BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 11 April 2014

Salip-Menyalip PDIP dan Golkar

Indah Mutiara Kami - detikNews

Jakarta - Bila melihat sejarah Pemilu di Indonesia sejak era reformasi tahun 1998, PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai Golongan Karya (Golkar) selalu saling menyalip posisi papan atas perolehan suara. Dua partai yang sudah memiliki banyak pendukung setia ini konsisten ada di posisi 3 besar meski bertukar posisi.

Bermula dari Pemilu 1999 yang merupakan pemilu yang pertama kali diselenggarakan setelah runtuhnya era orde baru. PDIP saat ini duduk di posisi pertama dengan 35.689.073 suara atau 33,74%. Dengan perolehan tersebut, PDIP berhasil mendapat 153 kursi. 

Sementara itu, Golkar yang sebelumnya berjaya saat masa orde baru harus puas di posisi kedua dengan 23.741.749 suara atau 22,44%. Golkar pun memperoleh 120 kursi di DPR.

Walaupun menjadi pemenang Pemilu, PDIP gagal membawa Megawati Soekarnoputri ke kursi presiden karena kalah voting dalam Sidang Umum MPR 1999 dari Abdurrahman Wahid. Megawati lalu menduduki kursi wakil presiden. 

Setelah Abdurrahman Wahid turun dari jabatan presiden pada tahun 2001, Megawati akhirnya menjadi Presiden ke-5 RI.

Di Pemilu 2004, posisi berbalik. Ketidakpuasan masyarakat akan pemerintahan Megawati membuat suara Golkar naik. Partai berlambang pohon beringin ini pun menjadi pemenang Pemilu 2004 dengan perolehan suara 21,58% atau 24.480.757 suara. Golkar berhasil menduduki 128 kursi di DPR.

PDIP terpaksa disalip oleh Golkar sehingga hanya menjadi <i>runner up</i> dengan 21.026.629 suara atau 18,53% suara. Sebanyak 109 kursi DPR diperoleh PDIP dalam Pemilu yang diikuti oleh 24 parpol ini. 

Dalam pemilihan presiden langsung yang pertama kali diselenggarakan di Indonesia ini, PDIP kembali mencalonkan Megawati sebagai capres berpasangan dengan Hasyim Muzadi sebagai cawapres. Sementara Golkar mengajukan pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid. Namun SBY-JK lah yang keluar sebagai pemenang.

Lima tahun kemudian yaitu pada Pemilu 2009, PDIP dan Golkar keok oleh Partai Demokrat yang terus naik namanya setelah Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden pada 2004. Golkar turun ke posisi kedua dengan 15.037.757 suara atau 14,45%. Sebanyak 107 kursi di DPR menjadi milik Golkar saat itu.

Meski berada di posisi ketiga, perbedaan suara PDIP tak terpaut jauh dengan Golkar. PDIP memperoleh 14.600.091 suara atau 14,03%. Partai berlambang banteng moncong putih mendapat 95 kursi DPR. Pada Pilpres, keduanya pun kembali kalah oleh Partai Demokrat yang memajukan lagi SBY.

Di Pemilu 2014, PDIP sudah jemawa sejak awal dengan memasang target 27,02% agar dapat memuluskan jalan Joko Widodo yang telah diberi mandat sebagai capres. Partai Golkar yang dipimpin Aburizal Bakrie pun sudah optimistis sejak awal dapat menembus presidential threshold.

Prediksi keduanya ternyata meleset. Berdasarkan hasil quick count, PDIP memang ada di posisi puncak tetapi perolehan suaranya jauh dari target yang mereka tentukan sendiri. PDIP hanya mendapatkan suara di angka sekitar 19% dan Jokowi sang capres pun mengaku tak puas.

Bagaimana dengan Golkar? Slogan "Isih Penak Jamanku?" yang dibawa Golkar ternyata tak cukup ampuh untuk menarik simpati para pemilih. Perolehan suara Golkar yang hanya di kisaran 14% pun membuat Golkar harus puas berada di posisi kedua.

Tidak ada komentar: