Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstiusi (MK) memutuskan Undang-Undang (UU) No.6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket DPR tidak berlaku lagi.

"Mengabulkan permohonan para pemohon dalam pengujian materiil," kata Ketua MK Mahfud MD, saat membacakan putusan pada sidang MK, di Jakarta, Senin.

Menurut Mahfud, keputusan ini diambil oleh sembilan hakim MK dalam Rapat Permusyarawatan Hakim (RPH) pada Rabu (26/1). Dalam RPH ini memutuskan bahwa UU No.6 Tahun 1954 tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan UU ini tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

MK menilai UU tentang Penetapan Hak Angket DPR ini tidak dapat diteruskan karena terdapat perbedaan sistem pemerintahan yang dianut dari konstitusi yang mendasarinya.

Menurut Mahfud, UU hak angket yang merupakan produk tahun 1954 ini harus dibatalkan karena isinya sistem presidensil.

"Di situ dikatakan presiden bisa membubarkan DPR, kalau berlaku celaka lagi. Di situ dikatakan bila DPR membentuk panitia angket dan presiden bisa membubarkan DPR," tegas Mahfud.

Mahfud menambahkan, dengan dibatalkannya UU ini, maka pembentukan dan pelaksanaan hak angket mengacu pada UU No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPR dan DPD (MD3). "Dalam UU tersebut juga mengatur tentang hak angket," katanya.

Ketua MK ini juga menyebut UU No.6 Tahun 1954 ini masih berlangsung jika tidak dibatalkan.

"Itu juga yang dulu jadi sumber konflik. Gus dur disidang panitia khusus, sidang dipimpin Bachtiar Hamzah. Gus Dur gugat ke pengadilan karena aturan harus di daftar ke Depkumham. Agar tidak ribut lagi, maka UU Hak Angket ini ke MD3 yang baru yang lama tidak berlaku sejak hari ini," tegasnya.

Sedangkan dari pihak pemohon, Bambang Supriyanto, mengaku senang karena telah turut serta mengoreksi tata hukum yang salah.

Menurut dosen senior Universitas Atmajaya Jakarta yang mengaku simpatisan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini tidak ada lagi celah untuk mempertentangkan pelaksanaan Hak Angket sebagai akibat adanya dualisme aturan.

"Dengan dikabulkannya ini, maka semua produk hukum yang dibuat berlandaskan UUDS dengan sistem parlementer yang bertentangan dengan UUD 1945 dengan sistem presidensiil berdasarkan analogi dengan keputusan ini menjadi tidak berlaku lagi," kata Bambang.
(J008/B010)