BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 09 Mei 2011

Korupsi Belum Reda, KPK Perlu Diperkuat

INILAH.COM, Jakarta - Pemerintah dan DPR perlu memperkuat rumusan tentang independensi KPK. Korupsi yang makin menjadi-jadi di Indonesia, membuktikan KPK sebagai mesin perang melawan korupsi harus ditingkatkan efektifitasnya.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya Bambang Soesatyo mengatakan, rakyat telah menyaksikan gelombang korupsi sistemis yang melanda birokrasi pemerintah, lembaga legislatif, lembaga peradilan, serta institusi penegak hukum.

"Sikap politik rakyat sudah final,korupsi harus diperangi, pelakunya diganjar hukuman seberat-beratnya, dan tidak boleh ada kompromi atau toleransi. Untuk itu dibutuhkan KPK yang kuat dan independen, serta UU Tipikor yang tegas dan lugas," cetus Bambang melalui siaran pers yang diterima INILAH.COM, Minggu (8/5/2011).

Lebih lanjut Bambang mengatakan, perlu dipikirkan kembali mekanisme penjaringan calon pimpinan KPK, agar KPK independen dan leluasa bergerak.

"Bagaimana mungkin Figur-figur calon pimpinan KPK yang direkomendasi oleh pemerintahan, yang memiliki persoalan besar terhadap kasus skandal Century dan kasus lainnya, serta menyalani uji kelayakan dan kepatutan oleh lembaga legislatif yang dikuasai oleh kekuatan kartel politik tertentu (Setgab Koalisi) KPK dapat bekerja indpenden?" tukasnya.

Karena itu, lanjut Bambang, mekanisme pemilihan pimpinan KPK sebaiknya dikaji lagi. Sudah terbukti bahwa para pemimpin KPK yang direkomendasi pemerintah bermasalah dan disetujui DPR yang dikuasai kartel politik tertentu menjadi kurang greget.

Dalam Revisi Undang-undang (UU) tentang KPK dan Revisi UU tentang Tipikor, muncul kecenderungan yang aneh tapi tidak popular. Draft revisi UU No.No.30/2002 tentang KPK melahirkan tuduhan bahwa DPR ingin memperlemah peran KPK hanya karena revisi itu atas inisiatif DPR.

"Sebaliknya, draft revisi UU Tipikor justru memojokan pemerintah karena didominasi oleh pasal-pasal yang kompromistis dan toleran terhadap koruptor," ucapnya.

Akibatnya, publik berkesimpulan bahwa dalam agenda perang melawan korupsi, pemerintah dan DPR mempunyai kepentingan yang berbeda. [lal]

Tidak ada komentar: