BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 15 Juni 2011

Kasus Siami Mencuat, Saatnya Gerakan Jujur Nasional

Nurvita Indarini - detikNews

Jakarta - Mau jujur malah hancur. Itulah yang dialami Siami dan AL, putranya, yang mengungkap kasus contek massal SDN Gadel II/577 Tandes, Surabaya. Padahal ketidakjujuran justru membawa ke jurang kehancuran. Karenanya, sudah saatnya gerakan jujur nasional digalakkan.

"Saya kira sudah saatnya sekarang ini gerakan jujur nasional. Mau jadi apa bangsa kita kalau yang tidak jujur malah dibela. Ketidakjujuran itu tidak bisa dihindari," ujar pengamat pendidikan Arief Rachman kala berbincang dengan detikcom, Rabu (15/6/2011).

Arief mendukung apa yang telah dilakukan Siami dan putranya, yang berani berkata jujur. Dia meminta Siami agar tidak perlu takut, dan untuk memberi keamanan bagi yang bersangkutan, maka aparat keamanan dan pemerintah harus memberikan jaminan keamanan.

"Sementara Ibu Siami mungkin perlu hijrah dulu agar semua tenang. Masyarakat juga harus diberi pencerahan dan penjelasan. Kejujuran itu harus dimenangkan," sambung Arief.

Guru besar di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini menambahkan, tidak ada toleransi bagi ketidakjujuran. Karena itu dia mendukung diberikannya sanksi kepada pihak sekolah yang dianggap bertanggung jawab atas peristiwa mencontek massal.

"Sanksi itu harus sesuai aturan yang berlaku. Tidak ada kompromi pada kecurangan. Kalau kecurangan dibela, negara ini bisa tumbang. Sanksi harus dilaksanakan dan yang bersangkutan harus menerima dan menjalankannya," sambung pria berkacamata ini.

Soal contek mencontek di sekolah, menurutnya, akan terus ada dan tidak akan berhenti. Seolah mencontek sudah menjadi penyakit yang tidak sembuh-sembuh. Bahkan menurut Arief, di tingkat profesor pun masih ada yang berlaku curang.

"Karenanya, di tingkat rumahtangga dan sekolah harus dibina ke arah yang benar. Sikap bertanggung jawab harus ditanamkan," tambah Arief.

Menurutnya, Kemendiknas harus melakukan evaluasi dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Harus ada pengawasan yang lebih ketat agar kecurangan di kegiatan apapun semakin minim.

Kasus ini bermula dari laporan AL kepada ibunya, Siami. AL mengaku diminta untuk memberi contekan kepada teman-temannya saat mengikuti ujian. Siami lalu mengadu ke Komite Sekolah, namun tidak ditanggapi.

Siami lantas membawa kasus ini ke media massa. Setelah diberitakan, kasus ini sampai ke telinga Walikota Surabaya. Kasus ini pun diproses. Berbagai tanggapan muncul setelah kasus ini mencuat. Termasuk dari wali murid lain yang menuding Siami tidak punya hati.

Karena dianggap melakukan pembiaran terjadinya contekan massal, Kasek SDN Gadel II, Sukatman dianggap bersalah. Sukatman dikategorikan melakukan pelanggaran berat yang paling ringan dengan sanksi penurunan pangkat dari IVa menjadi IIId.

Sukatman juga dicopot dari jabatan kepala sekolah. Sukatman juga tidak diperkenankan menjadi guru selama tiga tahun. Kini Sukatman ditempatkan di Dinas Pendidikan Kota Surabaya sebagai staf.

Sementara dua guru yakni Fatchur Rohman yang juga wali kelas VIA dan Prayitno guru kelas VIB dianggap melakukan pelanggaran disiplin. Sanksi yang diterima yakni, penurunan pangkat satu tingkat di bawahnya dan jabatan fungsional sebagai guru juga ikut lepas. Sanksi tersebut berlaku selama satu tahun.

Sanksi yang diterima ketiga pendidik ini membuat sejumlah wali murid lainnya marah. Mereka menuding Siami dan keluarganya tidak punya hati. Mereka bahkan mengusir keluarga Siami.

Mereka juga meminta Siami meminta maaf ke sekolah. Meski tuntutan itu sudah dilakukan, warga juga masih mengusir Siami. Peristiwa ini membuat AL ketakutan.
 

Tidak ada komentar: