BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 03 Mei 2011

AM Hendropriyono: Sekarang Al Zaytun Ditumpangi NII Bisa Terjadi

M. Rizal - detikNews

Jakarta - Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Abdullah Makhmud Hendropriyono membantah telah membiarkan keberadaan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) khususnya NII Komandemen Wilayah (KW) IX yang diyakini saat ini dipimpin oleh pengasuh Pondok Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang.

"Itu namanya fitnah, dan orang yang membuat fitnah itu orang bodoh. Karena orang melemparkan sesuatu kesimpulan harus berdasarkan analisa yang tajam. Analisa yang tajam itu berdasarkan fakta yang akurat. Fakta tidak akurat, tidak benar kalau hanya lihat dan nonton rekaman, baca tulisan di media saja,"  kata Hendropriyono kepada detikcom.

Hendropriyono pun menegaskan, Ponpes Al Zaytun sudah dinyatakan clear dan bukan bagian dari NII melalui sebuah penyelidikan yang dilakukan Tim Investigasi Al Zaytun yang dibentuk Presiden Megawati Soekarnoputri. Bahkan kedekatannya dengan Panji Gumilang dan sering berkunjung ke Al Zaytun, karena merupakan tugas serta mewakili presiden.

Bila sekarang NII diidentikkan dengan gerakan cuci otak,menurut Hendro, itu merupakan modus baru. Selama ini menurut Hendro, NII hanya melakukan penggalangan dana lewat infak dan iuran anggota.

Menurut Hendro, NII sejak DI/TII sudah pecah. Yang satu jadi sempalan Jamaah Islamiyah dan satunya lagi bergerak lewat pendidikan. Sejak zaman Pak Harto, Al Zaytun, kebanyakan hanya menggalang sumbangan-sumbangan.

"Kita belum menemukan soal cuci otak dan sebagainya. Kalau itu terjadi sebenarnya ini ranah kejahatan kriminal, penipuan dsb. Kemungkinannya sekarang Al Zaytun ditumpangi oleh jaringan NII itu bisa terjadi. Ini yang harus diselidiki lagi," kata Hendro.

Berikut petikan wawancara detikcom dengan AM Hedropriyono:

Bagaimana tanggapan anda soal kabar Negara Islam Indonesia (NII) Komandemen Wilayah IX memiliki kaitan dengan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun?

Saya kira, di negeri demokrasi seperti yang kita anut sekarang ini, tidak fair bila ada pembentukan opini tanpa fakta. Kita bisa terjerembab dalam metode tuduh-menuduh, fitnah-memfitnah.

Ini, tentu saja bukan berarti saya menolak bahwa Al Zaytun seperti di tempat lain, di sekolah lain, di instansi lain, bisa saja kesusupan. Tapi yang jelas, yang saya tahu ketika menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), tidak ada atau belum ada tanda-tanda bahwa Al Zaytun melakukan gerakan atau kegiatan yang begitu rendah.

Kalau kita lihat fakta di lapangan, Al Zaytun itu merupakan suatu pusat pendidikan Islam yang berwacana kebangsaan. Dan saya melihat, kebesaran dan nilai secara uang itu sangat luar biasa, dan kotanya seperti kota Subang. Apa bisa uang sebegitu banyak dikumpulkan dari hasil cuci otak orang-orang miskin, orang susah, ya rata kita bisa hitung orang yang bisa bayar mahal. Tapi mau berapa ratus tahun mau mengumpulkan uang sebanyak itu? Itu kalau analisa awam.

Kalaupun ada kegiatan-kegiatan sampingan dari gerakan yang aneh-aneh ini NII, yang diproyeksikan atau dituduhkan kepada seseorang atau badan atau lembaga Islam. Saya sebagai orang Islam merasa sakit hati. Tidak bisa begitu, jangan saling tuduh-menuduh di antara sesama umat Islam, karena kalau tidak itu namanya fitnah. Oleh karena itu menurut saya, kita harus melihatnya fair saja.

NII KW 9 kini diduga sering melakukan gerakan cuci otak. Panji Gumilang disebut sebagai pemimpin NII KW 9. Bagaimana tanggapan anda?

Kita melihat sejak berdirinya Ponpes Al Zaytun, hampir semua presiden datang ke sana. Pertama Presiden Soeharto, itu sudah berapa kali datang ke situ. Lalu Presiden Habibie yang notabene adalah Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) saat itu, juga datang ke situ. Hanya Presiden Megawati Soekarnoputri yang mewakilkan kepada saya untuk datang ke sana. Apa perlunya datang ke sana? Yaitu untuk meletakan batu pertama pembangunan Gedung Pembelajaran Soekarno, itu kedatangan saya waktu itu.

Saya juga melihat di sana ada beberapa gedung pembelajaran lainnya, seperti Gedung Pembelajaran Jenderal Soedirman, Gedung Pembelajaran Jenderal Besar Soeharto, Gedung Pembelajaran Mohammad Hatta, yang meletakan batu pertama dilakukan putra Bung Hatta sendiri.

Dari situ saya mengambil kesimpulan adanya nuansa kebangsaan di sana. Belum lagi di sana terdapat board atau papan tulisan yang isinya berbau nasionalisme. Juga para santrinya sudah diselidiki oleh suatu Tim Investigasi yang dilakukan pemerintahan Presiden Megawati. Saya kira tanya kepada Menteri Agama Said Agil Almunawar atau kepada Kapolri Da’I Bachtiar, mungkin mereka masih ingat semua bahwa kita tidak menemukan kesesatan atau kesalahan kurikulum pada saat itu.

Sejak zaman Pak Harto, Al Zaytun, kebanyakan hanya menggalang sumbangan-sumbangan. Kita belum menemukan soal cuci otak dan sebagainya. Kalau itu terjadi sebenarnya ini ranah kejahatan kriminal, penipuan dsb. Kemungkinannya sekarang Al Zaytun ditumpangi oleh jaringan NII itu bisa terjadi. Ini yang harus diselidiki lagi.

Kalau itu terjadi sebenarnya ini ranah kejahatan kriminal, penipuan dsb. Kemungkinannya sekarang Al Zaytun ditumpangi oleh jaringan NII itu bisa terjadi. Ini yang harus diselidiki lagi. Kalau dulu saya belum menemukan sampai praktek cuci otak, nipu dan kriminal dan lain-lain.


Soal tudingan bahwa Panji Gumilang pimpinan Ponpes Al Zaytun itu sebenarnya tokoh pemimpin NII KW 9 yang bernama Abu Toto?

Ya itu silakan tanyakan sendiri ke dia. Saya tidak mau berbicara di luar kompetensi saya. Kalau dulu saya masih Kepala BIN, saya bisa jawab, sekarang saya seorang pengamat. Tapi begini, buat saya sendiri dan pernah saya sampaikan ke publik, kita lebih baik mempunyai bekas bajingan, bekas penjahat daripada bekas ustadz. Kalau bekas ustadz buat apa kita temanin, itu orang murtad. Tapi kalau kita temanin bekas bandit, tapi sekarang sudah jadi orang sadar dan baik. Kan itu sudah ada contohnya Umar bin Khatab.

Bagaimana dengan kecurigaan kedekatan anda dengan Panji Gumilang, sehingga ada kesan anda melindungi Al Zaytun dan Panji Gumilang sendiri?

Itu namanya fitnah, dan orang yang membuat fitnah itu orang bodoh. Karena orang melemparkan sesuatu kesimpulan harus berdasarkan analisa yang tajam. Analisa yang tajam itu berdasarkan fakta yang akurat. Fakta tidak akurat, tidak benar kalau hanya lihat dan nonton rekaman, baca tulisan di media saja, lalu ngomong itu ngga bener dan bodoh.

Begini, seperti yang saya katakan tadi. Saya datang ke sana mewakili Presiden Megawati Soekarnoputri. Ini sama dengan anaknya Bung Hatta mewakili Bung Hatta, anaknya Pak Harto mewakili Soeharto dalam meletakan batu pertama. Dan saya melihat tudingan itu tidak berdasar, karena waktu itu kita punya tim di Kabinet Megawati  untuk menyelidiki Ponpes Al Zaytun. Pada waktu itu kita tidak menemukan apa-apa yang berbahaya, malahan kita bersyukur kita memiliki Islamic Village yang begitu membanggakan. Kita tidak menemukan adanya hubungan antara gerakan NII yang disebut melakukan pencucian otak dan Al Zaytun.

Namun seperti yang saya katakan tadi, tidak ada satupun institusi atau orang yang kebal terhadap penyusupan. Tidak mungkin rumah dipagerin setinggi atap rumah, tikus tidak masuk, itu tidak mungkin. Pasti itu bisa saja masuk. Itu kita tidak tahu sekarang, dan itu harus ditanyakan kepada aparat intelijen yang sekarang bertanggungjawab.

Jadi silakan dilihat saja kenyataannya itu. Di sana santri menggunakan bahasa Arab dan Inggris selain pelajaran bahasa Indonesia. Ya kalau itu NII, nggak mungkin pakai bahasa Inggris. Jadi saya beranjak berdasarkan yang saya lihat dan dengar saja.

Kalau soal saya datang ke pernikahan anaknya Panji Gumilang. Namanya manusia kan berinteraksi sosial dengan siapa saja. Lagian kan ada saksinya, ada pejabat-pejabat dan tokoh lainnya yang lain datang, tapi kenapa semua jadi ngomongnya menunjuk saya semua. Karena lagi-lagi kebodohan dibungkus oleh kepetingan untuk memfitnah dan menuduh orang, menuduh intel.

Seperti Al Chaidar bilang ini kerjaan intel, intel darimana? Kok dia bisa tahu? Bodoh amat intel kita, intel kita tidak sebodoh intel Amerika Serikat lah. Lagian ngapain cape-cape intelijen membagun itu, itu kan mahal banget. Pemerintah saja belum kuat mendanai atau membayar intelijen kita, apalagi membangun pesantren seluas kota Subang itu.
 

Tidak ada komentar: