BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 22 Desember 2016

Kapolri dan Ketua MUI Bertemu Bahas Fatwa, Inilah Hasilnya

JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengundang Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin untuk membahas polemik fatwa bernomor 56 Tahun 2016 perihal larangan penggunaan atribut Natal oleh umat Islam. Pertemuan antara Tito dan Kiai Ma’ruf digelar di rumah dinas Kapolri di Jalan Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (20/12) malam.
Hasil pertemuan itu adalah kesepakatan antara Polri dan MUI. Pertama, MUI tidak membenarkan sosialisasi fatwa menggunakan tindakan inkonstitusional seperti sweeping.
Kedua, Polri akan membantu MUI mensosialisasikan fatwa itu secara persuasif. Menurut Tito, pihaknya akan melakukan tindakan hukum terhadap elemen masyarakat yang melakukan sweeping atas dasar fatwa MUI.
"Bila ada sweeping apalagi pelanggaran hukum seperti kasus Solo, itu tidak benar. Saya sudah perintahkan Kapolda Jawa Tengah bentuk tim dan lakukan langkah hukum untuk menjamin masyarakat," kata Tito yang didampingi Ma'ruf Amin.
Selain itu, perlu ada koordinasi di antara para pemangku kepentingan terkait sosialisasi fatwa itu dengan melibatkan TNI dan Polri.  Sehingga paham dan melakukan langkah preventif," tambah Tito.
Tito menambahkan, fatwa MUI sifatnya berupa imbauan kepada umat Islam. Karenanya mantan Kapolda Metro Jaya itu menegaskan bahwa fatwa MUI bukan produk hukum positif seperti undang-undang yang harus dieksekusi.
"Fatwa ini lebih kepada upaya imbauan yang ditunjukan warga muslim berkaitan penggunaan atribut natal. Dan itu tidak bersifat mengikat," tegas Tito.
Sementara Kiai Ma'ruf menegaskan, MUI tidak bisa membenarkan sosialisasi fatwa dengan cara sweeping. Sebab, aksi sweeping adalah perbuatan melawan hukum.
"MUI secara tegas tidak membenarkan adanya sweeping yang dilakukan pihak tertentu. Dan ormas lainnya, tentu kami minta sweeping dihentikan," jelas Ma'ruf.
Di sisi lain Ma'ruf mengatakan, fatwa itu sebagai respins  atas permintaan sejumlah ormas Islam. Fatwa itu  bertujuan agar tidak ada pemaksaan penggunaan atribut Natal kepada pegawai yang beragama Islam.
Karenanya Ma'ruf juga mengimbau para pengusaha agar tidak memaksa para pegawainya yang berbeda keyakinan untuk menggunakan atribut Natal. Dia juga meminta Polri untuk menindak tegas pihak yang kedapatan melakukan pemaksaan.
Namun demikian, Ma'ruf mengakui bahwa adanya kesalahan penafsiran yang ditangkap oleh ormas terkait fatwa ini. Seharusnya, fatwa disosialisasikan dengan persuasif baik oleh ormas, Polri, ataupun instansi terkait.
"Maka pertemuan dibuat kesepakatan bahwa edukasi fatwa pada masyarakat akan dilakukan bersama termasuk pemerintah daerah dan aparat terkait. Kalau pakai atribut terpaksa itu jadi tanggung jawab pribadi artinya dosa sendiri karena ada fatwa penggunaan atribut sendiri," tandas dia.(mg4/jpnn

Tidak ada komentar: