BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 10 Juni 2011

Secara Meritokrasi pun Letjen Pramono Layak KSAD

INILAH.COM, Jakarta - Ada fenomena menarik yang jarang terjadi di lingkungan militer Indonesia. Meski sejak 1 Juni lalu Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI George Toisutta, mencapai usia 58 dan siap pensiun pada 30 Juni nanti, pembicaraan mengenai siapa penggantinya belum menghias halaman muka surat-surat kabar kita.
Menarik, karena apakah itu menunjukkan bahwa supremasi sipil sudah menjadi arus besar (mainstream), sehingga ’politik tentara’ kemudian tak lagi jadi menjadi aspek yang diperhitungkan? Atau sebaliknya, karena di alam bawah sadar semua pihak sudah mengakui, tak ada lagi keraguan tentang siapa yang akan mengisi jabatan itu, menggantikan Jendral George Toisutta?
Buktinya, lihat saja, berbeda dengan di masa-masa sebelumnya pada pergantian jabatan KSAD saat ini tak tampak adanya tarik menarik kepentingan yang dulu seringkali muncul dan terasa dominan.
Sebagaimana aturan main yang berlaku di TNI, calon KSAD mendatang harus seorang perwira berbintang tiga. Selain itu, sejarah TNI menunjukkan, dari 20 KSAD sejak 1965 lalu, 14 orang di antaranya datang dari Wakasad dan Pangkostrad. Tepatnya sudah sembilan orang Wakasad dan lima Pangkostrad yang dipromosikan menjadi KASAD.
Saat ini, ada tiga nama yang memenuhi syarat itu, yakni Wakil KSAD Letnan Jenderal TNI Budiman, Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letnan Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, dan Komandan Komando Pembina Doktrin Pendidikan dan Latihan (Kodiklat) TNI AD, Letnan Jenderal TNI Marciano Norman.
Dari nama-nama tersebut, jelas bahwa Pangkostrad Letjen Pramono Edhie Wibowo memiliki kans yang lebih besar. Pertama, secara historis jabatan Pangkostrad merupakan salah satu pintu masuk favorit untuk mengisi jabatan KSAD.
Kedua, karier Pramono pun termasuk gemilang. Selain merupakan figur dengan tugas penempatan terlengkap diantara merekja bertiga, Pramono pun menyimpan banyak bintang kehormatan selama kariernya.
Lihatlah, kariernya melesat ke atas sejak menjabat Pati Staf Ahli Bidang Ekonomi Politik Sesko TNI, Wadanjen Kopassus (2005), Kasdam IV/ Diponegoro (2006), Danjen Kopassus (2007-2008), Pangdam III/Siliwangi (2008-2009), hingga Pangkostrad sejak 5 November 2010 lalu. Pangkat bintang satu sampai Letjen dicapainya dalam dalam enam tahun.
Ketiga, Pramono adalah ipar Presiden SBY, adik Ibu Negara Ani Yudhoyono. Meski urusan ini sama sekali jauh dari meritokrasi, siapa bisa menyangkal kuatnya faktor tersebut dalam promosi jabatan di Indonesia?
Keempat, Pramono tak hanya akan mendapatkan dukungan penuh dari partai pemenang pemilu, Partai Demokrat. Pihak yang seolah menjadi oposisi pun, PDI Perjuangan, tampaknya tak akan menghalang-halang promosi tersebut. Pasalnya, pada saat Megawati menjabat sebagai presiden, Pramono adalah ajudan kepercayaan Megawati.
Apalagi jabatan KSAD pun sepenuhnya hak prerogatif presiden yang tak memerlukan suara DPR. Bukankah pencalonan jabatan lain yang sempat mengundang keriuhan di Senayan seperti Kapolri Timur Pradopo dan Gubernur BI, Darmin Nasution pun akhirnya bisa duduk tenang di kursi jabatan mereka?
Di sisi lain, Letjen TNI Budiman dan Letjen TNI Marciano Norman memiliki persoalannya sendiri. Letjen Budiman baru mengisi pos Wakasad April lalu, sementara kesulitan Letjen TNI Marciano, belum ada track dimana seorang pimpinan Kodiklat langsung menjabat KSAD.
Ada memang yang memiliki pikiran lateral, lain dari biasa. Sebut saja Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin. Menurut dia, karena dua tahun mendatang Pramono memasuki usia pensiun, apakah penunjukkannya sebagai KSAD tidak akan mempersulit kans-nya untuk memegang amanah yang lebih besar, Panglima TNI?
Tetapi Hasanuddin lupa, untuk menjadi Panglima TNI, syarat yang harus ada adalah menduduki posisi kepala staf angkatan. Jadi bahkan boleh jadi Pramono akan mencapai keduanya. Dua tahun, masih banyak cara untuk memilikirkan kemungkinannya. [mdr]

Tidak ada komentar: