BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 10 Juni 2011

Syarifuddin Sudding: Banyak Putusan MA Tidak Bisa Dieksekusi­­

RMOL.Desakan merasionalisasi Universitas Trisakti menguat. Pemerintah hendaknya mengembalikan seluruh aset universitas tersebut kepada negara.
Wakil Ketua Fraksi Partai Hanura DPR, Syarifuddin Sudding meminta pemerintah bertindak aktif dalam meng­ambil alih Universitas Trisakti. Sebab, putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengalihkan kepemilikan Universitas Trisakti kepada yayasan penuh kejang­ga­lan.
“Yayasan kan milik perora­ngan. Kok mereka bisa menda­patkan keputusan hukum untuk memiliki aset Negara. Ini kan aneh. Aroma mafia peradilan di belakang kasus Trisakti perlu diteliti dan eksekusinya tidak dapat dilakukan,” tegas Syari­fuddin Sudding kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Dijelaskan, tahun 1965 Uni­ver­sitas Trisakti bernama Res Pu­blica atau Ureca yang ber­naung di bawah Yayasan Badan Per­musyawaratan Kewargane­garaan Indonesia (Baperki).
Gara-gara berafiliasi dengan komunis, lanjutnya, dilakukan penutupan sementara terhadap universitas tersebut. Seluruh asset dan kekayaannya diambil alih negara. Kemudian univer­sitas itu dibuka kembali dengan nama Trisakti.
“Nggak ada  peran yayasan dalam pendirian universitas ini. Mereka sama sekali nggak ada hubungannya. Aset dan keka­yaan­nya nggak bisa dimiliki ya­yasan dong. Kok mereka menda­pat legalitas hukum untuk me­miliki universitas yang notabene aset negara,” papar anggota Komisi III DPR ini.
Berikut kutipan selengkapnya:
Rabu (8/6), Anda dan sejum­lah angggota Komisi III DPR lainnya melakukan rapat kon­sultasi dengan pimpinan MA, apakah persoalan Universitas Trisakti dibahas?
Betul. Kami melakukan rapat konsultasi dengan Ketua MA dan Ketua Muda MA. Dalam perte­muan tersebut, kami meminta klarifikasi kepada pimpinan MA tentang putusan Trisakti.
Apa yang Anda sampaikan?
Dalam pertemuan itu, saya mengatakan, penegakan hukum tidak hanya didasarkan pada asas kepastian hukum. Ada dua asas lain yang lebih utama dan perlu diprioritaskan, yakni asas keadi­lan dan manfaat.
Makanya, saya meminta Ketua MA membatalkan eksekusi terhadap Universitas Trisakti. Sebab, jika eksekusi tersebut dila­kukan, maka banyak dosen dan mahasiswa yang akan men­jadi korban dari putusan tersebut.
Apa jawaban Ketua MA?
Beliau mengatakan, faham tentang asas keadilan, manfaat, dan kepastian hukum. Eksekusi terhadap Universitas Trisakti per­nah dilakukan, tapi tidak terlak­sana. Sebab, ada beberapa hal yang terjadi di lapangan dan membatalkan eksekusi tersebut.
Artinya, eksekusi tidak akan dilakukan lagi?
Beliau tidak memberi jawa­ban pasti tentang hal itu. Na­mun, me­nurut pengamatan saya, hingga saat ini banyak juga putusan MA yang tidak dapat dilakukan ekse­kusi. Biasanya, eksekusi tidak dapat dilaksanakan karena ada kepentingan umum yang lebih besar dan objeknya tidak jelas. Kami pun sempat menanyakan tentang hal itu (kasus-kasus ke­terlambatan eksekusi putusan, red) dan Pak Ketua membenar­kannya.
Apa ditanyakan juga menge­nai bunyi putusan dan pertim­bangannya dalam kasus Tri­sakti?
Hal tersebut juga kami sam­paikan kepada pimpinan MA. Sebab, setelah dibaca dan di­kaji, saya menemukan sejumlah ke­janggalan dalam pertim­ba­ngan dan amar putusan. Lalu saya me­nga­takan, masa kepu­tusan se­perti ini mau dijalankan. Saya kira tidak. Sebab, jika pu­tusan itu dijalan­kan akan me­ngor­­ban­kan rasa kea­dilan ma­syarakat.
Artinya dalam Peninjauan Kem­bali putusannya bisa be­ru­­bah?
Ya, bisa saja. Pihak rektorat kan melakukan PK. Selain itu, kami juga berharap agar peme­rintah melakukan upaya hu­kum, sehingga Universitas Tri­sakti dikembalikan kepada ne­gara dan menjadi universitas negeri. [RM]

Tidak ada komentar: