Hasil kajian Lembaga Pengawas Pelayanan Publik, Perwakilan Ombudsman
Republik Indonesia (ORI) Provinsi Sulteng Tahun 2018, menemukan
banyaknya problematika perkebunan kelapa sawit di wilayah tersebut.
Kajian yang dimaksud meliputi aspek perizinan, aspek lingkungan, aspek penguasaan lahan, dan aspek pendapatan daerah/negara.
Kepala
Perwakilan ORI Sulteng, Sofyan Farid Lembah, Rabu (24/7), mengatakan,
selama 2018, pihaknya fokus mengkaji terjadinya maladministrasi dalam
perkebunan sawit di Kabupaten Buol, Tolitoli dan Morowali Utara (Morut).
Dari
hasil kajian, Ombudsman berpendapat bahwa dalam aspek perijinan,
terjadi perubahan izin lokasi perkebunan PT Agro Nusa Abadi yang
dilakukan Bupati Morowali Utara yang mengakibatkan perubahan luasan
areal perkebunan dari 19.675 hektare menjadi 7.244, 33 hektare.
Selain
itu, lanjut Sofyan, terjadi tumpang tindih izin antara PT Sinergi
Perkebunan Nusantara (SPN) dengan PT Rimbunan Alam Sentosa selaku anak
PT Agro Nusa Abadi dengan lahan transmigrasi dan lahan masyarakat yang
bersertifikat. Kemudian antara PT Total Energi Nusantara dengan area
pertanian PT Hardaya Inti Plantation dengan kawasan hutan, serta antara
PT Sonokeling Buana dengan hutan produksi terbatas.
Dari aspek
lingkungan, lanjut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng,
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buol, Tolitoli dan Morowali Utara tidak
maksimal dalam melaksanakan kewajiban pengawasan pengelolaan lingkungan
di perkebunan, karena masih terdapat aktivitas pembakaran sisa tandan
buah sawit di sekitar areal pabrik.
"Pengolahan limbah juga belum
maksimal, di mana perusahaan tidak melakukan pelaporan pengelolaan
lingkungan secara berkala dan pencemaran lingkungan lainnya," ujarnya.
Kemudian
dari aspek pendapatan daerah/Negara, pihaknya menurut Sofyan,
menemukan tidak adanya pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan
Dr sebesar Rp12 miliar untuk kepentingan perluasan perkebunan kelapa
sawit.
"Kewajiban ini tidak dilakukan oleh PT Sonokeling Buana
saat melakukan land clearing seluas 4000 hektar di luar lahan plasma,"
kata Farid
Menurutnya, jika merujuk pada perhitungan potensi
sumber daya hutan versi PT Sonokeling Buana, maka hanya teridentifikasi
14 meter kubik per hektare. Hal ini, kata dia, berpotensi merugikan
negara hingga miliaran rupiah akibat tindakan pemerintah daerah yang
lalai dalam melakukan penagihan.
Lebih lanjut dia mengatakan,
sebagian lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Tolitoli dan
Kabupaten Morowali Utara juga masih terdaftar sebagai objek pajak PBB
P2. Padahal lahan tersebut telah dikuasai dan digunakan untuk
kepentingan perkebunan oleh perusahaan kelapa sawit.
"Namun masyarakat yang mengklaim kepemilikan masih ditagihkan PBB P2 oleh pemerintah daerah setempat," ujarnya.
Untuk
itu, kata dia, pihaknya menyarankan kepada Polda Sulteng untuk
melakukan penyelidikan terhadap mantan Kepala Bidang Planologi Dinas
Kehutanan Kabupaten Tolitoli atas tindakannya menerbitkan izin
pemanfaatan kayu IPK kepada PT Total Energy Nusantara dan PT Citra Mulia
Perkasa CMP.
"Kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan
terhadap dugaan tindak pidana kehutanan yang dilakukan oleh PT
Sonokeling Buana yang melakukan pembukaan koridor di kawasan hutan
dengan KLHK dalam rangka penyelidikan aktivitas perkebunan dalam kawasan
hutan dan penyelidikan atas kepatuhan PT Sonokeling Buana yang belum
membayar tagihan PSDH Dr sebesar Rp12 miliar," ujar Sofyan.
Kontributor: Ikram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar