ERWIN DARIYANTO - detikNews
Elit partai politik sibuk bergerilnya, menjalin koalisi menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden pada 9 Juli mendatang. Selain sebagai syarat pengajuan capres dan cawapres yakni 25 persen perolehan suara pemilihan legislatif, koalisi juga digalang dengan harapan bisa mendulang perolehan suara di pilpres.
Direktur EKsekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan, koalisi di tingkat elit politik selama ini tidak bisa mempengaruhi pemilih dalam memberikan suara. Pemilih menurut dia akan melihat popularitas calon presiden yang diusung oleh partai politik atau gabungannya.
Bahkan popularitas mesin politik sebuah partai bisa tak bekerja saat popularitas capres yang diusung tidak terlalu tinggi. Mesin partai baru bekerja saat seorang capres memiliki popularitas di atas rata-rata.
"Koalisi yang tepat itu ya koalisi dengan rakyat," kata Qodari saat berbincang dengan detikcom, Senin (21/4/2014).
Dia mencontohkan pada putaran pertama pemilihan presiden 2004 lalu, gabungan perolehan suara partai pendukung Susilo Bambang Yudhoyono hanya 11 persen. Namun karena popularitas Yudhoyono waktu itu mencapai 40 persen suara, dalam pilpres pasangan yang diusung Partai Demokrat bisa meraup 34 persen suara. Perolehan ini sekaligus mengantarkannya ke putaran kedua.
"Sudah saatnya elit politik itu ketika ingin menjalin koalisi mendengarkan aspirasi kader di tingkat bawah," papar Qodari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar