BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Sabtu, 09 Juli 2011

Anggota DPR: Putusan MA Menzalimi Prita

VIVAnews -- Dua tahun berlalu, Prita Mulyasari berpikir, kasus kritik terhadap RS Omni Internasional melalui internet, telah berakhir. Apalagi, putusan perdata yang dikelaurkan Mahkamah Agung, 29 September 2010 lalu, memutusnya bebas dari kewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp204 juta.

Namun, berita buruk itu tiba-tiba datang. Majelis hakim MA memutuskan ia bersalah. Ancaman pidana 6 bulan -- sesuai tuntutan jaksa -- membayangi.

Prahara yang kembali menerpa Prita Mulyasari disayangkan oleh Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari. Menurut dia, putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan kasasi penuntut umum dan menyatakan Prita Mulyasari bersalah merupakan bentuk tidak adanya kepekaan terhadap korban yang sedang berjuang mendapatkan keadilan.

"Aku merasa ini adalah penzaliman terhadap hak orang yang sedang mencari keadilan," ujar Eva di DPR RI, Jakarta, Jumat 8 Juli 2011.

Menurut Eva, MA telah mengabaikan rasa keadilan dalam menangani kasus hukum Prita ini. "Ya. Aku memandangnya seperti itu," kata Eva.

Mestinya, lanjut Eva, dalam kasus Prita ini hakim MA dapat menggunakan kepekaan atas rasa keadilan, tidak hanya menggunakan pendekatan hukum positif. "Kalau kita ikuti perkembangannya, sebetulnya perdebatan untuk kasus Prita Mulyasari kan di seputar itu, antara rasa keadilan dan hukum positif. Ketika orang yang mempunyai kekuasaan atas itu kemudian memutuskan untuk mengambil sikap hukum positif saja, ya rasa keadilan itu gagal. Padahal ultimate goal dari hukum itu adalah keadilan kan. Akhirnya ya itulah, mengorbankan ultimate goal itu tadi," kata Eva.

Berdasarkan situs Mahkamah Agung, Majelis Hakim yang diketuai Imam Harjadi serta anggota M Zaharuddin Utama dan Salman Luthan, mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum. "Tolak permohonan kasasi terdakwa."

Belum diketahui hukuman yang harus diterima Prita. Salah satu anggota Majelis Hakim, Zaharuddin Utama, enggan menyebut hukuman pidana yang harus diterima Prita. "Tanyakan ke hakim ketua," kata Zaharudin saat dihubungi VIVAnews.com, Jumat 8 Juni 2011.

Sebelumnya, pada Juni 2009, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang memvonis bebas Prita atas dakwaan pencemaran nama baik RS Omni Internasional. Salah satu pertimbangan majelis hakim yang diketuai Karel Tuppu itu karena UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang didakwakan ke Prita belum berlaku efektif. (sj)

Tidak ada komentar: