BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 06 Juli 2021

BPOM Izinkan Dua Obat untuk Covid-19, Tapi Tidak Ada Ivermectin

 Dini Afrianti Efendi

Suara.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM belum mengizinkan Ivermectin untuk digunakan dalam pengobatan Covid-19, meski obat tersebut ramai diberitakan bermanfaat.

Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito mengungkap sejauh ini baru dua obat Covid-19 yang mendapat izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA), yaitu Remdisivir dan Faviravir.

"Tentu saja berbagai obat yang juga digunakan sesuai dengan protap yang sudah disetujui dari organisasi profesi ini juga kami dampingi untuk percepatan apabila membutuhkan data untuk pemasukan atau data untuk distribusinya," kata Penny dalam kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (5/7/2021).

Penny menambahkan, dikeluarkannya izin EUA untuk obat Covid-19 tidak lepas dari hasil kerjasama dengan lima organisasi profesi dan tenaga ahli, termasuk apabila obat digunakan untuk pasien Covid-19 anak.

Berikut daftar nama obat remdesivir yang dapat izin BPOM:

  • Remidia (serbuk injeksi)
  • Cipremi (serbuk injeksi)
  • Desrem ( serbuk injeksi)
  • Jubi-R (serbuk injeksi)
  • Covifor (serbuk injeksi)
  • Remdac (serbuk injeksi)
  • Remeva (larutan konsentrat infus)

Daftar nama obat favipiravir yang dapat izin BPOM:

  • Avigan
  • Favipiravir
  • Favikal
  • Avifavir
  • Covigon

Sedangkan untuk Ivermectin, saat ini masih menjalani uji klinis di Indonesia dan belum digunakan oleh dokter untuk pengobatan Covid-19.

Terlebih obat yang terkenal sebagai obat cacing ini, termasuk obat keras yang penggunaanya harus berdasarkan resep dokter dan tidak boleh sembarangan.

Hal ini juga diungkap Ketua Satgas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban yang mengatakan belum ada bukti ilmiah kemanjuran ivermectin terhadap sakit Covid-19, dan meminta masyarakat tidak mudah percaya.

"Berhentilah percaya pada hal-hal ajaib, yang menjejali kita dengan instan, sabar dulu. Sebagai dokter, saya tidak akan menyarankan sesuatu yang dasar ilmiahnya belum diakui," ungkap Prof. Zubairi melalui cuitannya dikutip suara.com, Selasa (6/7/2021).

Tidak ada komentar: