BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 03 Mei 2011

KPK Didesak Bongkar Mafia Hukum di DPR

 Jpnn
JAKARTA - Pernyataan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Ruhut Sitompoel tentang adanya mafia hukum di DPR diyakini bukan sekedar pepesan kosong. Ruhut pun diminta serius jika memang hendak membongkar praktik mafia hukum di Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum. Namun demikian, sebaiknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga pro-aktif mengusutnya.

Hal itu dilontarkan pengamat politik Universitas Indonesia, Iberamsjah saat dihubungi wartawan di gedung DPR RI, Senin (1/5). Iberamsjah meyakini Ruhut tak sekedar cuap-cuap tentang praktik mafia hukum di DPR. Karenanya, Iberamsjah menganggap sudah semestinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk menelusuri praktik mafia hukum di Komisi yang juga menjadi partner kerja KPK itu.

"KPK ceroboh jika tidak melihat permainan para mafia itu. Masyarakat saja bisa melihat kok karena praktiknya kasatmata dan terang-terangan," ujarnya.

KPK, sebutnya, sebenarnya tidak akan kesulitan menelusuri praktik mafia hukum termasuk dalam hal transaksi perkara. Pasalnya, KPK bisa melakukan penyadapan untuk mengendus transaksi perkara yang diyakini bisa bernilai miliaran rupiah.

"KPK kan bisa menyelidikinya dengan melakukan penyadapan. Kalau ada bukti, tindak dan tangkap saja mereka. KPK pasti tidak akan menemui kesulitan untuk bisa membuktikan hal itu. Soal nilai miliaran rupiah itu saya rasa tidak sulit melacaknya,” cetusnya.

Iberamsjah mengakui, salah satu yang banyak disorot tentang kemungkinan adanya mafia hukum adalah kasus Sistem Administrasi Badan Humum (Sisminbakum) dan sengketa kepemilikan TPI antara Siti Hardiyanti Rukmana dengan Hary Tanoesoedibjo. "Kita bisa membacanya di media kok bagaimana kegigihan mereka-mereka yang membela pihak tertentu dengan alasan-alasan tertentu. Tapi saya sama sekali tidak pernah membaca pembelaan mereka terhadap rakyat,” ucapnya.

Iberamsjah pun tak menampik anggapan bahwa kehadiran pengusaha yang bermasalah dalam rapat-rapat di DPR akan selalu disambut antusias para politisi di Senayan. Sementara jika masyarakat kelas bawah yang datang, para politisi di Senayan justru berbondong-bondong kabur dari rapat.

“Masyarakat tidak bodoh untuk tahu kalau DPR menerima pengaduan itu hanya dari kalangan orang berduit dan tentu saja ada setoran dibalik itu semua. Mana mau mereka menerima aduan masyarakat kecil, karena tida ada duitnya. Saya sendiri bingung kok KPK diam saja, padahal sudah sangat terang benderang,” ketusnya.(jpnn)

Tidak ada komentar: