Agus Pambagio - detikNews
Jakarta - Bulan November-Desember setiap tahun adalah
bulan puncak panen bagi industri perhotelan di Indonesia karena itu
saatnya semua lembaga Pemerintah, baik pusat maupun daerah, menghabiskan
sisa anggaran sebelum penutupan tahun fiskal di pertengahan bulan
Desember.
Selain masa panen di akhir tahun, hampir semua hotel berbintang tiga ke
atas pendapatannya sekitar 40% lebih tergantung pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Mereka vendor dari banyak Kementerian, Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) dan beberapa instansi Pemerintah, baik pusat
maupun daerah untuk menyelenggarakan berbagai seminar atau diskusi atau
rapat dinas.
Kegiatan berbagai instansi Pemerintah yang selama selalu dilakukan di
berbagai hotel bebintang di seluruh Indonesia, ditengarai oleh Presiden
RI sebagai sebuah pemborosan. Sehingga Presiden memerintahkan Menteri
PAN-RB untuk menindaklanjuti niat Presiden supaya pegawai negeri sipil
(PNS) berhemat, maka keluarlah Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2014 tentang Peningkatan
Efektivitas dan Efisiensi Kerja Aparatur Negara.
Di wilayah publik rupanya SE ini bukannya menciptakan penghematan yang
signifikan, namun memunculkan banyak perlawanan dari berbagai pihak
karena yang terjadi bukan penghematan namun pemborosan uang Negara dan
ancaman PHK di sektor perhotelan. Mengapa ? Mari kita diskusikan sejenak
melalui tulisan ini.
Maksud Hati Berhemat Bisa Jadi Bertambah Boros
Perintah Presiden Jokowi jelas: lakukan penghematan di sisi aparatur
negara. Namun perintah ini rupanya dilaksanakan terburu-buru oleh
Menteri PAN RB, dengan mengeluarkan SE No. 10/2014 tersebut. Bagaimana
mungkin rapat-rapat koordinasi yang mengundang peserta dari seluruh
Indonesia tidak dilakukan di fasilitas pertemuan, seperti hotel tetapi
di Kementerian atau kantor Kepala Daerah atau fasilitas TNI-POLRI yang
tidak mempunyai fasilitas penginapan? Apa betul menjadi lebih murah?
Selain persoalan biaya yang belum tentu lebih murah, mungkin ketersedian
ruangan juga akan menjadi masalah karena tidak semua Kementerian,
Pemerintah Daerah dan TNI-POLRI mempunyai fasilitas yang cukup untuk
menampung acara pembahasan atau diskusi atau rapat yang melibatkan
banyak banyak peserta dari seluruh Indonesia.
Untuk jelasnya mari kita hitung berapa kira-kira kerugian atau
keuntungan yang di dapat oleh Pemerintah jika SE Menpan RB diterapkan
per 1 Desember 2014. Contoh berikut merupakan perhitungan harga Hotel
bintang 5 di Kota Yogyakarta yang digunakan untuk rapat atau pertemuan.
Biaya paket hotel full board meeting selama 2 hari dengan 50 kamar
sharing (2 orang/kamar), termasuk coffee break (2x) makan siang dan
malam serta semua fasilitas meeting. Dengan fasilitas kamar deluxe
(standard) untuk 2 orang/kamar menginap harganya Rp 875.000 net. Kalau
mau 1 kamar 1 orang Rp 1,2 juta net. Harga tersebut bisa lebih murah
(diskon) kalau kamar yang disewa lebih dari 100 kamar dengan waktu
menginap minimal 3 hari.
Kalau rapat diselenggarakan di hotel bintang 4 dengan fasilitas kurang
lebih sama dengan di atas, harganya antara Rp 450.000 - Rp
575.000/hari/2 orang. Sedangkan untuk hotel bintang 3 dengan fasilitas
yang kurag lebih sama harganya Rp 375.000 - Rp 450.000/hari/2 orang. Ini
data di Yogyakarta.
Bandingkan jika penyelenggaraan rapat/diskusi/meeting dilakukan di
kantor Kementerian/Pemda/fasilitas TNI-POLRI, seperti yang diatur oleh
Menpan RB melalui SE No. 10/2014, maka penyelenggara harus menyediakan
biaya ekstra 2 x coffee break dan 2 x makan (lunch and dinner), sewa A/C
(karena banyak gedung di daerah tidak full A/C), sewa generator untuk
cadangan kalau PLN ngadat dan biaya kamar di hotel karena jarang
Kementerian yang mempunyai fasilitas penginapan. Belum lagi biaya lembur
pegawai yang mengurus ruangan ditambah biaya listrik, air dan
sebagainya.
Biaya catering rata-rata di Yogyakarta sebesar Rp 125.000/pax/makan dan
coffee break Rp 25.000/pax/makan. Biaya tambahan listrik termasuk jika
harus sewa generator rata-rata Rp 5.000.000/hari. Belum termasuk bayar
lembur karyawan dan biaya-biaya lain.
Mari kita hitung jika rapat 3 hari di hotel bintang 5 di Yogyakarta
dengan peserta 100 orang full board. Kamar hotel sharing. Jadi total
biaya meeting yang diperlukan adalah: 50 kamar x 3 hari x Rp 875.000 net
= Rp 131.250.000.
Bandingkan jika diselenggarakan di Kementerian/Kantor Pemda/fasilitas
TNI-POLRI: 100 orang x 3 hari x (2 x Rp 125.000) + 100 x 3 hari x (2 x
Rp 25.000) = Rp 90.000.000. Lalu ditambah dengan biaya hotel di bintang 5
sharing room = 50 kamar x Rp 850.000/kamar = Rp 42.500.000.
Biaya tersebut masih ditambah misalnya sewa 2 bus selama 3 hari untuk
transportasi dari dan ke tempat rapat: (3 hari x 2 bus x Rp 2.000.000) =
Rp 12.000.000. Ditambah tips dan uang lembur penyelenggara sekitar Rp
10.000.000. Jadi total biaya jika rapat diselenggarakan di
Kementrian/fasilitas TNI-POLRI adalah: Rp 154.500.000
Kesimpulan dan Langkah ke Depan Pemerintah
Dengan contoh diatas terbukti bahwa rapat di Kementerian/Pemerintah
Daerah/fasilitas TNI-POLRI lebih mahal dibandingkan kalu dilaksanakan di
Hotel bintang 5. Rapat di luar Hotel menjadi lebih mahal sekitar Rp
23.250.000.
Saya berharap Kemen PAN-RB mempunyai hitung-hitungan yang komprehensif
sebelum membuat kebijakan. SE No. 1/2014 patut diduga tidak mempunyai
dasar penelitian yang komprehensif karena terbukti mengganggu usaha
pariwisata, khususnya industri perhotelan yang rata-rata kehilangan
sekitar 40% karena diberlakukannya SE No. 10/2014 ini. Jika ini terus
berlanjut, pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor perhotelan sulit
dihindari.
Syukurlah Menteri Pariwisata, Arif Yahya, telah bertemu untuk koordinasi
dengan Menteri PAN-RB, Yuddy Chrisnandi, Jumat 5 Desember 2014 lalu di
Jakarta. Intinya SE tersebut akan dirumuskan kembali supaya tidak
merugikan industri perhotelan. Kita tunggu langkah nyata Menpan-RB.
Apakah SE Menpan RB No. 10/2014 akan dibatalkan atau direvisi?
Saya setuju dengan keinginan Presiden untuk mendorong budaya berhemat di
lingkungan Pemerintahan tetapi tolong para Menteri melakukan kajian
yang cerdas sebelum mengeluarkan kebijakan, supaya dampaknya tidak
menyebar ke berbagai sektor yang malah merugikan ekonomi Indonesia. Cari
dan basmi penyebab pemborosan penyelenggaraan seminar dan rapat di
hotel-hotel. Jangan bunuh hotelnya dengan melarang kegiatan MICE
(Meeting, Incentive, Conference and Exhibition) di hotel-hotel.
*) Agus Pambagio adalah Pemerhati Kebijakan Publik dan Pelindungan Konsumen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar