BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 11 Mei 2011

Pasal yang Mengatur Pengampunan Bagi Korupsi Rp 25 Juta Dihapus

Rachmadin Ismail - detikNews

Jakarta - Kalangan penggiat antikorupsi ramai-ramai mengecam adanya pasal yang mengatur pembebasan bagi pejabat negara yang korupsi sebesar Rp 25 juta di draf revisi UU Tipikor. Kecaman itu didengar dan kini pasal tersebut sudah dihapus.

"Ada pasal korupsi Rp 25 juta ke bawah itu diampuni, itu kita hapuskan," kata salah seorang anggota tim perumus revisi UU Tipikor, Romli Atmasasmita.

Hal tersebut dia sampaikan saat ditemui dalam acara Konferensi Pemberantasan Praktik Penyuapan Pejabat Asing dalam Transaksi Bisnis Internasional di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Rabu (11/5/2011).

Menurut pengajar hukum internasional Unpad ini, uang suap Rp 25 juta ke bawah biasa terjadi di level pelayanan publik. Dia tak bisa membayangkan, jika praktik itu diampuni maka dana yang masuk bisa mencapai miliaran.

"Bukan soal kecil besar uangnya. Tapi yang penting itu bagaimana membangun moralitas daripada pejabat publik," urainya.

Jadi itu sudah dibuang?

"Jelas dibuang dong," tambahnya lagi.

Romli yang baru bebas dari kasus Sisminbakum ini menambahkan, beberapa pasal lain yang sempat menuai kecaman juga akan diperbaiki. Namun, dia mengaku butuh waktu sebab beberapa masalah ada yang cukup kompleks.

"Kita belum sampai kesepakatan internasional. Nanti habis dari sini kita bahas lagi. Belum sampai juga pada ancaman, belum. Ancaman minimum khusus, itu juga belum," paparnya lagi.

Sebelumnya, para aktivis antikorupsi mengecam beberapa pasal di dalam draf revisi UU Tipikor. Salah satunya adalah korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp 25 juta bisa dilepas dari penuntutan hukum (pasal 52). Meskipun dalam klausul tersebut disebutkan pelepasan dari penuntutan hanya dilakukan setelah uang dikembalikan dan pelaku mengaku bersalah, hal ini tetap saja dapat dinilai sebagai bentuk sikap 'kompromi' terhadap koruptor. Apalagi korupsi tidak bisa dinilai hanya dari nilai uang, melainkan harus dilihat dari unsur jahat dan busuknya perbuatan.

Selain itu, ada persoalan lain seperti hilangnya ancaman hukuman mati, hilangnya pasal 2 tentang "kerugian keuangan" negara yang sebelumnya banyak digunakan penegak hukum untuk menjerat koruptor. Lalu, hilangnya "ancaman hukuman minimal" di sejumlah pasal dan lainnya.
 

Tidak ada komentar: