INILAH.COM, Jakarta - Banyaknya anak-anak yang menjadi pelaku
kejahatan merupakan dampak dari media informasi yang mereka konsumsi
terutama internet dan kelirunya sistem pembelaan dari para aktivis.
"Anak-anak
menjadi pelaku kejahatan karenanya jiwanya yang labil mudah terpengaruh
media informasi terutama internnet. Mereka akan menirukan apa yang
didapat dari bacaan dan tontonan mereka," ujar Mudzackir, ahli hukum
pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta kepada INILAH.COM,
Selasa (11/6/2013).
Untuk menanggulangi dampak negatif tentang
hal tersebut, Mudzackir berharap hendaknya pemerintah mengendalikan arus
informasi pada berbagai media. Selain itu, bentuk pembelaan aktivis
anak juga dinilai pengamat hukum ini keliru. Para aktivis cenderung
hanya melindungi, namun minim melakukan edukasi hukum kepada anak.
"Ini
sebetulnya lebih disebabkan pemerintah tidak mengendalikan informasi
pada anak-anak. Di sisi lain para aktivis anak dalam pembelaan
berlebihan. Artinya, tidak memberi usaha mendidik bahwa melakukan tindak
pidana itu salah," katanya.
Anak-anak saat ini cenderung
terproteksi karena dilindungi undang-undang anak-anak di bawah usia 12
tahun tidak dapat dikenai sanksi pidana.
"Saya kira tidak perlu
berlebihan para aktivis ini mengekspose, yang lebih peting adalah mereka
melakukan edukatif, menjelaskan pada anak bahwa tanggung jawab atas
perbuatan kriminal itu ada," jelas Mudzackir. [yeh]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar