JAKARTA - Kapolri
Jenderal Tito Karnavian mengundang Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
(MUI) KH Ma’ruf Amin untuk membahas polemik fatwa bernomor 56 Tahun 2016
perihal larangan penggunaan atribut Natal oleh umat Islam. Pertemuan
antara Tito dan Kiai Ma’ruf digelar di rumah dinas Kapolri di Jalan
Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (20/12) malam.
Hasil pertemuan itu adalah kesepakatan
antara Polri dan MUI. Pertama, MUI tidak membenarkan sosialisasi fatwa
menggunakan tindakan inkonstitusional seperti sweeping.
Kedua, Polri akan membantu MUI
mensosialisasikan fatwa itu secara persuasif. Menurut Tito, pihaknya
akan melakukan tindakan hukum terhadap elemen masyarakat yang melakukan
sweeping atas dasar fatwa MUI.
"Bila ada sweeping apalagi pelanggaran
hukum seperti kasus Solo, itu tidak benar. Saya sudah perintahkan
Kapolda Jawa Tengah bentuk tim dan lakukan langkah hukum untuk menjamin
masyarakat," kata Tito yang didampingi Ma'ruf Amin.
Selain itu, perlu ada koordinasi di antara
para pemangku kepentingan terkait sosialisasi fatwa itu dengan
melibatkan TNI dan Polri. Sehingga paham dan melakukan langkah
preventif," tambah Tito.
Tito menambahkan, fatwa MUI sifatnya
berupa imbauan kepada umat Islam. Karenanya mantan Kapolda Metro Jaya
itu menegaskan bahwa fatwa MUI bukan produk hukum positif seperti
undang-undang yang harus dieksekusi.
"Fatwa ini lebih kepada upaya imbauan yang
ditunjukan warga muslim berkaitan penggunaan atribut natal. Dan itu
tidak bersifat mengikat," tegas Tito.
Sementara Kiai Ma'ruf menegaskan, MUI
tidak bisa membenarkan sosialisasi fatwa dengan cara sweeping. Sebab,
aksi sweeping adalah perbuatan melawan hukum.
"MUI secara tegas tidak membenarkan adanya
sweeping yang dilakukan pihak tertentu. Dan ormas lainnya, tentu kami
minta sweeping dihentikan," jelas Ma'ruf.
Di sisi lain Ma'ruf mengatakan, fatwa itu
sebagai respins atas permintaan sejumlah ormas Islam. Fatwa itu
bertujuan agar tidak ada pemaksaan penggunaan atribut Natal kepada
pegawai yang beragama Islam.
Karenanya Ma'ruf juga mengimbau para
pengusaha agar tidak memaksa para pegawainya yang berbeda keyakinan
untuk menggunakan atribut Natal. Dia juga meminta Polri untuk menindak
tegas pihak yang kedapatan melakukan pemaksaan.
Namun demikian, Ma'ruf mengakui bahwa
adanya kesalahan penafsiran yang ditangkap oleh ormas terkait fatwa ini.
Seharusnya, fatwa disosialisasikan dengan persuasif baik oleh ormas,
Polri, ataupun instansi terkait.
"Maka pertemuan dibuat kesepakatan bahwa
edukasi fatwa pada masyarakat akan dilakukan bersama termasuk pemerintah
daerah dan aparat terkait. Kalau pakai atribut terpaksa itu jadi
tanggung jawab pribadi artinya dosa sendiri karena ada fatwa penggunaan
atribut sendiri," tandas dia.(mg4/jpnn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar