Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Pasca operasi tangkap tangan KPK terhadap Janner Purba
dan Toton, Mahkamah Agung (MA) bergerak cepat. Badan Pengawas (Bawas) MA
langsung memeriksa Pengadilan Negeri Bengkulu, tempat kedua hakim itu
berdinas.
Janner dan Toton meminta Rp 1 miliar untuk bisa vonis
bebas Edy Santoni dan Syafei Syarif. Untuk menyelidiki apakah ada
permainan di aparat lainnya di pengadilan tersebut, Bawas MA bergerak ke
PN Bengkulu.
"Sudah, semua tim Bawas sudah turun. Semua yang
terkait kita periksa," kata Kepala Bawas MA hakim agung Sunarto saat
berbincang dengan detikcom, Rabu (1/6/2016).
Janner merupakan
hakim tipikor yang juga Ketua PN Kapahiang, Bengkulu. Bersama Toton dan
Siti Insirah mereka mengadili Edy dan Syafei. Dua terdakwa itu memesan
vonis bebas dan menyiapkan uang Rp 1 miliar untuk diserahkan kepada
Janner dan Toton.
Sebagai uang muka, kedua terdakwa menyetor Rp
500 juta. Lalu dilanjutkan menyetor Rp 150 juta pada Senin (23/5). KPK
yang mengendus ada kejanggalan membekuk Janner dan Toton. Aksi KPK itu
menangkal rencana jahat mereka yang akan memvonis bebas Edy dan Syafei
pada Selasa (24/5). Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK baru memintai
keterangan hakim Siti sebagai saksi.
"Kami tidak tinggal diam dan tidak hanya PN Bengkulu, tetapi juga laporan lain di berbagai daerah," ucap Sunarto.
Sebagaimana
diketahui, hasil penyidikan KPK menemukan tarif vonis bebas Edy dan
Syafei sebesar Rp 1 miliar. Uang itu disiapkan oleh keduanya agar
mendapatkan vonis bebas.
"Rp 1 miliar (fee vonis bebas).
Itu untuk putusan bebas," kata Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk
Andriati kepada wartawan, Selasa (31/5/2016).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar