INILAHCOM, Jakarta - Aliansi Aktivis Dukung Prabowo-Hatta sebagai capres/cawapres untuk Pilpres 2014 dideklarasikan di Jakarta pada Senin (19/5/2014).
Deklarasi melibatkan massa sekitar 1.000 orang, dipimpin mantan aktivis mahasiswa Institut Teknologi Bandung era 80-an Syahganda Nainggolan yang juga Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC). Sedangkan elemen massa mewakili organisasi perburuhan, mantan aktivis mahasiswa, ekponen kepemudaan, serta sejumlah penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat.
"Setelah mempelajari kemunculan calon kandidat presiden dan wakil presiden Indonesia 2014-2019 dengan pandangan yang kritis dan hati-hati, juga melihat visi misi berikut rekam jejak mereka, maka terdapat kesesuaian tujuan kami dengan Calon Presiden Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto dan Calon Wakil Presiden Ir Hatta Rajasa," ujar Syahganda, dalam orasinya di depan massa yang digelar di Bundaran Hotel Indonesia itu.
Dukungan kepada Pasangan Prabowo-Hatta antara lain didasarkan keinginan para aktivis untuk menegakkan kedaulatan bangsa, menghadirkan peran negara yang kuat sekaligus adil dalam melindungi rakyat kecil, di samping mampu mewujudkan aspek kesejahteraannya.
"Kami juga mengharapkan terciptanya harmoni dan gotong royong di dalam kehidupan masyarakat, termasuk dapat membangun Indonesia ke arah bangsa besar berdaya saing tinggi serta meletakkan rakyat sebagai subjek pembangunan. Inilah sikap dan semangat kami yang utama dalam mendukung pasangan capres/cawapres Prabowo Hatta," jelasnya.
Syahganda mengatakan, masyarakat sejauh ini menginginkan terwujudnya Indonesia yang berwibawa, berdaulat, anti terhadap praktik kapitalisme dan imperialisme asing yang kerap menghisap perekonomian bangsa, serta bercita cita agar taraf kehidupannya meningkat.
Sementara itu, Indonesia memerlukan pencapaian ekonomi tinggi sehingga bisa sejajar dengan bangsa-bangsa besar lainnya.
"Harapan ini kami letakkan ke pundak pasangan Prabowo-Hatta, karena merupakan dua sosok yang memiliki kemampuan untuk menuju kebangkitan negara dan bangsa, dengan merujuk pada kualifikasi baik pengalaman dalam memimpin maupun kapasitas lain yang memang sudah teruji, dan karena itu pula sangat pantas menjadi duet pemimpin nasional," ungkapnya.
Syahganda menambahkan, setelah Indonesia merdeka sepanjang 69 tahun, ternyata nasib bangsa masih dalam cengkeraman asing dan kompradornya yang melanjutkan esensi kolonialisme. Hal itu ditunjukkan dengan dominasi penguasaan aset-aset strategis bangsa berupa ladang minyak, tambang, hutan, dan sebagainya.
Pada saat bersamaan, katanya, rakyat Indonesia hanya menjadi penonton dan teralienasi atas pembangunan yang sedang berlangsung.
Menurutnya, sampai saat ini struktur masyarakat kolonial masih berlangsung dengan hakikat keberadaan bangsa sebagai bangsa kuli di dalam negeri dan di negara tetangga sampai ke Timur Tengah.
Di lain sisi, negara tidak tegas dalam menjamin kebutuhan lapangan kerja secara layak, adanya kehidupan bermartabat untuk rakyat, dan distribusi atas fungsi ekonomi yang adil bagi segenap rakyat.
"Kami juga melihat demokrasi yang ini berlangsung adalah demokrasi super liberal, yang mendudukkan wakil-wakil rakyat tidak amanah, tidak mengurus rakyatnya, dan cenderung sekadar membuat produk-produk legal yang mengokohkan dominasi asing atas bangsa kita, yakni dominasi kaum kapitalis atas rakyat miskin, selain mengekalkan politik anti kesejahteraan," sebutnya.
Syahganda menegaskan diperlukan terwujudnya reformasi agraria (landreform) di bidang pertanian dan penghentian merajalelanya sistem kontrak atau 'outsourcing' di bidang hubungan kerja perburuhan agar penistaan nasib rakyat kecil tidak semakin berkepanjangan. [rok]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar