Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan pihaknya tidak menemukan aliran dana kasus simulator SIM ke empat anggota DPR.

"Kami tidak menemukan itu (aliran dana)," kata Muhammad Yusuf, saat acara diskusi dengan media massa di Bogor, Jabar, Senin.

Hal ini diungkapkan M Yusuf menjawab wartawan apakah pernyataan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Teddy Rusmawan di sidang Tipikor juga ada laporan dari PPATK.

M Yusuf mengakui bahwa transaksi yang dilakukan secara tunai memang sulit dibuktikan sehingga PPATK mewacanakan untuk membatasinya.

Untuk itu, M Yusuf berharap pemerintah segera menyusun peraturan untuk membatasi transaksi.

"Kami siap menyusun konsep batang tubuh (peraturan tersebut)," kata M Yusuf.

Dia juga mengatakan bahwa wacana itu sudah disampaikan ke berapa pihak, termasuk menteri keuangan, menteri hukum dan HAM dan Bank Indonesia (BI).

"BI saat dipimpin Darmin Nasution setuju dengan wacana ini, tapi dia menyarankan agar pemerintah yang berperan aktif untuk mewujudkan itu," ungkap M Yusuf.

Dia menegaskan bahwa pembatasan transaksi tunai untuk menekan adanya suap menyuap yang dilakukan tunai susah dibuktikan.

Ketua PPATK mengusulkan transaksi tunai dibatasi Rp100 juta dan sisanya dilakukan melalui transaksi perbankan.

"Jadi jika ingin membeli rumah Rp1 miliar yang dilakukan tunai Rp100 juta dan sisanya ditransfer," katanya.

Namun, M Yusuf mengatakan nilai Rp100 juta ini masih diperdebatkan, tetapi tujuan untuk membatasi transaksi tunai.

"Yang dikecualikan itu seperti perusahaan yang harus membayar para buruhnya secara harian, ada termin proyek yang harus dibayar atau mau berobat keluar negeri yang membutuhkan uang banyak," jelasnya.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Teddy Rusmawan dalam kesaksian terkait kasus pengadaan simulator SIM Korlantas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Selasa (28/5), mengaku pernah diperintah Inspektur Jenderal Djoko Susilo untuk menyerahkan empat kardus yang penuh berisi uang kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menurut Teddy, kardus-kardus itu diserahkan ke Bambang Soesatyo, Azis Syamsuddin, Desmon, dan Herman. Teddy mengaku tidak tahu pasti jumlah uang yang diserahkan ke mereka. "Saya tidak tahu (jumlah uang). Jumlah kardusnya empat untuk kelompok Banggar," terangnya.

Namun, Teddy menyatakan uang itu diserahkan terkait Rp600 miliar yang dijanjikan bakal diturunkan untuk pendidikan polisi. "Terkait adanya anggaran uang Rp600 miliar untuk bagian pendidikan polisi," katanya.

Teddy mengaku lupa kapan kardus-kardus itu diserahkan kepada mereka. Namun, tambah dia, empat kardus tersebut diserahkan ketika proyek simulator SIM sedang berjalan.

Menurut Teddy, uang Rp600 miliar yang bakal diturunkan itu tidak terkait langsung dengan pembahasan anggaran simulator SIM. "Kalau satu mata anggaran dengan simulator, tidak ada. Tapi anggaran keseluruhan, hanya level pimpinan yang bicarakan, kami hanya mengantarkannya," tambahnya.