RMOL. Pemilihan Presiden tinggal menghitung hari, namun tidak satupun para capres memaparkan tentang persoalan ketahanan energi atau ancaman krisis minyak di Indonesia yang akan diusung sebagai program.
"Kondisi minyak mentah Indonesia saat ini dalam situasi bahaya. Usia ideal cadangan minyak kita akan habis sekitar 12 tahun mendatang. Jika tidak ditemukan lagi sumur-sumur baru yang potensial, maka sekitar tahun 2025 Indonesia akan menjadi negara pengimpor minyak nomor satu di dunia," kata Koordinator Indonesia Energy Watch (IEW), Syarief Rachman Wenno dalam keterangan pers yang diterima redaksi (Minggu, 27/4).
Syarief prihatin setiap saat tayangan media mempertontonkan para capres sibuk menggalang koalisi, saling serang dan membuka aib satu sama lainnya yang semua itu jauh panggang dari api atas persoalan minyak kita.
Persoalan minyak yang tak kalah penting disorot para capres terkait geopolitik migas internasional. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas menyatakan bahwa mineral right masih berada di tangan negara, namun sayangnya tidak memberikan kepastian seutuhnya kepada pihak nasional untuk dapat menjadi pihak pertama untuk menguasainya.
Dalam hemat Syarief, analisa tujuan historis perlu dilakukakan mengingat implementasi UU Migas ini tidak sepenuhnya murni berlatar belakang permasalahan migas internal Indonesia. Di dalam UU Migas di dalamnya juga tersirat sebuah tuntutan pihak internasional tertentu untuk melakukan perubahan struktural dalam perekonomian nasional. Jadi, sebenarnya UU Migas ini bisa dikatakan sebagai bentuk kompromi politik yang tidak memihak kepada rakyat Indonesia.
"Oleh sebab itu, Indonesia Energy Watch (IEW) menilai bahwa proses pencapresan juli mendatang, persoalan-persoalan krusial seperti kiris energy ataupun kiris minyak yang menderah bangsa Indonesia saat ini hendaklah menjadi tema utama dalam perdebatan siapa capres yang layak memimpin negara ini. Sehingga, rakyat tidal lagi membeli kucing dalam karung," demikian Syarief.[dem]
"Kondisi minyak mentah Indonesia saat ini dalam situasi bahaya. Usia ideal cadangan minyak kita akan habis sekitar 12 tahun mendatang. Jika tidak ditemukan lagi sumur-sumur baru yang potensial, maka sekitar tahun 2025 Indonesia akan menjadi negara pengimpor minyak nomor satu di dunia," kata Koordinator Indonesia Energy Watch (IEW), Syarief Rachman Wenno dalam keterangan pers yang diterima redaksi (Minggu, 27/4).
Syarief prihatin setiap saat tayangan media mempertontonkan para capres sibuk menggalang koalisi, saling serang dan membuka aib satu sama lainnya yang semua itu jauh panggang dari api atas persoalan minyak kita.
Persoalan minyak yang tak kalah penting disorot para capres terkait geopolitik migas internasional. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas menyatakan bahwa mineral right masih berada di tangan negara, namun sayangnya tidak memberikan kepastian seutuhnya kepada pihak nasional untuk dapat menjadi pihak pertama untuk menguasainya.
Dalam hemat Syarief, analisa tujuan historis perlu dilakukakan mengingat implementasi UU Migas ini tidak sepenuhnya murni berlatar belakang permasalahan migas internal Indonesia. Di dalam UU Migas di dalamnya juga tersirat sebuah tuntutan pihak internasional tertentu untuk melakukan perubahan struktural dalam perekonomian nasional. Jadi, sebenarnya UU Migas ini bisa dikatakan sebagai bentuk kompromi politik yang tidak memihak kepada rakyat Indonesia.
"Oleh sebab itu, Indonesia Energy Watch (IEW) menilai bahwa proses pencapresan juli mendatang, persoalan-persoalan krusial seperti kiris energy ataupun kiris minyak yang menderah bangsa Indonesia saat ini hendaklah menjadi tema utama dalam perdebatan siapa capres yang layak memimpin negara ini. Sehingga, rakyat tidal lagi membeli kucing dalam karung," demikian Syarief.[dem]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar