Yogyakarta (ANTARA News) - Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan wilayah pertama di Negara Kesatuan Republik Indonesia pascaproklamasi kemerdekaan pada 1945, setelah Sri Sultan Hamenku Buwono IX yang berkuasa di Keraton Yogyakarta saat itu menyatakan bergabung.

"Pascaproklamasi, Yogyakarta dalam hal ini wilayah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman merupakan wilayah pertama NKRI, setelah Sri Sultan HB IX dan Sri Paku Alam VIII melalui maklumat 5 September 1945 menyatakan bergabung dengan NKRI," kata kerabat Keraton Yogyakarta Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo dalam orasi budaya memperingati hari ulang tahun penerbit Galangpress, di Yogyakarta, Kamis malam.

Menurut dia, saat itu tidak ada satu kerajaan maupun negara-negara bentukan Belanda yang menyatakan bergabung dengan NKRI, sehingga Yogyakarta merupakan wilayah pertama di NKRI.

"Pernyataan bergabungnya Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman ke dalam NKRI memiliki nilai strategis yang luar biasa, karena saat itu meskipun Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya, namun kolonialis Belanda selalu menyatakan mana wilayahmu sebagai sebuah negara," katanya.

Ia mengatakan pernyataan bergabungnya Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman yang merupakan satu-satunya kerajaan di Nusantara yang tidak berada di bawah kolonial Belanda memiliki arti yang sangat penting.

"Dengan pernyataan bergabungnya wilayah Yogyakarta ke NKRI waktu itu, menjadikan negara yang baru merdeka tersebut memiliki wilayah kedaulatan, dan langkah ini pun kemudian diikuti wilayah-wilayah lain termasuk negara-negara atau kerajaan-kerajaan di Nusantara yang dibentuk Belanda," katanya.

Prabukusumo mengatakan ini merupakan sejarah besar NKRI atas keistimewaan Yogyakarta, sehingga jika tidak ada pengakuan bergabungnya Daerah Istimewa Yogyakarta, maka NKRI juga tidak ada.

"Ini merupakan pengorbanan luar biasa dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII yang sangat luar biasa, dari sebelumnya sebagai seorang penguasa penuh atas wilayah Yogyakarta, menjadi harus mengikuti aturan pemerintah NKRI," katanya.

Ia mengatakan pengorbanan yang tidak kalah pentingnya adalah ketika NKRI berdiri, maka harus mencetak Oeang/uang Republik Indonesia (ORI), sehingga harus ada jaminan uang emas di Bank Indonesia.

"Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan ikhlas memberikan emas batangan milik Keraton Yogyakarta sebagai jaminan, dan sampai saat ini keluarga keraton tidak pernah mengungkit-ungkit serta meminta kembali," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, perjuangan untuk penetapan Sultan dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan rangkaian sejarah bangsa ini.

"Penentuan gubernur melalui mekanisme penetapan merupakan hak politik Sultan sesuai amanat 5 September 1945, dan Yogyakarta merupakan daerah istimewa dari sejarah, kontrak pemerintahan serta kepala daerah," katanya. (V001/M008/K004)