Depok (ANTARA News) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Depok menahan tersangka kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) alat kesehatan yang merupakan mantan anggota DPRD Jawa Barat, Bambang Beny Erawan (BBE).
"Setelah cukup bukti kami langsung menahan tersangka, untuk masa 20 hari ke depan," kata Kepala Kejari Kota Depok, Zulkifli Siregar, di Depok, Kamis.
Ia mengatakan Bambang Beny Erawan anggota DPRD Jawa Barat periode 1999 2004, dari fraksi PKS, langsung dijebloskan ke Lapas Pondok Rajeg, Cibinong, Jawa Barat.
Menurut dia, penahanan tersebut didasari bukti dan keterangan saksi, seperti kwitansi penerimaan uang dalam transaksi pengadaan alat kesehatan melalui dana Bansos senilai Rp125 juta.
"Bukti penerimaan uang terungkap dalam proses persidangan dana bansos sebelumnya," ujarnya.
Dalam keterangannya sebagai saksi waktu persidangan kasus bansos sebelumnya, BBE mengakui menerima uang tersebut, sehingga statusnya ditingkatkan menjadi tersangka.
Tersangka kata Kajari akan dijerat dengan pasal 2 dan pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun penjara.
Sementara itu, Plt Kasi Pidsus Kejari Depok, Rohim mengatakan penahanan tersebut dilakukan setelah ada bukti yang cukup untuk melakukan penahanan.
"Buktinya sudah cukup jadi perlu kita tahan," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum tersangka, Deden Syuqron mengatakan apa yang dilakukan kliennya bukan sebagai perbuatan korupsi.
"Tersangka dalam posisi yang tidak melakukan apa pun," katanya.
Ia menjelaskan bahwa memang ada pelaku yang melakukan perbuatan melawan hukum tersebut sebagai aktor intelektual dalam kasus tersebut.
Sebelumnya pada 18 Oktober 2010, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan vonis satu tahun penjara dan denda Rp50 juta kepada terdakwa kasus korupsi dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu Mien Hartati (56).
Sedangkan Direktur Utama PT Karya Profesi Mulia (KPM), Yusuf Effendi divonis oleh majelis hakim selama 15 bulan. Keduanya dinilai bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara mengalami kerugian senilai Rp132,2 juta.
Majelis hakim menilai kedua terdakwa secara sah dan meyakinkan menyalahgunakan dana bantuan sosial senilai total Rp 800 juta untuk Dinas Kesehatan Kota Depok. Mien Hartati merupakan mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok, sedangkan Yusuf Effendi, Direktur Utama PT Karya Profesi Mulia (KPM). (F006/KWR/K004)
Jumhur Ingatkan Aparatnya Tidak berkolusi
Liputan6.com, Cipanas: Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat, meminta petugas di lapangan maupun aparat di jajarannya tidak bermain mata dengan kalangan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PPKIS-dahulu PJTKI) dalam menjalankan tugas pelayanan TKI.
Sehingga tanggungjawab yang diemban dalam memartabatkan TKI berkualitas tidak terganggu dan sebaliknya membawa hasil maksimal jika dilakukan dengan benar sekaligus jujur. "Bekerjasama dengan para pengusaha pengerah jasa TKI tentu saja tidak dilarang, namun jangan sekali-kali bermain mata alias bekerjasama dalam hal perkeliruan bersama mereka," kata Jumhur di Cipanas, Jawa Barat, Rabu (5/1).
Dikatakan, yang dimaksud bekerjasama dalam hal perkeliruan adalah saling membelokkan tujuan pemartabatan atau upaya membangun kualitas TKI ke arah mencari keuntungan materi semata-mata. "Dengan demikian, keberadaan calon TKI dan nasib TKI hanya ditentukan oleh permainan kerjasama perkeliruan, karenanya permasalahan TKI pun dikorbankan dan menjadi amburadul," ujarnya. Sementara itu, tugas melayani calon TKI/TKI yang betul-betul bertanggungjawab sebagaimana diharapkan publik cenderung diabaikan.
Apalagi, lanjut Jumhur, di sekitar TKI banyak terdapat PPTKIS "hitam" yang tidak mungkin sejalan visinya untuk menciptakan kemartaban TKI, kecuali membuat calon TKI/TKI untuk kepentingan "ladang" binisnya yang terkadang pelaksanaannya juga diikuti pelanggaran hukum.
Diakui oleh Jumhur, bermain mata dengan PPTKIS merupakan sikap mental aparatur pemerintah yang buruk dan bisa membawa risiko penistaan pada kehidupan TKI. Ia mengingatkan, semangat melayani TKI yang kuat tanpa bermain mata dengan PPKIS, diperlukan dari setiap proses pelayanan, baik proses penyelesaian dokumen calon TKI, pengawasan PPTKIS yang memberangkatkan TKI, maupun dalam memberi perlindungan pada masalah TKI. (BNP2TKI/ARI)
Sehingga tanggungjawab yang diemban dalam memartabatkan TKI berkualitas tidak terganggu dan sebaliknya membawa hasil maksimal jika dilakukan dengan benar sekaligus jujur. "Bekerjasama dengan para pengusaha pengerah jasa TKI tentu saja tidak dilarang, namun jangan sekali-kali bermain mata alias bekerjasama dalam hal perkeliruan bersama mereka," kata Jumhur di Cipanas, Jawa Barat, Rabu (5/1).
Dikatakan, yang dimaksud bekerjasama dalam hal perkeliruan adalah saling membelokkan tujuan pemartabatan atau upaya membangun kualitas TKI ke arah mencari keuntungan materi semata-mata. "Dengan demikian, keberadaan calon TKI dan nasib TKI hanya ditentukan oleh permainan kerjasama perkeliruan, karenanya permasalahan TKI pun dikorbankan dan menjadi amburadul," ujarnya. Sementara itu, tugas melayani calon TKI/TKI yang betul-betul bertanggungjawab sebagaimana diharapkan publik cenderung diabaikan.
Apalagi, lanjut Jumhur, di sekitar TKI banyak terdapat PPTKIS "hitam" yang tidak mungkin sejalan visinya untuk menciptakan kemartaban TKI, kecuali membuat calon TKI/TKI untuk kepentingan "ladang" binisnya yang terkadang pelaksanaannya juga diikuti pelanggaran hukum.
Diakui oleh Jumhur, bermain mata dengan PPTKIS merupakan sikap mental aparatur pemerintah yang buruk dan bisa membawa risiko penistaan pada kehidupan TKI. Ia mengingatkan, semangat melayani TKI yang kuat tanpa bermain mata dengan PPKIS, diperlukan dari setiap proses pelayanan, baik proses penyelesaian dokumen calon TKI, pengawasan PPTKIS yang memberangkatkan TKI, maupun dalam memberi perlindungan pada masalah TKI. (BNP2TKI/ARI)