Rivki - detikNews
Jakarta - Hakim ad hoc Mahkamah Agung (MA), Sophian Marthabaya
cuma diskorsing 13 bulan tak boleh bersidang karena memalsukan identitas
untuk poligami. Padahal, Komisi Yudisial (KY) mengusulkan Sophian
dengan hukuman pemecatan.
Tapi ancaman KY berubah saat sidang
etik majelis kehormatan hakim (MKH). Sidang etik yang dimayoritasi oleh
KY yaitu 4 suara melawan 3 suara tiba-tiba berubah suara. MKH hanya
memberikan hukuman skorsing kepada Sophian.
Padahal, di atas
angin KY seharusnya bisa menghukum Sophian dengan sanksi pemecatan tanpa
menerima hak pensiun. Lalu apa alasan KY?
"Tidak dipecat karena
sebagian alasannya dapat kita terima," ucap komisioner KY, Taufikurahman
Syahuri, usai sidang MKH, di Gedung MA, Jl Medan Merdeka Utara,
Jakarta, Kamis (21/5/2015).
Menurut Taufik alasan Sophian yang
memalsukan identitas supaya bisa poligami terbukti tidak memiliki itikad
buruk. Taufik mengatakan, alasan Sophian menikahi istri ketiganya untuk
mengobari mertua dari istri ketiganya.
"Pembelaan dia yang mengaku tidak memiliki itikad buruk dapat diterima majelis," ujarnya.
Namun
Taufik tidak sependapat bila sanksi Sophian dianggap ringan. Menurutnya
sanksi non palu 13 bulan tergolong berat. Sanksi itu dijatuhkan karena
masa kerja hakim Sophian juga berakhir 13 bulan lagi.
"Jadi begitu dia habis masa non palu, habis juga masa jabatannya sebagai hakim MA," pungkasnya.
Beda
Sophian, beda pula hakim Tri Hastanto. Hakim sederhana yang lama
bertugas di pedalaman itu dipecat oleh MKH meski telah mengakui
kesalahan terkait perselingkuhan dan bertaubat. Hakim Tri merupakan
hakim pintar, bersahaja dengan pengabdian 20 tahun di pelosok Indonesia.
Teman-temannya di PN Mataram bahkan memberikan dukungan dengan datang
langsung ke MA meminta hakim Tri tidak dipecat.
Tapi, beda
Sophian beda pula hakim Tri. Meski sama-sama mengakui perbuatannya dan
mengaku salah dan bertaubat, mengapa Sophian hanya diskorsing dan hakim
Tri dipecat?
(Rivki/Andi Saputra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar