BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 20 Mei 2011

Grace, Sosok di Balik Puluhan Hektar Hamparan Sawah Bali

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Pernah melihat hamparan sawah menghijau Bali di kartu pos? Sebagian mengenal foto tersebut berasal dari Ubud, sebagian lagi mengenalnya dari Jatiluwih. Namun sedikit yang mengenal sosok di balik kelestarian padi yang di tanam secara tradisional ini. Di balik hamparan sawah itu ada Grace M Tarjoto.

Bagi kaum petani di Desa Jatiluwih, Penebel, Tabanan, Grace memberikan perubahan besar, khususnya bagi petani beras merah di Banjar Gunung Sari ini. Kini, beras merah organik Jatiluwih sudah dikenal di mancanegara seperti Filipina, Finlandia, Singapura, Dubai, dan Amerika Serikat. Berkat perjuangan Grace, beras merah Jatiluwih go international.

"Kalau pakai pestisida maka akan merusak alam. Kalau Jatiluwih alamnya rusak seperti airnya tidak bersih lagi akan berefek terhadap Nusa Dua. Karena seluruh hotel di Nusa Dua menggunakan air dari sini," kata sarjana kimia ini saat berbincang dengan detikcom di tengah-tengah sawah miliknya.

Ditemani nasi goreng merah dan teh beras merah, Grace memulai cerita mengapa dia bersama kelompok petaninya menanam padi beras merah organik di atas lahan seluas 103 hektar ini. "Saya ingin para petani di Desa Jatiluwih tahu bahwa mereka sebenarnya memiliki sumber pendapatan yang cukup menjanjikan dari beras merah yang mereka hasilkan. Alam yang subur di Desa Jatiluwih merupakan modal besar bagi petani. Inilah yang perlu mereka pahami," jelasnya.

Di bawah hawa sejuk pegunungan, dia menjelaskan kepada detikcom bahwa tak ada jalan lain kecuali dengan menjadi petani dengan memberikan pemahaman cara memproduksi beras merah yang baik dan benar kepada petani Jatiluwih.

"Menanam padi hingga panen, memproses (menggiling, dll), mengemas hingga memasarkan, dilakukan bersama-sama para petani. Cara ini terbukti efektif. Petani sekarang sudah lebih paham," ujar Grace yang bersuami ahli mesin industri ini.

Grace memang serius menekuni profesinya sebagai wanita petani. Meski banyak para sahabat dan keluarga menyangsikan keseriusannya menjadi petani, namun perempuan berusia 53 tahun ini tetap kukuh menjalani hidup sebagai wanita petani beras merah Jatiluwih.

Menurut Grace, petani di Indonesia masih terpinggirkan, belum mendapat fasilitas atau kemudahan dari pemerintah seperti halnya petani di negara-negara lain, seperti Malaysia atau Filipina yang pemerintahnya sangat proaktif. Petani diberikan hak guna pakai lahan yang disediakan pemerintah.

"Di Indonesia, petani menanam padi di lahannya sendiri yang tak seberapa luasnya hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, itu pun terkadang tak cukup," tutur Grace.

Atas usahanya, apresiasi datang dari kalangan pejabat tinggi, orang-orang terkenal dalam dan luar negeri. Bahkan tak sedikit yang datang ke Desa Jatiluwih melihat langsung produksi beras merah yang layak dikonsumsi dan sudah diteliti IRRI (International Rice Research Institute) ini.

Bukti kepeduliannya terhadap petani, Grace tak hanya membeli beras milik petani di atas HPP (Harga Pembelian Pemerintah) tetapi juga mendirikan usaha penyosohan (penggilingan) beras. Adanya usaha ini, diharapkan bisa memberikan kontribusi positif kepada petani sehingga keberadaan beras merah Jatiluwih bisa tetap dipertahankan dan dilestarikan.

"Padi yang ada di Jatiluwih ternyata padi lokal jenis langka yang harus dilestarikan, sementara beras merahnya yang dikenal dengan nama beras dewa atau beras cendana ini mampu bersaing dengan beras merah dari Australia dan India karena teksturnya padat dan memiliki aroma harum. Selain itu, kandungan gizi, mineral serta vitaminnya lebih lengkap daripada beras merah dari negara lain. Khasiatnya bagi kesehatan pun sudah nyata. Beras merah mampu menetralkan tekanan darah, menurunkan kolesterol, obat diabetes serta dipercaya bisa mengobati kanker," papar Grace sambil memperlihatkan idenya dalam sebuah laptop.

Beras merah produksi Grace, tak sebatas berbentuk beras (fragrant red rice) tetapi juga berbentuk olahan seperti kopi (red rice coffee) dan teh (red rice tea) yang direspons sangat baik oleh masyarakat dunia. Bahkan mantan Presiden Filipina Fidel Ramos pun, dibuat kepincut dan fanatik mengonsumsi produk-produk CV Jatiluwih milik perempuan yang aktif di berbagai organisasi sosial ini.

Kini, atas usaha Grace, Jatiluwih tidak hanya dikenal sebagai lahan pertanian, sawah ini pun kini menjadi ikon pariwisata. Ratusan turis manca negara mendatangi Jatiluwih, 2 jam dari Denpasar hanya untuk sekedar melihat hamparan sawah atau bermain sepeda di jalanan. Sebagian lagi asik berfoto-foto atau menghabiskan waktu berlama-lama di puluhan tempat makan tradisional sambil merasakan sejuknya hawa pegunungan.

"Sebaiknya datang sebelum pukul 15.00 WIB, agar tidak tertutup kabut," ucap Grace memberikan tips bagi yang ingin berwisata.
 

Tidak ada komentar: