Polri hingga kini masih asyik menginvestigasi 123 rekening nasabah Citibank korban Malinda. Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Polri, Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto, mengungkapkan dari 230 nasabah Gold City Citibank yang menjadi klien Malinda Dee, 123 rekeningnya sudah digangsir Malinda.
“Ada yang diambil sampai 150 ribu dolar AS, tapi nasabahnya tidak tahu,” kata Arief Sulistyanto saat dijumpai di Jakarta, kemarin.
Memang totalnya ada 123 nasabah Citibank yang rekeningnya dikuras Malinda, tapi cuma tiga orang yang sadar mengetahui kalau rekeningnya dirampok dan melapor ke polisi. Sisanya belum ada lagi yang melapor.
“Ketahuan dari tiga nasabah, kami buka rekeningnya. Ada 123 nasabah lagi. Ternyata setelah dibuka semua, ada nasabah lain yang ditarik dananya,” ucapnya.
Arief mengungkapkan, setelah merampok 123 nasabah, Malinda menggunakan duit miliaran rupiahnya untuk membiayai keperluannya di antaranya; membeli mobil Ferrari, Hummer, plus untuk melunasi pembelian lima kamar apartemen.
“Dari lima kamar itu, dua dipakai, sisanya disewakan. Otak bisnisnya bagus juga dia (Malinda),” celoteh Arief.
Arief mengatakan, pembobolan rekening Citigold Citibank terjadi lantaran standard operation procedure (SOP) dilanggar saat mencairkan duit. Pelanggaran tersebut melibatkan teller dan supervisor. “Ini tidak bisa berjalan sendiri kalau tidak ada bantuan dari staf lain,” tambahnya.
Hingga kini Polri telah menyita aset Melinda senilai Rp12 miliar atau sekitar 80 persen dari total duit nasabah yang dikeruk. “Harta tersebut antara lain mobil Hummer, Ferrari Scuderia 2010, Ferrari California dan Mercedes Benz seri E350,” katanya.
Lantas bagaimana kabar perkembangan berkas perkara pembobol bank betubuh seksi itu? Hingga kini Mabes Polri masih berusaha untuk merampungkan berkas perkara Malinda Dee yang sebelumnya sempat dikembalikan oleh Kejaksaan Agung dengan titel P-19 alias berkas belum lengkap disertai dengan petunjuk dari jaksa penyidik. “Berkas Malinda sekarang ini masih dilengkapi, jika selesai segera dikirim ke kejaksaan lagi,” ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam kemarin siang di Mabes Polri.
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali menemukan puluhan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang diduga dilakukan Inong Malinda. “Kalau dulu kan 12 bank, lalu laporannya 42 LTKM. Tapi, sekarang yang jelas meningkat karena temuan audit semakin banyak,” kata Kepala PPATK, Yunus Husein.
Sayangnya, Yunus tidak menjelaskan berapa jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan yang ditemukan tersebut. “Ya, pokoknya naik,” tuturnya.
Menurut dia, dalam kasus Malinda Dee pihaknya sudah menyelesaikan audit terhadap Citibank dan telah meminta beberapa laporan yang belum disampaikan oleh bank tersebut. “Kami sudah sampaikan ke Bank Indonesia,” ujarnya.
Yunus menambahkan, PPATK juga masih menemukan rekening milik pejabat maupun bekas pejabat yang menjadi klien Malinda Dee. “Ya, masih ada. Tetapi kalau pejabat dan mantan pejabat punya rekening di sana kan boleh-boleh saja, jadi nasabahnya Citibank,” tuturnya.
Mengomentari pernyataan itu, salah seorang Tim kuasa hukum Malinda Dee, Halapancas Simanjuntak, menyimpan materi sanggahannya. Dia tak mau bicara panjang.
“Ibu ingin semuanya cepat selesai, Ibu Malinda ingin status hukumnya jelas, kita akan buktikan dan beberkan di pengadilan nanti,” katanya.
Dia menambahkan, Citibank punya utang jasa jasa besar kepada kliennya. “Dia sudah 20 tahun mengabdi dan bekerja di sana,” ujar Halapancas.
Ketika ditanyakan menganai kondisi fisik Malinda, Halapancas memastikan kondisi kliennya sudah mulai membaik, namun ia belum tahu kapan Malinda akan menjalani operasi radang payudara. “Belum tahu, saya belum dapat informasi dari tim dokter,” katanya.
Teller Berpontensi Membobol Bank
Yenti Garnasih, Pengamat Hukum
Kejahatan perbankan seperti yang dilakukan Malinda Dee tidak hanya dilakukan oleh pegawai yang memiliki posisi tinggi dalam perusahaan perbankan. Pegawai di level bawah seperti teller maupun customer service pun bisa melakukannya. Karenanya pengawasan internal harus dilakukan secara ekstra ketat.
“Dalam banyak kasus yang masuk ke pengadilan, dari teller sampai dengan direksi bisa melakukan kejahatan perbankan. Ini tidak akan terjadi jika ada pengawasan internal yang ketat dan pengawasan Bank Indonesia (BI) yang ketat pula,” kata Yenti Garnasih pengamat hukum Universitas Trisakti.
Menurut Doktor bidang pencucian uang ini, kronologi kasus seperti ini bisa terjadi saat pelaku diberi kepercayaan besar oleh bank. Kemudian lanjut nya, uang nasabah yang seharusnya masuk atau sempat masuk ke bank lalu dikeluarkan dan dimasukkan ke rekening pelaku.
“Ini kejahatan yang diatur pasal 49 Undang-Undang Perbankan Tahun1998. Pasal 49a atau b pasti kena. Ada pendapatan palsu atau tidak yang dicatatkan dalam keuangan bank. Di pasal 49a atau b ada banyak unsur, apakah uang sudah masuk, masuk legal, lalu dikeluarkan, maka itu penggelapan. Atau saat uang masuk, dia tidak membukukan ke Citibank,” ujarnya.
Ditambahkan Yenti, perkara Malinda Dee bisa dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang. “Bisa sebagai pencucian uang. Caranya, lihat salary Malinda Dee per-bulannya. Kalau gajinya di Citibank hanya beberapa juta, lantas mengapa bisa membeli mobil Hummer senilai Rp 3 miliar dan Ferarri seharga Rp 8 miliar,” ucapnya.
Semestinya, katanya, sejak awal pihak dealer mobil melapor ketika ada transaksi lebih dari Rp 500 juta. “Harus lapor ke PPATK. Secara akademis ini harus dilaporkan. Lihat salary si pembeli, mencurigakann atau tidak kalau dengan pekerjaan dan sallary seperti itu bisa membeli mobil seharga Rp 3 miliar,” tandasnya.
Yenti mengkritik program private banking yang dilakukan oleh sejumlah bank. Soalnya, dengan cara tersebut dikhawatirkan perbankan di Indonesia menjadi tempat menampung uang yang tidak jelas asal usulnya.
“Intinya, bank menjadi tempat pencucian uang. Makanya, saya harap kasus Citibank dapat dituntaskan karena sarat tindak pencucian uang,” ujarnya. [RM]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar