BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 10 Mei 2011

Jumlah Uang Suap Dunia: Rp8.900 Triliun

"Tiga persen dari ekonomi dunia digunakan untuk suap"

VIVAnews - Praktik suap tak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di mancanegara. Menurut data Bank Dunia, uang suap dari transaksi ekonomi global kini berjumlah US$1 miliar atau setara Rp8.900 triliun. Jumlah itu sekitar empat kali lipat dari APBN Indonesia, yaitu sebesar Rp2.209 triliun.

"Tiga persen dari ekonomi dunia digunakan untuk suap. Penyuapan lazim dilakukan dalam upaya penggelapan pajak. Tindakan tak terpuji itu juga marak di sektor investasi, khususnya investasi asing,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyitir data yang dirilis Bank Dunia, saat membuka "International Confrence Combating Foreign Bribery in International Business Transactions," di Nusa Dua, Bali, Selasa 10 Mei 2011.

Ia mengatakan, ada sekitar 150 perusahaan dan individu di lebih dari 10 negara telah didakwa dengan tuduhan penyuapan dan telah dihukum. Kendati begitu, upaya itu belum cukup untuk memerangi praktik haram tersebut. Sebab, suap dan korupsi telah menggerogoti perekonomian bangsa, yang pada tingkat paling dasar menimbulkan biaya dalam bentuk mark-up yang tidak perlu dalam setiap proyek.
“Memerangi korupsi telah menjadi landasan kebijakan yang diambil Indonesia. Banyak perusahaan memberikan ‘biaya tambahan’ dalam praktik bisnis mereka," kata Yudhoyono.

Menurut dia dengan menutup mata terhadap suap, sama dengan merampas dan mengorbankan kualitas hidup diri sendiri, "orang tua, dan anak-anak serta cucu kita,” lanjut Presiden.

Dikatakan, praktik korupsi dan suap menyebabkan terjadinya penurunan kepercayaan terhadap kewibawaan pemerintah. Ketidakpercayaan ini pada akhirnya dapat berubah menjadi ketidakpuasan politik. Ketidakpuasan politik sendiri menimbulkan ketidakstabilan politik, yang pada akhirnya membuat rapuh landasan ekonomi bangsa.

Presiden melanjutkan, meski sudah diperangi sedemikian rupa, namun faktanya korupsi sistemik terus merajalela di negara-negara berkembang, dengan mekanisme mengambil keuntungan dari jaringan keuangan global. Koruptor dan pelaku suap memanfaatkan jejaring keuangan interansional untuk memuluskan ‘perampokan’ uang negara tersebut.

“Indonesia saat ini sedang fokus memerangi korupsi dan suap. Saya ingin perlahan tapi tegas, serangan korupsi dapat diberantas, sehingga tidak bisa lagi meracuni dan berakar-urat di masyarakat kita,” ujarnya.

Salah satu pelajaran penting yang dilakukan Indonesia adalah melakukannya dengan perlahan tetapi sistematik. Perjuangan menuntaskan korupsi butuh dukungan semua pihak.
“Upaya tersebut harus holistik. Kita harus menggali lebih dalam mulai dari akar rumput, bekerja untuk melibatkan semua pemangku kepentingan di semua tingkat, dan memastikan bahwa semua pihak juga terlibat dalam memerangi korupsi,” kata Yudhoyono.

Upaya sistemik, sambung SBY, bermakna memelihara integritas sistem mulai dari tingkat paling bawah yang memungkinkan untuk memerangi tumbuh suburnya mark-up dan ketiadaan transparansi. Tak hanya itu, Presiden juga mengatakan tak kalah pentingnya adalah melakukan reformasi birokrasi dan memastikan kesejahteraan mereka.
"Jika sudah begitu, mereka tidak akan mencari penghasilan dari luar gaji mereka. Upaya sistemik berarti membangun kontrol pengawasan instituti-onal dan Ombudsman independen, yang dapat spot transaksi tidak teratur dan bertindak terhadap mereka tanpa tekanan politik,” kata Yudhoyono.

Tidak ada komentar: