Jakarta (ANTARA News) - Kementerian BUMN menilai penawaran saham perdana ke publik (IPO) merupakan keputusan strategis, selain memenuhi kebutuhan modal IPO juga merupakan proses transformasi manajerial dari perusahaan yang bersifat tertutup menjadi perusahaan terbuka (tbk).

"Transformasi manajerial merupakan komitmen untuk pengelolaan perusahaan agar lebih transparan, akuntabel, independen. Tidak saja berorientasi pada pengembangan usaha, transformasi juga memiliki misi lain yaitu peningkatan kontribusi bagi negara dan kesejahteraan masyarakat," kata Menteri BUMN Mustafa Abubakar, saat menjadi pembicara kunci pada acara "Continuous Professional Education (CPE)-Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia (LKDI), bertajuk "IPO: Pembelajaran Dari BUMN dan BUMS", di Jakarta, Kamis.

Menurut Mustafa, kebutuhan belanja modal (capital expenditure) dalam jumlah besar merupakan keniscayaan bagi perusahaan untuk terus tumbuh dan mampu menangkap peluang usaha.

Tidak terkecuali bagi BUMN, kebutuhan belanja modal merupakan tantangan yang tidak kecil mengingat keterbatasan pendanaan dari pemerintah.

Untuk itu, Mustafa menuturkan IPO merupakan pembelajaran penting bagi BUMN yang khususnya dikaitkan dengan strategi yang diambil dalam penentuan "timing, sizing, dan pricing" sebagai faktor penentu kesuksesan IPO.

Ia menuturkan, sampai dengan akhir Maret 2011 tercatat 18 BUMN telah "go public" dan mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Dari sebanyak 422 emiten, emiten BUMN menguasai kapitalisasi pasar sekitar Rp837 triliun atau 26,8 persen dari total kapitalisasi BEI.

Peran BUMN di BEI juga tercermin dari sepuluh besar emiten dengan kapitalisasi terbesar di mana 5 di antaranya merupakan BUMN, yaitu Bank Mandiri, Telkom, BRI, PGN, dan BNI.

Selain itu, dari sisi perdagangan, emiten BUMN berkontribusi sekitar 20 persen dari total nilai perdagangan di pasar saham.

"Dengan kata lain, emiten BUMN dapat dikatakan menjadi tulang punggung atau motor bagi penggerak perdagangan saham di pasar sekunder," tegas Mustafa.

Meski begitu, Mustafa menilai ada ketidaksetaraan yang mendasar antara proses IPO BUMN dengan IPO perusahaan swasta.

"Bagi perusahaan swasta, keputusan IPO ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan keputusan terkait dengan waktu, jumlah saham serta harga perdana ditetapkan oleh Direksi. Tetapi, keputusan BUMN masuk ke pasar modal harus melalui tahapan politik karena memerlukan persetujuan DPR, serta tahapan birokrasi karena memerlukan arahan dan rekomendasi dari beberapa Kementerian terkait serta penerbitan Peraturan Pemerintah oleh Presiden," ujarnya.

Untuk itu tambahnya, diperlukan penyesuaian ketentuan terkait proses IPO BUMN berupa perubahan peraturan membutuhkan komunikasi yang intens antara seluruh pemangku kepentingan, mulai dari DPR, Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Teknis, Lembaga lainnya seperti Bapepam/LK dan BEI. (*)