapat.

Sebaliknya, dia meminta PPATK cepat melaporkan te­mu­an mereka kepada ke­po­li­sian, kejaksaan dan KPK.

PPATK Masih Malu-malu
Rindhoko Wahono, Anggota Komisi III DPR

Terkuaknya 42 transaksi men­curigakan di 11 bank oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyeret nama Malinda Dee, hendaknya dilakukan jauh-jauh hari sebelum perkara bobolnya dana nasabah itu naik ke permukaan. Pasalnya, PPATK merupakan lembaga yang mengetahui secara persis aliran mencurigakan pada re­kening Malinda.

Hal itu dikemukakan anggota Komisi III DPR Rindhoko Wahono. Menurutnya, keja­hat­an perbankan mempunyai dam­pak buruk yang sangat besar ba­gi laju perekonomian di Tanah Air. Karena itu, dia berharap PP­ATK segera melaporkan ke­pada lembaga penegak hukum apabila menemukan transaksi men­curigakan di suatu re­kening.

“Masalahnya, PPATK tidak lang­sung melaporkannya ke aparat penegak hukum. Mereka itu­ menunggu dulu aparat hu­kum untuk berkoordinasi. Pa­da­hal, saya yakin mereka tahu bah­wa rekening Malinda ini ber­masalah dan banyak tran­saksi mencurigakan di dalam­nya,” katanya.

Tak hanya perkara Malinda, Rindhoko menduga PPATK tahu persis perihal aliran uang per­kara rekening gendut Polri, Bank Century dan perkara BLBI. Tetapi, katanya, lembaga yang dikomandoi oleh Yunus Husein itu terkesan malu-malu untuk mengungkapkannya ke masyarakat.

“Terakhir, sekitar satu tahun lalu. Kami di Komisi III meng­kritik habis-habisan PPATK. Bukannya kami merasa paling benar, tapi sudah seharusnya mereka berani mengung­kap­kannya terlebih dahulu kepada pub­lik. Jangan selalu meng­an­dalkan  Polri, Kejaksaan Agung dan KPK,” ucapnya.

Politisi Gerindra ini berharap, PPATK menjadi lembaga yang berani mengungkapkan adanya transaksi yang mencurigakan di suatu rekening. Sebab, setiap lem­baga perbankan di Indo­ne­sia pasti mengirimkan print out setiap transaksi keuangan para nasabahnya ke PPATK.

“Nah, dari sana saja sudah bisa keta­hu­an adanya pelang­garan. Iba­rat­nya, PPATK ini kotak Pan­dora yang menyim­pan banyak rahasia besar. Lem­b­aga yang paling dahulu tahu jika ada tran­saksi keuangan men­curigakan,” ujarnya.   [RM]

Tidak ada komentar: