Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan pemerintah hingga kini masih menutup pintu bagi advokat asing untuk membuka kantor dan beracara secara langsung di Indonesia.
Namun kebijakan ini tidak bisa dipertahankan selamanya mengingat era pasar bebas dan globalisasi sekarang,
katanya dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Staf Ahli Menkumham Bidang Hubungan Antar-Lembaga, Agus Haryadi pada pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) ke-9 Persatuan Advokat Indonesia (Peradin), dan peringatan ulangtahun Peradin ke-53, di Hotel Grand Cempaka, Jakarta, Sabtu.
Munas yang dihadiri para pengurus wilayah dan cabang Peradin se-Indonesia itu memilih ketua umum Peradin periode 2017-2021 yang sebelumnya diduduki Prof Dr Frans Hendra Winarta SH MH.
Namun saat pandangan umum daerah-daerah atas laporan pertanggungjawaban Frans Hendra Winarta, seluruh peserta Munas meminta guru besar ilmu hukum Universitas Pelita Harapan, Serpong, itu memimpin kembali Peradin untuk masa bhakti selanjutnya.
Menggarisbawahi kebijakannya menutup pintu bagi advokat asing di Indonesia, Yasonna Laoly mengatakan pertimbangannya antara lain bahwa advokat Indonesia sendiri rata-rata masih belum siap bersaing secara terbuka dengan mereka.
Untuk itu, ia menyerukan kepada kalangan advokat Indonesia agar terus menempa diri karena masuknya advokat asing pasti tidak terbendung mengingat era pasar bebas sekarang.
Ia menambahkan Kementerian Hukum dan HAM pada 2017 saja sudah memberi persetujuan bagi permohonan 48 kantor hukum Indonesia untuk mempekerjakan advokat-advokat asing.
Fakta ini menunjukkan bahwa pasar jasa hukum dalam negeri cukup menarik bagi advokat asing, katanya.
Meski tidak banyak mendapat perhatian masyarakat, kata Yasonna Laoly, sebenarnya advokat asing bisa bekerja di Indonesia bukan hal baru karena kebijakan tersebut sudah ada lebih dari dua dekade.
Editor: B Kunto Wibisono