Ramadhian Fadillah - detikNews
Jakarta - Undang-undang intelijen berpotensi memberi kekuasaan tak terbatas bagi intelijen TNI, Polri dan Kejaksaan untuk bertindak. Lewat UU ini, aparat keamanan diduga ingin kembali mengatur segi-segi kehidupan masyarakat. Persis seperti zaman orde baru dulu.
"Ini seolah-olah intelijen sapu jagat. Mulai dari menginteli, menyadap, hingga menangkap," ujar pengamat intelijen Mufti Makarim saat dihubungi detikcom, Minggu (10/5/2011).
Mufti menilai peran TNI kini dibatasi dengan UU No 34 tahun 2004 tentang TNI. Setelah reformasi, TNI sudah digiring kembali ke barak, dihapus peran sospol dan ekonominya. Kini UU intelijen memberi peluang TNI kembali seperti dulu.
"TNI di setiap lapisan itu punya intel. Di Kodim ada, di batalyon ada, di Kodam ada sampai di Mabes ada. Nanti bisa orang ditangkap di Kodim. Lalu saat ditanya kok TNI bisa tangkap orang? Dijawab, itu bukan TNI yang tangkap, tapi merupakan operasi intelijen. Nanti bisa seperti itu," kritik Mufti.
Mufti menekankan pentingnya pengawasan jika RUU ini disahkan menjadi undang-undang. Sepak terjang operasi intelijen ini harus diawasi semua pihak. Mulai dari eksekutif, yudikatif, legislatif, hingga Komnas HAM dan civil society.
"Termasuk soal wartawan dan informasi. Nantinya bukan akan berhadapan dengan Mabes Polri tetapi dengan intelijen jika ada tulisan yang dianggap melanggar," terangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar