BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 11 Juli 2011

Pritya Mulyasari Minta Perhatian Presiden SBY

VIVAnews - Saat diputus bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang, Juni 2009 lalu, Prita Mulyasari hanya ingin kasus yang membelitnya selesai. Ia tak kepikiran menuntut balik RS Omni Internasional.

Namun, ketenangannya kini terusik. Dalam putusan kasasi terhadap perkara bernomor 822 K/PID.SUS/2010, Mahkamah Agung (MA) memutus Prita bersalah. Tak jelas apa implikasi dari putusan ini. Apakah Prita akan dipidana enam bulan penjara seperti tuntutan jaksa penuntut umum.

Putusan ini kontradiktif dengan putusan perdata dalam kasus yang sama. Pada 29 September 2010, majelis kasasi MA yang dipimpin Harifin Tumpa mengabulkan permohonan kasasi gugatan perdata yang diajukan Prita Mulyasari melawan Rumah Sakit Omni Internasional. Artinya, dengan dikeluarkannya vonis itu, Prita dibebaskan dari seluruh ganti rugi yang nilainya Rp204 juta.

Menghadapi ancaman eksekusi, pihak Prita tak tinggal diam. Pengacaranya, Slamet Yuwono mengatakan pihaknya akan meminta dukungan Komisi III DPR RI agar Kejaksaan Agung tak mengeksekusi Prita.

“Kami meminta Kejagung untuk tidak mengeksekusi secara cepat. Mengingat kondisi Ibu Prita saat ini begitu tertekan, beliau punya seorang anak, ” ujar Slamet saat dihubungi VIVAnews.com melalui sambungan telpon, Minggu 10 Juli 2011.

Slamet pun membantah berita yang menyebut Prita sudah dieksekusi. “Kemarin ada berita dia mau dieksekusi, itu tidak benar, dan kami menyesalkan munculnya isu seperti itu,” kata dia.

Ditambahkan dia, kepada Komisi Hukum DPR, ia dan Prita juga akan menyampaikan ketidakpuasan terkait dengan putusan MA yang mereka nilai bertentangan. Menurut Slamet, MA tidak melihat fakta bahwa mereka menang dalam perkara perdata. “Kami meminta komisi III DPR RI untuk memanggil MA karena mengeluarkan putusan yang bertentangan itu,” katanya lagi.

Slamet menuturkan, setelah menyampaikan pesan kepada anggota Komisi III DPR RI, lembaga lain yang mereka tuju adalah Komisi Yudisial. Mereka berharap, KY dapat membantu upaya membebaskan Prita. “Karena banyak elemen seperti Komnas HAM, ICW yang menyatakan lebih baik mengurusi perkara yang lebih besar seperti korupsi," ungkapnya.

Tak hanya itu, Slamet juga berencana untuk menyampaikan persoalan ini kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Langkah apapun akan kami ambil termasuk ke Presiden. Kalau Presiden berkenan, misalnya menggelar konferensi pers, jam berapapun, kami akan siapkan,” jelasnya.
• VIVAnews

Tidak ada komentar: