Tempo.co
Buntut dari perdebatan panjang atas kewenangan pemberian izin
pelaksanaan reklamasi teluk Jakarta apakah berada di tangan Gubernur DKI
atau Menteri KKP, saat ini berujung pada moratorium yang dikeluarkan
Menteri Koordinator Kemaritiman yang sekaligus merupakan kesepakatan
bersama dari pemerintah.
Moratorium dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan reklamasi terkait
Amdal, dan sekaligus dalam rangka penyelarasan aturan reklamasi lintas
instansi yang berada dalam naungan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Tentu sikap pemerintah seperti ini menjadi pilihan dilematis, di satu
sisi pemerintah sudah mengeluarkan izin reklamasi, di sisi lain
terdapat perdebatan tentang kewenangan perizinan. Namun, pengembang
tentunya tidak boleh juga disalahkan begitu saja, toh mereka sudah
menggantongi izin pelaksanaan reklamasi itu sendiri.
Pakar Hukum Tata Negara, Iman Putra Sidin dalam komentarnya
mengatakan, Pengembang tidak bisa dianggap bersalah soal keluarnya
polemik siapa yang berwenang terhadap pemberian izin reklamasi apakah
Gubernur atau Menteri. “Mereka sudah mendapatkan izin untuk membangun
pantai utara Jakarta dan karenanya izin itu tidak bisa dengan mudah
dihentikan begitu saja oleh pemerintah,” ujarnya disalah satu surat
kabar, 9/5/2016.
Karena itu tidak jika beberapa pengamat kebijakan pemerintah serta
pakar hukum tata Negara berpendapat, kalau moratorium atau penghentian
sementara proyek reklamasi itu masih sangat bias tanpa adanya dasar
hukum yang jelas, dan hal itu bisa saja menjadi perbuatan melawan hukum.
Sebab moratorium itu sama saja memberikan sanksi bagi pengembang.
Ketidakpahaman cara berpikir pemerintah dalam menyelesaikan
masalahnya dengan cara moratorium itu. Saya menilai sebagai bentuk
ketidakan adilan pemerintah terhadap investor dalam hal ini para
pengembang proyek reklamasi 17 pulau di teluk Jakarta, karena
bagaimanapun pengembang adalah warga Negara yang harus dijamin haknya
oleh konstitusi/pemerintah yakni, berupa hak atas perlindungan dan
kepastian hukum.
Oleh karena itu, sangat beralasan jika kekhawatiran Gubernur DKI
Jakarta serta beberapa pengamat dan pakar menilai penghentian proyek
reklamasi melalui moratorium itu sangat memungkinkan dapat digugat oleh
para pengembang untuk meminta ganti rugi atas investasi mereka dalam
pengerjaan proyek reklamasi yang selama ini telah mereka kerjakan.
Jadi tak heran jika pakar hukum tata Negara Iman Putra Sidin itu
mengatakan, berapa besar biaya yang dikeluarkan? Solusi apa yang
diberikan pemerintah kepada pengembang yang sudah menghabiskan triliunan
rupiah untuk membiayai proses pengerjaan proyek reklamasi pantai utara
Jakarta itu?
Menurut saya, apa yang disampaikan oleh pakar hukum tata Negara itu
tentunya memiliki dasar hukum yang kuat. Beliau sangat memahami betul,
pelanggaran hukum apa yang telah dilakukan pemerintah atas keputusannya
itu. Karena seperti diketahui moratorium itu putuskan sepihak oleh
pemerintah tanpa mempertimbangkan dampak kerugian yang akan ditimbulkan
yang akan diterima pengembang dari penghentian proyek reklamasi
tersebut.
Padahal, pengembang hanyalah menjalankan program pembangunan
pemerintah DKI yang diamanatkan melalui surat izin pelaksanaan reklamasi
yang telah diberikan Gubernur DKI Jakarta sesuai peraturan UU dan
Keppres nomor 52 tahun 1995 untuk melakukan reklamasi dan revitalisasi
pantai utara Jakarta, yang belakangan diketahui proyek reklamasi 17
pulau tersebut sebagai bagian yang terintegrasi dengan program
pemerintah pusat dalam proyek garudanya.
Katanya, proyek reklamasi 17 pulau dan proyek Garuda di teluk Jakarta
itu diyakini Presiden sebagai upaya pemerintah dalam mengatasi
persoalan Ibukota Negara dari masalah banjir rob, penurunan muka tanah
yang diprediksi puluhan tahun kedepan akan menenggelamkan Jakarta, dan
selain itu proyek reklamasi tersebut juga sebagai usaha pemerintah untuk
menanggulangi kepadatan penduduk serta menata Ibukota dari kesemerautan
tata kota Jakarta akibat keterbatasan lahan hunian di DKI Jakarta.
Oleh sebab itu, saya menilai kebijakan moratorium reklamasi itu
merupakan contoh yang tidak baik dalam menciptakan iklim investasi yang
kondusif. Langkah ini dapat menjadi pelajaran buruk yang membuat
investor jera karena tidak adanya kepastian hukum.
Seharusnya, penyelesaian polemik reklamasi Teluk Jakarta akibat
perebutan kewenangan antarinstansi kementerian terkait dan pemerintah
daerah dalam memberikan izin reklamasi seperti ini, pemerintah pusat
cukup mengambil solusi dengan melakukan penyesuaian izin terhadap
syarat-syarat yang dibutuhkan, bukan malah member sanksi dengan
mengeluarkan moratorium. Semoga pemerintah dapat mengambil langkah yang
jauh lebih bijaksana dalam menyelesaikan masalahnya kedepan.
Jakarta, 11 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar