BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Sabtu, 06 Desember 2014

Pengamat: KPK Harus Hati-hati

Oleh: Indra Hendriana

INILAHCOM, Jakarta - Kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, kembali mecuat setelah KPK menyebut ada tersangka baru.

Tidak tanggung-tanggung, KPK menyebutkan Wakil Presiden 2009-2014 Boediono, telah dijadikan tersangka.
Menurut Wakil Ketua KPK, Andan Pandu Praja, Boediono adalah orang yang ikut bertanggungjawab dalam kasus korupsi yang merugikan negara senilai Rp6,7 triliun itu.

Nah, anehnya saat kabar itu dikonfirmasi pada komisioner KPK yang lain, kabar itu ditepis. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyebut belum ada gelar perkara (ekspose) baru untuk menentukan tersangka baru dalam kasus ini.

Pengamat hukum dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Agustinus Pohan mengingatkan, sebaiknya KPK berhati-hati dalam setiap tindakannya. Sebab, pernyataan itu menyangkut nasib seseorang dimata hukum yang tidak boleh dipermainkan.

"Saya kira bila berkaitan dengan status hukum mantan wapres (Boediono) sebaiknya KPK berhati-hati agar tidak menimbulkan kegaduhan politik," kata Pohan melalui pesan singkat kepada INILAHCOM, Jumat (5/11/2014).

Menurut dia, jika benar Boediono sudah menjadi tersangka, maka harus dijelaskan dengan gamblang pada publik. Dimana letak kesalahan Boediono dan tindakan apa yang menjadikan dia ikut dijadikan tersangka.

"Disampaikan dalam suatu press conference yang secara khusus diadakan untuk itu dan dijelaskan secara terbuka," ujar Pohan.

Begitu juga jika kabar itu ditepis oleh komisioner KPK yang lainnya. KPK, kata dia, juga harus memberikan keterangan secara resmi. Hal itu untuk menekan spekulasi liar ditengah-tengah masyarakat yang menginginkan kasus ini segera diselesaikan.

"Pada hemat saya KPK harus secepatnya membuat klarifikasi," kata dia menutup.

Sekedar diketahui, dalam kasus ini KPK baru mengadili satu orang yakni Budi Mulya selaku mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia.
Di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, dia diganjar hukuman 10 tahun penjara denda Rp500 juta dan subsider lima bulan kurungan. Saat ini Budi Mulya tengah mengajukan banding.

Dalam amar putusan Budi Mulya terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan Boediono, Miranda Swaray Goeltom, Siti Chalimah Fadjrijah, (Alm) S Budi Rochadi, Muliaman Darmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono, Ardhayadi Mitodarwono, Raden Pardede, Robert Tantular, dan Hermanus Hasan Muslim. [gus]

Tidak ada komentar: