Banjarmasin (ANTARA News) - Politisi dari partai Demokrat yang juga Ketua Komisi I bidang hukum dan pemerintahan DPRD Provinsi Kalimantan Selatan Safaruddin, meminta aparat penegak hukum jangan menciderai penegakkan hukum.

"Penanganan kasus Liong, warga Banjarmasin tersebut harus dilakukan secara profesional dan proporsional," katanya di Banjarmasin, Sabtu, terkait pembatalan vonis terdakwa kasus kepemilikan sabut itu oleh MA.

Sebelumnya MA membatalkan vonis 17 tahun penjara terhadap Naga Seriawan Cipto Rimba alias Liong (34) atas kasus dugaan kepemilikan satu kilogram sabu.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPRD Kalsel itu kaget dengan putusan bebas dari MA terhadap Liong, yang pada pengadilan tingkat pertama/Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin divonis 17 tahun penjara, kemudian Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin menguatkannya.

"Penanganan secara lebih profesional dan proporsional itu perlu, guna pencitraan dan penegakkan hukum agar tak menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum kita," tandasnya.

Oleh karenanya, wakil rakyat dari Demokrat yang menyandang gelar sarjana hukum dan magister ilmu hukum tersebut, menyarankan, pihak kejaksaan/jaksa penuntut umum (JPU) melakukan upaya hukum kembali atas putusan MA itu.

"Saya kira masih ada peluang bagi JPU yang menangani kasus Liong tersebut untuk melakukan upaya hukum lain, seperti Peninjauan Kembali (PK). Karena putusan MA itu membebaskan murni terhadap terdakwa kasus sabu satu kilogram tersebut," lanjutnya.

Begitu pula guna pencitraan dan penegakkan hukum, Komisi Yudisial (KY) bisa melakukan pemeriksaan terhadap anggota/mejelis hakim pada MA yang membatalkan vonis 17 tahun penjara terhadap Liong tersebut.

"Bila ada indikasi suap dalam penanganan kasus narkoba yang dapat menghancurkan generasi bangsa tersebut, baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan, untuk pengambilan tindakan," demikian Safaruddin.

Sementara itu anggota satu komisi, H Riduan Masykur dari Partai Bintang Reformasi (PBR) ketika dimintai pendapat, wakil rakyat yang menyandang gelar dokterandus dan magister hukum tersebut tak memberikan banyak komentar.

"Terus terang, saya belum bisa memberikan banyak komentar terhadap kasus dugaan kepemilikan sabu satu kilogram itu," ujar anggota DPRD Kalsel dua periode dari PBR dan juga seorang qari tersebut.

Namun wakil rakyat yang sering menjadi dewan hakim/yuri Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat provinsi Kalsel itu mempertanyakan kasus serta proses hukum dugaan kepemilikan "barang haram" yang membuat Liong menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan Banjarmasin.

Kasus itu terjadi Desember 2009, yang oleh majelis hakim PN Banjarmasin pada September 2010 Liong divonis 17 tahun penjara, bayar denda Rp3 miliar, subsider satu tahun kurungan, kemudian PT Banjarmasin menolak banding terdakwa dan menguatkan putusan PN Banjarmasin.

Atas putusan pengadilan tingkat pertama dan banding tersebut, Liong melakukan kasasi dan menurut informasi putusan MA membatalkan vonis 17 tahun penjara tersebut. (SHN/M027/K004)