Ray Jordan - detikNews
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengajukan surat pengunduran diri
Sekretaris MA Nurhadi kepada Presiden Joko Widodo. Surat pengunduruan
diri tersebut telah disetujui Presiden Jokowi.
Sekretaris Kabinet
Pramono Anung mengatakan, surat pengunduran diri tersebut secara resmi
telah dikirimkan kepada Presiden Jokowi pada 22 Juli 2016. Dalam surat
itu, Nurhadi terhitung lepas dari jabatannya pada 1 Agustus 2016.
"Dengan
adanya surat MA tersebut maka Presiden telah memutuskan dan menyetujui
pemberhentian permintaan pengunduran diri tersebut melalui Surat
Keputusan Presiden Nomor 80 TPA tahun 2016. Dan surat itu telah
ditandatangani oleh Presiden pada tanggal 28 Juli berlaku efektif
terhitung 1 Agustus sesuai dengan permintaan saudara Nurhadi yang
mengajukan pengunduran dirinya," kata Pramono Anung di Kantornya, Gedung
Sekretariat Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Jumat (29/7/2016).
"Maka dengan demikian dengan pengunduran diri itu akan efektif pada tanggal 1 Agustus besok," tambah Pramono.
Pramono mengatakan, surat tersebut akan segera dikembalikan ke MA. Pasalnya harus ada proses pelegalan surat tersebut.
"Surat
ini akan kami serahkan dalam waktu-waktu ini. Karena baru kemarin
ditandatangani oleh Presiden dan sekaligus tentunya harus diundangkan,
diberi nomor dan sebagainya, prosesnya hari ini. Kalau dilihat proses
dari pengajuan tanggal 22 persetujuan tanggal 28, hanya butuh waktu 6
hari dan sudah selesai," kata Pramono.
Pramono tak merinci apakah
di surat itu sebutkan alasan pengunduran diri Nurhadi. Pramono hanya
menegaskan bahwa pengunduran diri Nurhadi itu adalah urusan internal di
MA.
"Urusan pengunduruan diri itu adalah urusan internal yang
bersangkutan di dalam MA. Karena surat Ketua MA kepada Presiden hanya
menyampaikan yang bersangkutan mengundurkan diri terhitung tanggal 1
Agustus," katanya.
Lalu, apakah sudah ada nama pengganti Nurhadi?
"Tentunya
mekanisme penggantian itu melalui mekanisme yang sudah diatur dalam
undang-undang ASN. Dan Ketua MA akan mengajukan tiga nama dalam proses
TPA berikut ini dan kami mengharapkan supaya tidak terlalu lama,
sehingga kekosongan Sekretaris Mahkamah Agung ini tidak lama. Dan
tentunya dalam hal ini, pemerintah juga Presiden mempersilakan kepada
Ketua MA atau jajaran MA sebelum ada sekertaris definitif bisa menunjuk
PLT nya terlebih dahulu," jawab Pramono Anung.
Pengunduran diri
Nurhadi menjadi misteri sebab ia tengah diperiksa KPK berkali-kali.
Pemeriksaan itu terkait dugaan kasus korupsi atas dirinya dan KPK telah
menerbitkan surat penyelidikan atas Nurhadi. Hingga saat ini, Nurhadi
belum memberikan keterangan resmi atas pengunduran dirinya.
(jor/asp)
Blog ini merupakan kumpulan berita dari berbagai media elektronik, terutama yang berkaitan dengan langkah-langkah nyata dari seseorang/lembaga dalam rangka menegakan kebenaran, dan semoga blog ini akan berguna bagi pembaca.
BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN
Jumat, 29 Juli 2016
Surat Pemberhentian Nurhadi Sebagai Sekretaris MA Sudah Diteken Presiden
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo sudah menerima surat pengunduran diri dari Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.
Surat tersebut diterima Presiden Jokowi pekan lalu. Jokowi juga sudah menerbitkan Keputusan Presiden untuk menindaklanjuti surat Nurhadi itu.
"Keppres pemberhentian sudah diteken Presiden," kata Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi Sapto Prabowo saat dikonfirmasi, Jumat (29/7/2016).
Menurut Johan, Keppres sudah ditandatangani Presiden antara Senin sampai Kamis pekan ini. Dengan ditandatanganinya Keppres ini, Nurhadi resmi berhenti dari jabatannya sebagai Sekretaris MA maupun Pegawai Negeri Sipil.
Diberitakan sebelumnya, Nurhadi Abdurachman mengajukan pengunduran diri dari jabatannya di MA dan pegawai negeri sipil.
Surat pengunduran diri ditujukan ke Presiden Joko Widodo dan Badan Kepegawaian Negara.
Hingga kemarin, belum diketahui alasan Nurhadi mengundurkan diri. "Pensiun dini, masih menunggu SK (Surat Keterangan) Pensiun dari BKN dan pemberhentian dari Sekretaris MA oleh Presiden," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, saat dikonfirmasi, Kamis (28/7/2016).
Nama Nurhadi menjadi sorotan dalam sejumlah perkara hukum, khususnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua KPKAgus Rahardjo membenarkan bahwa ia telah menandatangani Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) terkait Nurhadi.
Nurhadi diduga terlibat dalam kasus suap yang melibatkan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam fakta persidangan, Nurhadi diduga ikut mengatur perkara hukum sejumlah perusahaan yang berada di bawah Lippo Group.
Saat dilakukan penggeledahan di kediaman kediaman milik Nurhadi, penyidik KPK menyita sejumlah dokumen dan uang sebesar Rp1,7 miliar dalam pecahan berbagai mata uang asing.
Penyidik juga menemukan adanya sejumlah dokumen dalam keadaan sobek dan sudah berada di kloset. Tidak hanya itu, penyidik juga menemukan sejumlah uang di kloset.
Nurhadi diduga terkait kasus suap sejumlah perkara yang melibatkan beberapa perusahaan di bawah Lippo Group. (Baca:Sekretaris MA Diduga Terlibat Perkara Suap Lippo Group)
Hal tersebut terungkap dalam persidangan terkait kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Nama Nurhadi disebut beberapa saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Salah satunya oleh pegawai bagian legal PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti.
Dalam persidangan, Jaksa menunjukkan barang bukti berupa dokumen berisi tabel penjelasan masing-masing perkara hukum yang dihadapi perusahaan di bawah Lippo Group.
Dokumen dalam bentuk memo itu juga berisi target penyelesaian kasus. Dalam pemeriksaan saksi, diketahui bahwa dokumen tersebut disiapkan Hesti untuk diberikan kepada Presiden Komisaris Lippo Group dan promotor, yang belakangan diketahui sebagai Sekretaris MA, Nurhadi.
Surat tersebut diterima Presiden Jokowi pekan lalu. Jokowi juga sudah menerbitkan Keputusan Presiden untuk menindaklanjuti surat Nurhadi itu.
"Keppres pemberhentian sudah diteken Presiden," kata Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi Sapto Prabowo saat dikonfirmasi, Jumat (29/7/2016).
Menurut Johan, Keppres sudah ditandatangani Presiden antara Senin sampai Kamis pekan ini. Dengan ditandatanganinya Keppres ini, Nurhadi resmi berhenti dari jabatannya sebagai Sekretaris MA maupun Pegawai Negeri Sipil.
Diberitakan sebelumnya, Nurhadi Abdurachman mengajukan pengunduran diri dari jabatannya di MA dan pegawai negeri sipil.
Surat pengunduran diri ditujukan ke Presiden Joko Widodo dan Badan Kepegawaian Negara.
Hingga kemarin, belum diketahui alasan Nurhadi mengundurkan diri. "Pensiun dini, masih menunggu SK (Surat Keterangan) Pensiun dari BKN dan pemberhentian dari Sekretaris MA oleh Presiden," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, saat dikonfirmasi, Kamis (28/7/2016).
Nama Nurhadi menjadi sorotan dalam sejumlah perkara hukum, khususnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua KPKAgus Rahardjo membenarkan bahwa ia telah menandatangani Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) terkait Nurhadi.
Nurhadi diduga terlibat dalam kasus suap yang melibatkan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam fakta persidangan, Nurhadi diduga ikut mengatur perkara hukum sejumlah perusahaan yang berada di bawah Lippo Group.
Saat dilakukan penggeledahan di kediaman kediaman milik Nurhadi, penyidik KPK menyita sejumlah dokumen dan uang sebesar Rp1,7 miliar dalam pecahan berbagai mata uang asing.
Penyidik juga menemukan adanya sejumlah dokumen dalam keadaan sobek dan sudah berada di kloset. Tidak hanya itu, penyidik juga menemukan sejumlah uang di kloset.
Nurhadi diduga terkait kasus suap sejumlah perkara yang melibatkan beberapa perusahaan di bawah Lippo Group. (Baca:Sekretaris MA Diduga Terlibat Perkara Suap Lippo Group)
Hal tersebut terungkap dalam persidangan terkait kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Nama Nurhadi disebut beberapa saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Salah satunya oleh pegawai bagian legal PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti.
Dalam persidangan, Jaksa menunjukkan barang bukti berupa dokumen berisi tabel penjelasan masing-masing perkara hukum yang dihadapi perusahaan di bawah Lippo Group.
Dokumen dalam bentuk memo itu juga berisi target penyelesaian kasus. Dalam pemeriksaan saksi, diketahui bahwa dokumen tersebut disiapkan Hesti untuk diberikan kepada Presiden Komisaris Lippo Group dan promotor, yang belakangan diketahui sebagai Sekretaris MA, Nurhadi.
Kapolri Utus Kadiv Humas Temui Haris Azhar Klarifikasi Curhatan Freddy Budiman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri akan mengklarifikasi kebenaran soal cerita Freddy Budiman yang curhat ke Koordinator KontraS, Haris Azhar, dimana Freddy memberikan sejumlah setoran hingga miliaran ke BNN dan pejabat Polri.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengaku sudah memerintahkan Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar secepatnya menemui Haris Azhar.
"Saya sudah tugaskan Kadiv Humas ketemu dengan Pak Haris. Supaya diketahui informasi tepatnya seperti apa. Yang beredar di viral ini informasi tidak jelas, ada disebutkan Polisi ada BNN dan lain-lain," ujar Tito, Jumat (28/7/2016) di Mabes Polri.
Tito melanjutkan nantinya apabila dari hasil pertemuan antara Kadiv Humas dengan Haris bisa didapatkan data lengkap, maka itu akan di ditindaklanjuti oleh Polri.
Namun apabila tidak ada data lengkap, menurut Tito bisa saja itu adalah alasan dari Freddy untuk menunda eksekusi mati.
Lagi-lagi soal beredarnya viral curhatan Freddy pada Haris soal Freddy memberikan uang setoran hingga Miliaran pada Polri dan BNN, ditegaskan Tito itu hanya informasi.
"Yang beredar ini informasi, bukan kesaksian karena dia (Haris) mendengar dari orang lain. Saya intinya sudah tugaskan Kadiv Humas temui Harris secepat mungkin. Apa ada data detail atau segitu saja," katanya.
Untuk diketahui, Koordinator KontraS, Haris Azhar dalam pesan singkatnya menceritakan bagaimana tereksekusi mati, Freddy Budiman pernah mengungkapkan dirinya memberi sejumlah uang kepada BNN sebagai 'Uang Setor' bisnis narkobanya.
"Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkoba, saya sudah memberi uang 450 Miliar ke BNN. Saya sudah kasih 90 Miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri," ujar Freddy kepada Harris sebelum dieksekusi.
"Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua, di mana si jenderal duduk di samping saya ketika saya menyetir mobil tersebut dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh barang narkoba. Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun,” cerita Harris mengutip Freddy, Jakarta, Jumat (29/7/2016).
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengaku sudah memerintahkan Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar secepatnya menemui Haris Azhar.
"Saya sudah tugaskan Kadiv Humas ketemu dengan Pak Haris. Supaya diketahui informasi tepatnya seperti apa. Yang beredar di viral ini informasi tidak jelas, ada disebutkan Polisi ada BNN dan lain-lain," ujar Tito, Jumat (28/7/2016) di Mabes Polri.
Tito melanjutkan nantinya apabila dari hasil pertemuan antara Kadiv Humas dengan Haris bisa didapatkan data lengkap, maka itu akan di ditindaklanjuti oleh Polri.
Namun apabila tidak ada data lengkap, menurut Tito bisa saja itu adalah alasan dari Freddy untuk menunda eksekusi mati.
Lagi-lagi soal beredarnya viral curhatan Freddy pada Haris soal Freddy memberikan uang setoran hingga Miliaran pada Polri dan BNN, ditegaskan Tito itu hanya informasi.
"Yang beredar ini informasi, bukan kesaksian karena dia (Haris) mendengar dari orang lain. Saya intinya sudah tugaskan Kadiv Humas temui Harris secepat mungkin. Apa ada data detail atau segitu saja," katanya.
Untuk diketahui, Koordinator KontraS, Haris Azhar dalam pesan singkatnya menceritakan bagaimana tereksekusi mati, Freddy Budiman pernah mengungkapkan dirinya memberi sejumlah uang kepada BNN sebagai 'Uang Setor' bisnis narkobanya.
"Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkoba, saya sudah memberi uang 450 Miliar ke BNN. Saya sudah kasih 90 Miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri," ujar Freddy kepada Harris sebelum dieksekusi.
"Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua, di mana si jenderal duduk di samping saya ketika saya menyetir mobil tersebut dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh barang narkoba. Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun,” cerita Harris mengutip Freddy, Jakarta, Jumat (29/7/2016).
Polisi tangkap oknum PNS kasus penipuan
Pewarta: Nanang Mairiadi
Jambi (ANTARA News) - Anggota Polresta Jambi menangkap seorang oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjabat Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Sarolangun, Jambi, terkait kasus penipuan atau penggelapan penerimaan praja IPDN tahun lalu.
Kabubag Humas Polresta Jambi, AKP Sri Kurniati, di Jambi, Jumat, membenarkan bahwa anggota Tindak pidana tertentu Sat Reskrim Polresta Jambi, telah melakukan pengungkapan kasus penipuan atau penggelapan yang dilakukan oleh seorang oknum PNS di Kabupaten Sarolangun, Jambi atas laporan korban ke Polresta.
Berdasarkan surat laporan pelapor atau korban bernama Aznawi Zakatia (52) pekerjaan PNS dengan nomor surat LP/B-885/X/2015/jambi/SPKT I tertanggal 1 Oktober 2015, kemudian dilakukanlah pengembangan dan akhirnya tersangka atau pelaku bernama Thamrin (50) berhasil ditangkap tanpa perlawanan di kantornya Dinas Kesehatan Kabupaten Sarolangun setelah tidak ada upaya damai secara kekeluargaan.
Kronologis kejadian dimana tersangka Thamrin awalnya menawarkan kepada korban bahwa dia bisa meluluskan anak korban yang sedang ikut tes seleksi praja IPDN melalui jalur khusus atau sisipan dengan persyaratan membayar sejumlah uang.
Korban yang yakin atas bujukan pelaku akhirnya kemudian menyerahkan uang tunai sebesar Rp300 juta untuk biaya masuk anaknya ke IPDN dalam program khusus dan setelah uang diserahkan ternyata anak korban tidak lulus seleksi praja IPDN.
Dari tersangka dan pelapor polisi sudah menyita barang bukti beruapa kwitansi penyerahan yang senilai Rp300 juta kepada tersangka dan kini penyidik Polrestra Jambi akan terus memeriksa korban dan saksi.
Kini tersangka Thamrin masih menjalani proses pemeriksaan dan yang bersangkutan masih ditahan di sel tahanan Mapolresta Jambi.
Jambi (ANTARA News) - Anggota Polresta Jambi menangkap seorang oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjabat Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Sarolangun, Jambi, terkait kasus penipuan atau penggelapan penerimaan praja IPDN tahun lalu.
Kabubag Humas Polresta Jambi, AKP Sri Kurniati, di Jambi, Jumat, membenarkan bahwa anggota Tindak pidana tertentu Sat Reskrim Polresta Jambi, telah melakukan pengungkapan kasus penipuan atau penggelapan yang dilakukan oleh seorang oknum PNS di Kabupaten Sarolangun, Jambi atas laporan korban ke Polresta.
Berdasarkan surat laporan pelapor atau korban bernama Aznawi Zakatia (52) pekerjaan PNS dengan nomor surat LP/B-885/X/2015/jambi/SPKT I tertanggal 1 Oktober 2015, kemudian dilakukanlah pengembangan dan akhirnya tersangka atau pelaku bernama Thamrin (50) berhasil ditangkap tanpa perlawanan di kantornya Dinas Kesehatan Kabupaten Sarolangun setelah tidak ada upaya damai secara kekeluargaan.
Kronologis kejadian dimana tersangka Thamrin awalnya menawarkan kepada korban bahwa dia bisa meluluskan anak korban yang sedang ikut tes seleksi praja IPDN melalui jalur khusus atau sisipan dengan persyaratan membayar sejumlah uang.
Korban yang yakin atas bujukan pelaku akhirnya kemudian menyerahkan uang tunai sebesar Rp300 juta untuk biaya masuk anaknya ke IPDN dalam program khusus dan setelah uang diserahkan ternyata anak korban tidak lulus seleksi praja IPDN.
Dari tersangka dan pelapor polisi sudah menyita barang bukti beruapa kwitansi penyerahan yang senilai Rp300 juta kepada tersangka dan kini penyidik Polrestra Jambi akan terus memeriksa korban dan saksi.
Kini tersangka Thamrin masih menjalani proses pemeriksaan dan yang bersangkutan masih ditahan di sel tahanan Mapolresta Jambi.
Langganan:
Postingan (Atom)