Medan (ANTARA News) - Kasus hakim kepailitan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) berinisial S yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan indikasi semakin parahnya demoralisasi penegak hukum.

"Kasus itu semakin menambah panjang daftar penegak hukum yang terlibat mafia hukum," kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Farid Wajdi, SH, MHum di Medan, Sabtu.

Farid mengatakan, dari serangkaian kasus yang terjadi selama ini, ada indikasi kuat jika moral penegak hukum di Indonesia, baik kalangan advokat, hakim, polisi, maupun jaksa mengalami "defisit" yang luar biasa.

Hal itu disebabkan sebagian oknum penegak hukum tersebut tidak berlaku amanah karena menjadikan kasus yang ditanganinya sebagai "komoditas" yang mendatangkan keuntungan pribadi.

"Oknum-oknum itu justru menjadi `pedagang hukum`," katanya.

Dengan kondisi itu, kata Farid, hampir dapat dikatakan jika proses reformasi di bidang hukum yang diprogramkan telah berada di ambang kegagalan.

Apalagi dengan adanya hakim ditangkap KPK karena diduga terlibat dalam praktik kotor dagang hukum yang hanya berpihak pada kelompok yang memiliki uang banyak.

Padahal profesi hakim sangat mulia, menjadi benteng dan harapan terakhir bagi rakyat kecil yang ingin mendapatkan keadilan.

Karena itu, pemerintah harus segera menetapkan kebijakan untuk melakukan pembenahan secara signifikan guna mengurangi situasi yang kurang kondusif dalam penegakan hukum selama ini.

Pertama, kata dia, dengan memberi sanksi yang seberat-beratnya terhadap oknum penegak hukum yang menyimpang dari tugas dan tanggung jawabnya guna memberi efek jera bagi yang lain.

"Khusus untuk oknum penegak hukum, tidak boleh lagi ada `diskon hukuman` seperti remisi atau pembebasan bersyarat," katanya.

Kemudian, kata Farid, perlu dilakukan upaya yang berorientasi jangka panjang dengan menyiapkan sistem hukum yang tepat dan menutup peluang untuk dimanfaatkan demi kepentingan pribadi.

Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah penguatan fungsi dan kewenangan Komisi Yudisial dalam mengawasi perilaku penegak hukum, termasuk kewenangan dalam memberi sanksi pemberhentian, khususnya terhadap hakim.

Setelah itu, perlu adanya pembenahan dalam pola rekrutmen sumber daya manusia (SDM) penegak hukum guna mendapat personel yang lebih amanah.

Namun pemerintah juga diharapkan dapat memperbaiki sistem penggajian dan peningkatan kesejahteraan bagi kalangan penegak hukum guna mengurangi keinginan mereka untuk menyalahgunakan kewenangan demi mendapatkan keuntungan.

Sebelumnya, KPK menangkap tangan hakim kepailitan PN Jakpus berinisial S yang diduga menerima suap di seputaran Sunter, Jakarta Utara, Rabu (1/6) malam sekitar pukul 22.00 WIB.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, dalam penangkapan itu KPK ikut mengamankan uang sebesar Rp250 juta yang dibagi dalam tiga amplop berwarna coklat dan ditempatkan dalam tas merah.

Hakim kepailitan PN Jakpus itu dikabarkan sedang menangani kasus kepailitan sebuah perusahaan berinisial PT SCI.(*)