Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya mengatakan bahwa negaranya sudah menyetujui kerangka acuan (TOR) dari Indonesia asalkan Kamboja menarik pasukannya dari kuil Preah Vihear.

"Memang masih membutuhkan beberapa waktu untuk membawa TOR tersebut kembali ke kabinet setelah disepakati oleh parlemen, namun intinya kami sudah menyetujui pemantau asal Indonesia, syaratnya adalah agar dilakukan pertemuan General Border Committe (GBC) lebih dulu karena saat ini Kamboja menempatkan pasukannya di dalam dan di sekitar kawasan candi Preah Vihear," kata Menlu Kasit di sela-sela KTT ASEAN di Balai Sidang Jakarta, Sabtu.

Menurut Kasit, penempatan pasukan Kamboja di tempat-tempat tersebut melanggar kesepakatan yang sudah disetujui sebelumnya.

"Penempatan pasukan Kamboja di dalam candi artinya bertentangan dengan satu konvesi dan penempatan pasukan di sekitar candi bertentangan dengan nota kesepahaman (MoU) pada 2000 antara Thailand dan Kamboja, jadi syarat kami sederhana saja yaitu agar mereka menarik pasukan dari sana" jelasnya.

Pada 14 Juni 2000, Thailand dan Kamboja melakukan kesepakatan untuk mencegah terciptanya konflik perbatasan dan memperkuat hubungan kedua negara.

Candi Preah Vihear pada 1962 telah ditetapkan oleh Mahkamah Internasional masuk dalam wilayah Kamboja namun kawasan di sekitarnya masih dalam sengketa. Tahun ini, konflik di perbatasan kedua negara sudah berlangsung mulai awal Februari dan sempat mereda namun kembali timbul pada April yang mengakibatkan belasan warga kedua negara tewas dan yang lainnya mengungsi.

"Thailand pernah menyediakan bantuan kemanusiaan kepada Kamboja termasuk melakukan perdagangan serta aktivitas pariwisata sehingga jadi tidak ada alasan bagi Thailand untuk bersikap bermusuhan dengan Kamboja," ungkapnya.

Namun menurut Kasit, saat konflik pecah Kamboja yang membawa masalah tersebut ke Perserikatan Bangsa-Bangsa dan menjadikannya isu internasional.

"Tapi seperti yang sudah disebutkan oleh para pemimpin ASEAN pada pertemuan pagi ini, termasuk dengan dukungan Indonesia sebagai ketua ASEAN, agar menjadikan masalah ini tetap berada di ASEAN," katanya.

Kasit mengaku bahwa negaranya siap untuk melakukan negosiasi bilateral dalam kerangka Joint Border Committee (JBC) dan GBC yang dihadiri menteri pertahanan kedua negara.

"Kami siap bertemu dengan Kamboja kapan saja karena ini merupakan hal bilateral, kami sudah mengajukan pertemuan itu semenjak 3-4 bulan yang lalu namun Kamboja menolak untuk bertemu dengan kami. Masalah bukan dari kami, masalahnya ada Phnom Penh," kata Kasit lagi.

Tapi Menlu Kamboja Hor Namhong yang ditemui dalam kesempatan yang berbeda mengatakan tidak akan menarik pasukannya dari wilayah negaranya.

"Saya sudah mengatakan bahwa pasukan Kamboja tidak akan pernah dapat ditarik dari wilayah mereka sendiri," ujar Menlu Namhong seraya menambahkan bahwa Kamboja sudah menyepakati konsep yang diajukan oleh ASEAN dan meminta ASEAN untuk menyelesaikan masalah perbatasan itu.

Menlu Namhong menyebutkan bahwa Kamboja tidak pernah ingin melakukan aksi perlawanan atas Thailand dan ingin memelihara hubungan baik antarnegara tetangga.

"Saya bertemu dengan rekan dari Thailand dan mengatakan bahwa mereka seharusnya tidak melakukan permainan "ayam dan telur", mereka harus mengizinkan penurunan pengamat dari Indonesia setelah itu JBC dan GBC dari Thailand dan Kamboja dapat bertemu, yaitu setelah penempatan pengamat tersebut," tandas Namhong.

Dalam sesi utama KTT ASEAN, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen juga mengemukakan kekecewaannya atas sikap pemerintah Thailand yang belum menandatangani TOR yang diajukan Pemerintah Indonesia mengenai pengiriman pemantau ke daerah perbatasan dua negara yang disengketakan.(*)