Hidayat Setiaji - detikNews
Jakarta -
Malam ini, para calon wakil presiden akan menjalani debat kandidat
dengan tema pembangunan sumber daya manusia (SDM) serta ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek). Diharapkan para calon memiliki program untuk
mengembangan SDM dan teknologi di bidang pertanian.
Demikian
dikemukakan Sutrisno Iwantono, Presiden Organisasi Kerja Sama Petani
Asia, kepada detikcom di Jakarta, Minggu (29/6/2014). Menurutnya, ada
sejumlah faktor yang menyebabkan SDM dan teknologi pertanian perlu
mendapat prioritas pengembangan.
Pertama adalah lebih dari 45%
penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Kedua,
sektor pertanian menghasilkan pendapatan nasional yang terbesar
dibandingkan sektor-sektor lain.
"Ketiga, sektor pertanian adalah basic market. Pasar dasar untuk industri nasional," kata Iwantono.
Keempat,
sektor pertanian menyumbangkan pendapatan negara yang besar dalam
bentuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan
Pajak Penghasilan (PPh). Kelima, sektor pertanian menyumbangkan devisa
yang signifikan melalui ekspor.
"Oleh karena itu, sangat penting
bagi pemimpin kita selanjutnya untuk memprioritaskan pengembangan SDM
dan iptek di sektor pertanian," tutur Iwantono.
Teknologi
pertanian di Indonesia, lanjut Iwantono, memang tertinggal dibandingkan
negara-negara di kawasan. Ini tercermin dari produktivitas hasil pangan
yang rendah
Untuk padi, produktivitas di Indonesia adalah sekitar 5 ton per hektar.
"Di negara lain sudah 10 ton per hektar. Ini harus ditingkatkan lagi,
salah satunya dengan pendekatan teknologi," ucap Iwantono.
Contoh
lain, tambah Iwantono, adalah buah-buahan Indonesia yang tidak layak
ekspor. "Kita punya banyak jenis mangga dan pisang, tapi sulit diekspor
karena kualitasnya kurang memadai," sebutnya.
Iwantono
merekomendasikan pemerintahan mendatang untuk membangun fasilitas
penelitian dan pengembangan (research and development/R&D) sektor
pertanian di tiap-tiap kabupaten/kota. "Tiap-tiap pemkab/pemkot perlu
membuat pusat R&D. Sifatnya harus public service, bisa diakses
secara gratis," katanya.
Fasilitas R&D tersebut, menurut
Iwantono, tidak boleh seragam. "Harus local specific, sesuai potensi
daerah masing-masing. Misalnya daerah penghasil tebu, R&D harus
terkait dengan teknologi pengembangan tebu," paparnya.
Untuk
program ini, kata Iwantono, dibutuhkan perencanaan nasional yang khusus,
tenaga peneliti yang disiapkan secara nasional, dan tentunya anggaran.
Namun soal anggaran, tidak semua dibebankan ke pemerintah pusat karena
daerah lah yang menjadi ujung tombak.
"Atau bisa juga
memberdayakan pusat-pusat penyeluhan pertanian yang sudah ada. Sekarang
pusat penyuluhan pertanian itu tidak berjalan, mangkarak. Ini bisa
direvitalisasi untuk dijadikan R&D pertanian," papar Iwantono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar