Jakarta (ANTARA News) - Perdana Menteri Kerajaan Thailand Abhisit Vejjajiva membantah jika mekanisme bilateral guna menyelesaikan sengketa perbatasan di sekitar kuil kuno Preah Vihear dengan Pemerintah Kamboja tidak berjalan.

Dalam tanggapannya untuk menanggapi pidato Perdana Menteri Kamboja Hun Sen dalam sesi utama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-18 Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Balai Sidang Jakarta, Sabtu, PM Abhisit menegaskan bahwa Pemerintah Thailand tidak memiliki keinginan untuk berkonflik.

"Tidak benar jika proses bilateral tidak bekerja. Saya juga sangat frustrasi, sebagaimana PM Hun Sen, terkait persyaratan hukum internal namun faktanya adalah Komisi Bersama Perbatasan Darat Thailand-Kamboja (JBC) terus berfungsi," kata PM Abhisit dalam naskah tertulis tanggapannya.

Menurut PM Abhisit, isu hukum telah terselesaikan. "Mahkamah Konstitusi Thailand telah mengeluarkan agred minute tentang pertemuan terdahulu mengenai JBC sehingga tidak perlud diteruskan ke Parlemen Thailand. Jadi kami siap untuk melanjutkan kembali JBC," katanya.

Ia menjelaskan bahwa sebelum bentrokan terbuka pada Febuari 2011, Menlu Thailand Kasit Piromya berada di Kamboja. Namun segera setelah tembakan pertama terjadi, Kamboja membawa masalah itu ke Dewan Keamanan PBB.

"Namun, mekanisme bilateral masih berjalan. Pada April 2011, JBC bertemu di Bogor. Saya harap mitra kami di ASEAN menyadari jika pintu untuk menyelesaikan masalah ini secara bilateral masih terbuka," katanya.

Ia juga mengaku bahwa undangan telah dikirimkan kepada Pemerintah kamboja terkait dengan pertemuan JBC, Komite Perbatasan Kawasan (RBC) dan Komite Perbatasan Umum (GBC).

"Kami menanti Pemerintah Kamboja untuk menerima undangan itu," katanya.

Pada kesempatan itu PM Thailand juga mengatakan bahwa Thailand hingga saat ini terus melanjutkan kerja sama bantuan pembangunan bagi Kamboja. "Kami percaya jika kemakmuran Kamboja terkait dengan kemakmuran kami."

Ia juga menyebut keputusan-keputusan yang diambil Pemerintah Kamboja merupakan upaya jelas Kamboja untuk membawa isu sengketa perbatasan itu ke tingkat internasional.

Sebelumnya PM Hun Sen mengatakan bahwa Kamboja adalah negara kecil dan miskin yang baru bangkit dari perang sehingga prioritas utamanya adalah menghapuskan kelaparan dan mengurangi kemiskinan dalam upaya mencapai kemajuan dan kesejahteraan dengan hidup berdampingan dengan negara-negara tetangganya di kawasan secara harmoni.

"Kamboja menilai perluasan kerjasama dengan negara-negara di tetangganya dan integrasi dengan (organisasi) kawasan sebagai peluang besar untuk pembangunan," katanya.

Terkait dengan sengketa perbatasan ia menilai bahwa Pemerintah Kamboja telah cukup menahan diri dan bersabar dengan terus berusaha mencari penyelesaian secara damai melalui negosiasi dan segala mekanisme, terutama sejak pasukan Thailand memasuki kawasan di sekitar kuil kuno Preah Vihear pada 15 Juli 2008.

Ia juga menyebutkan bahwa Pemerintah Kamboja telah cukup bersabar menanti Pemerintah Thailand mengadopsi tiga kesepakatan pertemuan JBC Thailand-Kamboja. Namun, menurut dia, hingga saat ini belum disepakati dan tidak diketahui institusi nasional mana di Thailand yang berwenang atas hal itu.

"Hal itu menggarisbawahi kelelahan kami dengan segala bentuk penyelesaian sengketa secara damai," katanya.

Sengketa perbatasan itu berawal dari satu peta yang dikeluarkan pada 1908 oleh kartografer Prancis untuk menetapkan perbatasan Thailand-Kamboja, ketika Kamboja masih di bawah koloni Prancis.

Prancis mengatakan, perbatasan harus diputuskan menurut garis batas air di sepanjang jarak gunung Dongrak, dalam peta mereka candi Preah Vihear terletak di ketinggian 525 meter, dengan jalan turun berada di wilayah Kamboja, dan sebagian lainnya di wilayah Thailand.

Thailand kehilangan candi itu pada 1962 ketika sengketa atas kepemilikan candi itu dibawa ke Pengadilan Internasional di Den Haag.

Pengadilan memutuskan kepemilikan candi kepada Kamboja, namun sengketa garis perbatasan masih terus berlangsung hingga sekarang.

Sengketa atas candi Preah Vihear merebak kembali pada 2008 ketika Kamboja mengusulkan candi yang terletak dalam kompleks seluas 4,6 kilometer itu sebagai Warisan Dunia kepada UNESCO.

Usulan tersebut disetujui UNESCO, 7 Juli 2008, meskipun kemudian ditentang oleh Thailand.

Saat ini, tentara kedua belah saling berhadapan di seberang perbatasan masing-masing di sekitar candi Prear, yang terletak di antara provinsi Si Sa Khet dan Phrea Vihear, sekitar 400 kilometer di timurlaut Bangkok.

Pada Jumat dini hari (22/4), pasukan militer kedua negara itu kembali "vis a vis" dalam suatu bentrokan berdarah yang dalam dua hari saja telah menyebabkan sedikitnya 11 orang tewas dan ribuan yang lain mengungsi.(*