BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Minggu, 04 September 2011

ICW: Korupsi di Kementerian Libatkan Banggar DPR

INILAH.COM, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta kepada DPR untuk melakukan revisi terhadap Undang-undang MD3 yakni Undang-undang Nomor 10/2008 tentang Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Salah satu poin yang harus direvisi yaitu mengenai keberadaan Badan Anggaran (Banggar) DPR yang memiliki kewenangan untuk menyetujui anggaran dalam pemerintah.

"Memang perlu ada revisi dalam undang-undang MD3 itu. Jadi posisi Banggar itu tidak lagi permanen," ujar peneliti Divisi Korupsi Politik ICW, Abdullah Dahlan kepada INILAH.COM, Minggu (4/9/2011).

Menurutnya, langkah ini dilakukan karena dalam kenyataannya Banggar DPR selama ini sudah menjadi tempat praktik mafia anggaran. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya kasus korupsi tentang proyek di Kementerian yang melibatkan Banggar DPR.

Lebih lanjut, Abdullah mengatakan, kedepannya kewenangan anggaran itu dilimpahkan kepada masing-masing komisi yang membidangi di DPR. Sehingga dengan begitu bisa memangkas birokrasi yang nantinya akan meminimalisasi terjadinya praktik percaloan di DPR.

"Banggar itu juga sebaiknya tidak dipermanenkan, jadi Banggar dijadikan sebagai lembaga Adhoc saja supaya fungsi pengawasan anggaran dalam pembahasan komisi," ungkapnya.

Jika Banggar menjadi lembaga adhoc, tambah Abdullah, tugasnya hanya untuk melakukan pengawasan dan berkoordinasi dengan DPR mengenai anggaran yang disampaikan oleh masing-masing komisi.

"Sudah ada partai politik yang tegas yaitu PDI Perjuangan tentang pembubaran Banggar, dan Banggar tidak dalam bentuk permanen," jelasnya.

Seperti diberitakan, berbagai kasus korupsi yang mengemuka saat ini memiliki kecenderungan yang sama yaitu adanya aliran dana suap ke Banggar DPR.

Baik dalam kasus wisma atlet SEA Games Kemenpora maupun Kemenakertrans, untuk mendapatkan proyek, para tersangka mengaku memberikan suap tidak hanya kepada pejabat kementerian, tapi juga anggota Banggar DPR. [mah]

Golkar persilahkan Surya Paloh keluar

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Leo Nababan mempersilakan Surya Paloh meninggalkan partai itu.

"Itu ingin kami tegaskan `lebih cepat lebih baik`," katanya kepada pers di Jakarta, Jumat, menanggapi pernyataan Surya Paloh mengenai kemungkinan segera meninggalkan Partai Golkar.

Leo mengemukakan, keberadaan Surya Paloh di Partai Golkar saat ini bertentangan dengan UU tentang Partai Politik yang mengharuskan memilih salah satu partai. Surya Paloh tidak bisa mencari alasan mengenai keberadaannya di Ormas Nasdem, karena semua orang tahu bahwa ormas itu kemudian mendirikan Partai Nasdem.

Leo menyatakan, Partai Golkar siap meninggalkan Surya Paloh. Pengurus DPP Golkar juga yakin apabila Surya Paloh keluar tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap partai.

"Partai Golkar sudah berpengalaman ditinggalkan tokoh dan umumnya tidak menimbulkan pengaruh," katanya.

Leo mengemukakan, Golkar menganggap masalah terkait keberadaan Surya Paloh ini sebagai masalah kecil. "Kami juga meminta kader lainnya untuk memilih apakah tetap di Golkar atau Nasdem. Kader lain siap menggantikannya," kata Leo.

Pengurus DPP Golkar menantang Partai Nasdem untuk membuktikan kejayaan pada Pemilu 2014. "Kami siap bersaing. `Purwodadi kotane, sing dadi nyatane` (Purwodadi kotanya, yang jadi nyatanya)," kata Leo bertamsil.

Sebelumnya, Surya Paloh mengaku sudah menerima surat ultimatum dari DPP Partai Golkar. Surat itu mengharuskannya memilih antara Partai Golkar atau Nasional Demokrat. Golkar memberikan tenggat waktu hingga tanggal 8 September 2011.

"Kita lihat nanti. Bisa saja saya tetap di Golkar atau keluar dari Golkar. Harus ada satu kebijakan yang segera saya ambil dalam waktu singkat. Saya akan pikirkan yang terbaik," kata Paloh saat bersilaturahmi ke kediaman Jusuf Kalla di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, Kamis 1 September 2011.

Surya Paloh kembali menegaskan, tidak ada aturan yang melarang kader Partai Golkar aktif di ormas lain. "Tidak ada Undang-undang yang melarang orang untuk aktif di ormas," ujar Paloh.

Ia pun merasa tidak melanggar aturan Partai Golkar selama berkecimpung di partai beringin itu selama 44 tahun.
(T.S023/I007)

Muhaimin Bantah Minta Uang ke Rekanan


VIVAnews - Saat berlebaran di rumahnya di Desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur, Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar sekali lagi membantah tudingan telah meminta uang dari rekanan proyek di Kementerian. Muhaimin menyebut tudingan Farhat Abbas, kuasa hukum pengusaha Dharnawati, yang mengatakan dirinya sebagai penerima uang sebesar Rp1,5 miliar hanya celotehan belaka.

Atas tudingan itu, Muhaimin mengaku tidak akan menanggapinya. "Saya tidak akan menanggapi ocehan Farhat, karena hanya menguras energi dan akan menambah kesibukan politik saja," kata Muhaimin, Sabtu 3 September 2011.

Ketua Tanfidz DPP PKB itu juga menepis adanya rekaman yang menyebut soal pinjam uang. Menurut dia, itu sangat tidak beralasan.
"Selama menjabat sebagai menteri, saya tidak pernah kenal apalagi bertemu dengan pengusaha yang disebut-sebut itu. Dan, mana mungkin saya pinjam uang, ketemu atau ngomong juga tidak pernah," kata Muhaimin.

Muhaimin lalu menuduh rekaman yang menyebut dirinya membutuhkan uang, itu hanya akal-akalan. "Untuk memuluskan itu, mereka sengaja mencatut nama saya sebagai menteri, dan peristiwa seperti itu sudah untuk kesekian kali terjadi," kata Cak Imin.

Kemudian, Cak Imin menjelaskan, sebelum kasus suap tersebut mencuat, seluruh anggaran di Kemenakertrans tidak pernah dibicarakan secara detail. Sebab di jajaran tersebut ada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di setiap program. Selama 1,5 tahun menjabat sebagai menteri, dia melanjutkan, KPA tidak pernah bersentuhan dengan Menakertrans.

"Hal itu sangat saya jaga, seluruh pelaksanaan anggaran ada di KPA," urainya.

Ditanya apakah akan menempuh jalur hukum terkait tudingan Farhat, mantan ketua umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ini mengaku akan mempelajari dulu. "Akan kami pelajari dulu, apakah ini termasuk pencemaran nama baik atau tidak. Yang jelas tudingan itu tidak perlu ditanggapi. Dan, saya siap, proaktif menjelaskan ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," katanya.

Sebelumnya, Farhat Abbas, kuasa hukum pengusaha Dharnawati, salah satu tersangka kasus suap pencairan dana percepatan pembangunan daerah, menyebut bahwa uang senilai Rp1,5 miliar yang disita KPK dari kliennya, semula ditujukan sebagai hadiah lebaran untuk Kemenakertrans.

Farhat mengatakan, awalnya Muhaimin meminta hadiah lebaran kepada Dharnawati melalui perantara dua pejabat Kemenakertrans, Dadong dan Nyoman. Permintaan tersebut, menurut Farhat, diajukan beberapa hari menjelang hari raya Idul Fitri, dan sebelum penangkapan Dharnawati, Dadong, dan Nyoman oleh KPK. Namun, karena tidak berhasil, Muhaimin kemudian berniat untuk meminjam uang tersebut. (art)

Hakim Kasus Akbar Tandjung Meninggal Dunia


VIVAnews - Kabar duka kembali melanda Mahkamah Agung. Salah satu Hakim Agung, Muchsin, meninggal dunia. Muchsin meninggal dunia di Rumah Sakit Premier Surabaya pukul 03.30 WIB, Minggu, 4 September 2011.

"Betul, informasinya semalam jam 3," kata juru bicara MA Hatta Ali kepada VIVAnews.com. Minggu, 4 September 2011. Almarhum meninggal karena penyakit kanker hati.

Ketua MA Harifin Andi Tumpa dan hakim agung serta jajaran MA sedang dalam perjalanan menuju rumah duka di Perumahan Galaxy Bumi Araya, Semolowaru, Kecamatan Sukolilo, Surabaya. "Kami semua kaget karena tiba-tiba," ungkap Hatta.

Almarhum rencananya akan dimakamkan di Taman Makam Umum Benowo usai salat dzuhur. "Kami sudah di bandara mau berangkat ke Surabaya juga Bapak Ketua MA," ujar Hatta.

Muchsin merupakan hakim agung yang mengabulkan permohonan kasasi Akbar Tandjung pada 2004 dalam kasus korupsi dana non-budgeter Bulog senilai Rp40 miliar.  Pria kelahiran Boyolali 8 Agustus 1943 ini adalah alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya (1968), program Notariat UGM Yogyakarta (1985), dan program Doktor Ilmu Hukum Unair Surabaya (1996).

Guru besar di Fakultas Hukum (FH) Universitas Sunan Giri (Unsuri) Surabaya ini diangkat menjadi hakim agung melalui Keputusan Presiden Nomor 241/M/Tahun 2000 tertanggal 2 September 2000. Ia menjabat hingga 2013 mendatang.

Selain itu, Muchsin juga mengajar di Program Pascasarjana Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Pembangunan Nasional Veteran Surabaya, dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Urip Sumoharjo.

Muchsin pernah menjabat Ketua Departemen Hukum dan Pembelaan PPP (1995-1998) dan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PPP Jawa Timur. Ia juga merupakan anggota DPR antara tahun 1992-1999. Almarhum yang pernah menjabat sebagai Rektor Unsuri (1985-1997) ini meninggalkan seorang istri bernama Isnawati dan empat orang anak. (adi)
• VIVAnews

Muhaimin: Tuduhan Suap Upaya Jatuhkan PKB


VIVAnews - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar mencurigai ada upaya menjatuhkan partainya, dalam isu suap di jajaran Kemenakertrans. Menurut dia, kasus suap yang mencatut namanya sangat tidak masuk akal.

"Ada dua kerugian dengan mencuatnya kasus tersebut. Pertama, publik memvonis pejabat melakukan korupsi. Kedua, kekuatan politik yang bersih seperti PKB menjadi terganggu," kata Muhaimin Iskandar di Jombang, Jawa Timur, Sabtu 3, September 2011.

Menurut dia, kasus tersebut aneh. "Mulai dari DIPA (Daftar Isian Pelaksana Anggaran), tender, dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di daerah, kok dikaitkan dengan saya," katanya.

Meski begitu, ia mengaku tidak akan menuduh siapa di balik isu suap itu. Ia menyebut, kasus tersebut hanya untuk mencari uang dengan mengaitkan namanya.

Sisi politik, Cak Imin --sapaan Muhaimin Iskandar-- menganggap tengah diterpa 'ombak' yang arahnya tidak jelas. "Siapa pun pasti akan terkena ombak politik. Dan, saya menganggap masalah ini tidak terlalu serius. Namun, saya akan proaktif dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," ujarnya.

Terkait itu, dirinya berharap KPK terus bekerja untuk menuntaskan kasus tersebut. Agar ke depan, tidak ada lagi pihak-pihak yang mengatasnamakan menteri. Dengan bergulirnya kasus tersebut, menurut dia, akan mengganggu proyek yang segera berjalan.
"Rencananya, akhir bulan ini proyek tersebut mulai dikerjakan," tuturnya.

Seperti diberitakan, kasus suap di Kemenakertrans mencuat ketika KPK menangkap dua orang pejabat kementerian dan seorang diduga makelar proyek ditangkap di tempat yang berbeda. Dalam penangkapan itu, KPK menyita barang bukti uang sejumlah Rp1,5 miliar.
Uang tersebut diduga success fee pencairan dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT) tahun 2011 di 19 kabupaten.

Mereka yang ditangkap adalah Kepala Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan di Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans, Dadong Irbarelawan, Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans, I Nyoman Suisnaya dan terduga penyuap, Dharnawati.

Kasus itu menggelinding setelah pernyataan dari Farhat Abbas, kuasa hukum Dharnawati, yang menyebut, saat kliennya ditangkap KPK, pada surat penangkapan disebutkan nama Menakertrans Muhaimin Iskandar sebagai penerima uang sebanyak Rp1,5 miliar.
Farhat juga menyebut Muhaimin sebagai orang yang menyuruh pejabatnya untuk meminta uang kepada Dharnawati. (art)

Ratusan Penumpang KA Terlantar di Purwokerto

INILAH.COM, Purwokerto - Ratusan penumpang hingga saat ini masih terlantar di Stasiun Kereta Api (KA) Purwokerto, Jawa Tengah.

Ratusan calon penumpang KA ini sebagian besar akan menuju Surabaya dan Jakarta, dengan KA ekonomi.

Terlantarnya ratusan calon penumpang ini dikarenakan pihak PT. KAI dan Direktorat Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, menerapkan penurunan jumlah penumpang KA ekonomi.

Tujuannya agar para pemudik merasa nyaman dan aman selama perjalanan. "Yang jelas masyarakat merasa nyaman tahun ini," kata Dirjen Perhubungan Darat Suryono Ali Moeso, seperti dilansir Metro Tv, Minggu (4/9/2011).

Akibat sistem ini, para penumpang KA ekonomi terpaksa harus mengantri hingga dua hari di Stasiun, demi mendapatkan tumpangan KA ekonomi. [lal]

Polisi PBB Tenggelam di Kupang



INILAH.COM, Kupang - Seorang polisi PBB asal Pakistan, Letnan Dua Kamran Kan, yang bertugas di perbatasan Timor Leste, Indonesia, tenggelam di Teluk Raikun Mota Ain, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.

Kamran tenggelam saat berekreasi bersama 12 rekannya. Mereka tengah menikmati alam sambil berperahu di teluk Mota Ain, namun nahas, perahu yang mereka tumpangi kehilangan keseimbangan dan kemudian terbalik.

Kepala Imigrasi Mota Ain, Wijai Umar, membenarkan peristiwa nahas itu. Ia menjelaskan peristiwa itu terjadi pada Kamis (1/9/2011) siang, setelah mereka ditolak masuk ke wilayah Indonesia untuk berekreasi mengisi hari libur di sekitar tapal batas kedua negara.

"Jumlah mereka sekitar 13 orang dengan menggunakan dua mobil, mereka meminta izin masuk ke wilayah kita untuk berekreasi, namun saya tidak mengizinkan," ujar Wijai Umar.

Rombongan polisi PBB itu kemudian kembali ke wilayah Timor Leste dan memarkir mobilnya di sekitar pos penjagaan Batugade, Timor Leste.

Mereka kemudian berjalan kaki ke arah pantai untuk rekreasi di sekitar Teluk Raikun Mota Ain, Indonesia.

Ketika melihat sebuah perahu kecil ditambat di bibir pantai, tujuh dari 13 anggota polisi PBB itu langsung menarik ke arah laut untuk menumpangnya.

Perahu kecil milik Joni, seorang nelayan asal Desa Silawan, Kabupaten Belu, diambil ketujuh anggota polisi PBB itu tanpa sepengetahuan sang pemilik.

Setelah berputar-putar di Teluk Raikun Mota Ain, perahu tersebut terbalik karena kehilangan keseimbangan.

Ketujuh anggota polisi PBB tersebut tenggelam, namun Letda Kamran Khan, tidak berhasil diselamatkan oleh keenam rekannya, dan langsung dievakuasi ke Maliana, Distrik Bobonaro, Timor Leste.

"Kejadiannya begitu cepat, dan korban langsung dievakuasi ke Maliana oleh rekan-rekannya. Namun, nyawanya tidak bisa terselamatkan," kata Wijai Umar. [antara/lal]

Suap Kemenakertrans & Banggar Sarang Koruptor

INILAH.COM, Jakarta - Terungkapnya dugaan aliran dana suap kasus Kemenakertrans ke Badan Anggaran (Banggar) DPR semakin menguatkan anggapan bahwa DPR adalah sarang koruptor.

Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, publik tidak bisa disalahkan jika kian hari kian mengganggap Banggar DPR sebagai sarang koruptor.

"Kita prihatin terhadap persepsi publik bahwa episentrum korupsi seolah-olah ada di Badan Anggaran (Banggar) DPR. Namun, kita juga tidak dapat menyalahkan publik karena berbagai kasus korupsi yang mencuat mulai kasus Nazarudin hingga kasus kementrian tenaga kerja dan transmigrasi, selalu mengaitkan adanya aliran dana ke Banggar DPR," ujar Bambang kepada INILAH.COM, Minggu (4/9/2011).

Menurut politisi Golkar ini, sebagai alat kelengkapan DPR, Banggar tidak berdiri sendiri. Sebab rancangan anggaran yang masuk ke DPR sudah melalui tiga tahapan.

"Rancangan APBN berupa Pagu indikatif masuk ke Banggar sudah tersusun hingga satuan tiga dari tiap-tiap kementerian atau lembaga yang telah dibahas dan disetujui melalui komisi yang ada di DPR berdasarkan perencanaan yang telah disiapkan oleh Bapennas dan kemenkeu," ujarnya. [mah]

Sabtu, 03 September 2011

Sejumlah Guru Besar Kumpul Kecam Rektor UI

VIVAnews - Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa bidang kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan Teknologi kepada Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Aziz. Namun, pemberian gelar yang dilakukan oleh Rektor UI Gumilar Rosliwa Sumantri ini terus menuai kecaman dari banyak kalangan.
Sejumlah Guru Besar Universitas Indonesia, dosen dan mahasiswa yang menolak pemberian gelar itu akan berkumpul pada Senin, 5 September 2011. Tempat pertemuan itu adalah Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Pada acara itu, Guru Besar Universitas Indonesia Prof Dr Emil Salim, yang juga mantan Menteri Lingkungan Hidup akan berpidato yang mengkritik pemberian gelar itu dengan judul: Sengkarut Rektor, Raja, dan Ruyati. Kritik terutama karena pemberian gelar kemanusiaan itu tidak peka dengan perasaan rakyat Indonesia setelah kasus Ruyati, yang dipancung pemerintah Arab Saudi. Berita soal ini sudah ramai di media sosial twitter.
Sejumlah dosen di Universitas Indonesia, hari ini sudah menyebarkan pesan lewat BlackBerry kepada sejumlah kalangan soal pidato itu. "Pidato itu adalah bentuk kepedulian terhadap gelar akademis yang sebetulnya kehormatan untuk diberikan kepada seseorang. Tapi itu kan sepertinya diobral," kata Dosen Filsafat UI, Rocky Gerung saat dihubungi VIVAnews, Jumat, 2 September 2011.

Namun, Rocky mengaku belum tahu secara detail apa yang akan disampaikan Emil Salim dalam pidatonya. "Datang saja ke UI hari Senin," ucap Rocky.

Mengenai gelar Doctor Honoris Causa yang diberikan kepada Raja Atab Saudi itu, Rocky berpendapat seharusnya ada standar penilaian dalam memberikan gelar. "Itu tidak melalui fit and proper test. Gelar itu seharusnya diberikan secara hati-hati dan monumental," ujar Rocky.

Pemberian gelar itu, menurut Rocky, mengancam dunia akademis. "Sebagai tanda pertama bahwa akademis kritis," ucapnya.

Selain pidato Emil Salim, informasi yang diterima VIVAnews juga menyebutkan akan ada aksi menaruh batu di Rektorat UI. Aksi yang akan dilakukan sejumlah dosen dan mahasiswa UI ini dilakukan untuk mengingat penderitaan TKI di Arab Saudi.

Gelar Untuk Raja Arab Saudi Tak perlu Dipolitisasi

INILAH.COM, Jakarta - Polemik pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Raja Abdullah dari Arab Saudi diminta tidak dipolitisasi. Apalagi, sampai kemudian meminta Rektor Universitas Indonesia (UI) turun dari jabatannya.
Politisasi itu dikhawatirkan akan merusak hubungan baik Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi.
"Jangan malah memperkeruh. Saya kira Raja Arab juga tidak mengharapkan. Raja bisa tidak nyaman. Bisa mengembalikan karena di Indonesia dipermasalahkan," jelas anggota komisi I DPR Hidayat Nur Wahid kepada INILAH.COM di Jakarta, Sabtu (3/9/2011).

Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menuturkan bahwa gelar yang diberikan sudah sesuai dengan prosedur, seperti yang dijelaskan oleh Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri. Namun, dia juga meminta agar Gumilar tetap memberikan respons terhadap suara-suara yang mengkritik. Apalagi, pihak-pihak yang mengkritik adalah guru besar UI itu sendiri.
"Saya kira kuncinya ada di rektor. Kalau Rektor berani jauh-jauh memberi gelar ke Arab Saudi, berani juga untuk menjelaskan secara terbuka," jelasnya. [tjs]

Gelar Untuk Raja Arab Saudi Tak perlu Dipolitisasi

INILAH.COM, Jakarta - Polemik pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Raja Abdullah dari Arab Saudi diminta tidak dipolitisasi. Apalagi, sampai kemudian meminta Rektor Universitas Indonesia (UI) turun dari jabatannya.
Politisasi itu dikhawatirkan akan merusak hubungan baik Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi.
"Jangan malah memperkeruh. Saya kira Raja Arab juga tidak mengharapkan. Raja bisa tidak nyaman. Bisa mengembalikan karena di Indonesia dipermasalahkan," jelas anggota komisi I DPR Hidayat Nur Wahid kepada INILAH.COM di Jakarta, Sabtu (3/9/2011).

Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menuturkan bahwa gelar yang diberikan sudah sesuai dengan prosedur, seperti yang dijelaskan oleh Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri. Namun, dia juga meminta agar Gumilar tetap memberikan respons terhadap suara-suara yang mengkritik. Apalagi, pihak-pihak yang mengkritik adalah guru besar UI itu sendiri.
"Saya kira kuncinya ada di rektor. Kalau Rektor berani jauh-jauh memberi gelar ke Arab Saudi, berani juga untuk menjelaskan secara terbuka," jelasnya. [tjs]

KPK: Berisiko Jika Nazar Dipindah dari Brimob

VIVAnews - Sejumlah tokoh menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengikuti saja permintaan Nazaruddin dipindahkan ke LP Cipinang dari tahanan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Ini dilakukan untuk membuat Nazaruddin berbicara dan menghindari kesan ada motif tertentu dalam penanganan kasus Nazaruddin.

Namun, Wakil Ketua KPK M. Jasin menegaskan KPK akan tetap menempatkan Nazaruddin di Mako Brimob, Depok dan tidak akan mengabulkan permohonan Nazaruddin tersebut.

"KPK akan tetap pada kebijakan sekarang demi lancarnya proses penyidikan Nazaruddin," ujar Jasin kepada VIVAnews, Sabtu, 3 September 2011.

Menurut Jasin, ada risiko tertentu jika Nazaruddin dipindahkan dari Mako Brimob, Depok. "(Risiko) yang tidak terlintas dalam pertimbangan para pemberi saran (agar Nazaruddin dipindahkan dari Brimob," ujar Jasin. Namun, Jasin tidak menyebut risiko apa yang dimaksud.

Sebelumnya, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla berpendapat jika nantinya sudah dipindah ke LP Cipinang tetapi Nazaruddin belum juga mau berbicara, menurut JK, KPK bisa menjebloskan dia kembali ke Mako Brimob Depok.

“Turuti dulu kemauannya, dengan perjanjian bila seminggu dia tidak ngomong, kembalikan ke Mako,” kata Ketua Umum PMI itu.

Sementara itu, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengabulkan permintaan tersangka kasus suap wisma atlet SEA Games Muhammad Nazaruddin agar dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang.

Menurut Jimly, hal ini penting untuk menjaga jangan sampai orang menilai KPK tidak mau memindahkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat ini karena ada motif tertentu dan maksud-maksud tersembunyi.

"Kalau hanya sekadar memindahkan tempat penahanan, itu tidak terlalu serius, daripada ngotot untuk tidak memindahkan tapi risikonya orang menuduh macam-macam. Itu berisiko bagi KPK, jadi ikuti saja," ujar Jimly di kediamannya di Jakarta Selatan.

Nazaruddin sendiri berjanji akan kembali 'bernyanyi' dan mempertimbangkan permintaan Aliansi Rakyat Advokasi Nazaruddin (Aliran) yang kemarinmenggelar aksi demonstrasi di depan Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok.

"Nazar akan menceritakan apa adanya. Dia tadi juga sampaikan, 'Saya akan ceritakan, tidak akan saya lebihkan, tidak akan saya kurangkan. Saya akan ceritakan apa yang saya lihat, dengar, dan alami'," ujar kuasa hukum Nazaruddin, Afrian Bondjol kemarin menirukan Nazaruddin.

Nazaruddin, kata Afrian, akan mempertimbangkan keinginan masyarakat untuk mengungkap kasus-kasus yang diketahuinya. "Masyarakat kan menginginkan begitu, dia sangat mempertimbangkan keinginan masyarakat itu," kata dia, lagi.

Afrian menjelaskan, Nazaruddin tak mau dikorbankan seorang diri. Sebenarnya, kata Afrian, KPK dapat memanggil orang-orang yang pernah disebutkan Nazaruddin saat dia berada di luar negeri. "KPK jangan hanya berpangku tangan pada keterangan Nazar seorang," ujarnya. (sj)

Istri Saipul Jamil Meninggal di Lokasi Kecelakaan, Kondisi Tubuh Tergencet

Moksa Hutasoit - detikNews

Jakarta - Mobil artis Saipul Jamil mengalami kecelakaan di Tol Padalarang Km 97 arah Jakarta. Istri Saipul, Virginia tewas di lokasi dengan tubuh tergencet.

"(Virginia) Pas di bawa ke sini, sudah masuk kantong mayat," ujar salah satu petugas keamanan Rumah Sakit Efarina Etaham, Dwi Aris Setiono kepada detikcom, Sabtu (3/9/2011).

Seluruh korban kecelakaan itu memang dibawa ke rumah sakit ini. Sedangkan mobil Avanza Saipul langsung dibawa ke pos polisi Jatiluhur.

Dwi mengaku tidak bisa melihat detil kondisi Virginia. Namun dari pantauannya sekilas, luka yang dialami Virginia itu cukup parah.

"Semacam kegencet, baju atasnya penuh darah, kalau bawahnya sih nggak," jelasnya.

Saipul dan Virginia dibawa ke RS ini dengan mobil yang sama. Saat hendak memasuki ruang Unit Gawat Darurat, Saipul terlihat terus menangis.

Rektor UI: Upaya Penggulingan Saya Bukan Lagi Urusan Akademis

Rachmadin Ismail - detikNews

Jakarta - Pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Raja Arab Saudi oleh Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar R Sumantri dikecam oleh kalangan aktivis HAM dan sebagian guru besar UI. Kecaman ini bahkan mengarah pada isu penggulingan rektor. Bagaimana tanggapan Gumilar?

Saat dikonfirmasi, Gumilar mempertanyakan isu tersebut dan orang-orang yang menghembuskannya. Semua prosedur dan mekanisme pemberian gelar sudah jelas dan benar.

"Prosedur dan mekanisme jelas, rasionalnya jelas, rektor juga tida memutuskan sendiri," kata Gumilar kepada detikcom, Jumat (2/9/2011).

Gumilar mengajak semua pihak yang tidak senang dengan keputusan tersebut berkomunikasi secara akademis. Upaya penggulingan, kata Gumilar, hanya terkesan untuk pemaksaan pendapat dan tidak bagus.

"Bukan yang sepatutnya terjadi di dunia akademis. Ini bukan akademis lagi, saya berharap semua tenang, semua melangkah bijaksana agar suasana lebih sejuk," tegasnya.

Sebelumnya, kalangan LSM mengecam keputusan Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar R Sumantri menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa kepada Raja Arab Saudi karena prestasi kemanusiaan diprotes belasan LSM tenaga kerja dan HAM.

Raja Abdullah dinilai tidak layak menerima anugerah itu karena negara yang dipimpinnya dianggap tak menghormati hak asasi manusia (HAM).

LSM itu antara lain Migrant Care, JALA PRT, INFID, ATKI, Pakubumi, OPMIK, SARI, Kapal Perempuan, SARI, dan KPI.

Kalangan guru besar juga memprotes hal ini. "Saya akan lawan. Ini soal bangsa. Tapi perlawanan akan dilakukan dengan cara terhormat. Ada tata caranya. Para profesor juga akan bereaksi. Prof Emil Salim marah," kata Guru Besar Sosiologi UI Thamrin Amal Tamagola.

Polri Harus Segera Lacak SMS Nunun ke Adang

Indra Subagja - detikNews

Jakarta - Pengakuan Adang Daradjatun bahwa istrinya Nunun Nurbaetie mengirimkan SMS lebaran bisa menjadi petunjuk pelacakan. Tim dari Mabes Polri diminta tidak sungkan bergerak dan harus segera menangkap Nunun. SMS bisa jadi petunjuk lokasi persembunyian Nunun.

"SMS Nunun ke Adang sudah bisa dijadikan media untuk melacak jejak Nunun. Bisa dilakukan pelacakan melalui sinyal HP dan ini kan sudah sering dilakukan Polri untuk melacak para pelaku kriminal," kata peneliti Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok saat dihubungi detikcom, Sabtu (3/9/2011).

Saat ini, lanjut Jamil, tanggung jawab perburuan Nunun juga ada di tangan Polri. Tersangka KPK dalam kasus suap dalam pemilihan DGS BI itu sudah masuk dalam daftar DPO Interpol.

"Interpol sudah bisa melacak keberadaan Nunun, sudah pasti punya alat itu. Dan kewenangan penuh saat ini berada di tangan Polri untuk membawa pulang Nunun," terang Jamil.

Adang mengaku menerima SMS ucapan lebaran dari Nunun. Pada Rabu (31/8) lalu, Adang mengaku dikirimi SMS yang berisi ucapan minal aidzin wal faidzin.

Sebelumnya terkait keberadaan Nunun, KPK menduga Nunun berada di Thailand dan dijaga sejumlah pria bersenjata. "Ada informasi seperti itu, dia dikawal. Tapi kita belum tahu persis. Tidak jelas siapa, militer atau bukan," tutur Ketua KPK Busyro Muqoddas, Senin (25/7) lalu.

Skenario Pengaturan Lalu lintas Arus Balik

VIVAnews - Menghadapi arus balik libur Lebaran yang diprediksi puncaknya terjadi pada akhir pekan ini, Sabtu 3 September dan Minggu 4 September 2011 polisi mempersiapkan sejumlah rekayasa lalu lintas. Hal ini untuk mengantisipasi membludaknya arus kendaraan, khususnya roda dua.

Rekayasa lalu lintas dilakukan di dua titik wilayah yang menjadi rute balik pemudik ke Jakarta melalui Kalimalang dan Cakung. Rencananya, pada ruas kalimalang, petugas akan melakukan rekayasa lalu lintas di sekitar Jalan H Naman hingga Halim lama dengan cara melebarkan jalur dengan menggunakan traffic cone, di mana dari arah Bekasi ke Halim menjadi dua lajur yang bisa dilintasi. Sedangkan dari arah Halim hanya satu lajur.

"Diperkirakan Volume kendaraan roda dua saat arus balik lebih besar sehingga jalur dari arah Halim kami buatkan untuk jalur dari Bekasi. Kemudian dari arah Timur sendiri hanya satu lajur yang disediakan," ujar Kasat Lantas Jakarta Timur Ajun Komisaris Besar Sudarsono seperti dikutip dari website TMC Polda Metro Jaya, Sabtu 3 September 2011.

Sementara itu di kawasan Cakung, polisi membuat kebijakan dengan memberlakukan contra flow sepanjang kurang lebih satu kilo meter mulai dari Pasar Cakung hingga Tosan atau lampu merah Pupuar apabila diperlukan.

 "Jalur yang dari arah barat (Pulogadung) dijadikan jalur dari arah timur (Cakung), kemudian yang dari arah barat sendiri menggunakan jalur lambat karena volume kendaraan yang dari arah barat ketika arus balik diprediksi tidak terlalu banyak," tambah Sudarsono.

Dia menambahkan, dalam mengatur arus balik ini petugas tetap akan menindak setiap pelanggar. "Penindakan juga tetap akan diberlakukan jika pemudik melakukan pelanggaran," ujarnya.

Penindakan dilakukan dengan cara memberikan sanksi tilang maupun teguran, tergantung dari bobot pelanggarannya. "Kalau penumpang berboncengan sampai tiga orang, atau membawa muatan berlebih, apalagi sepeda motornya tidak dilengkapi surat kendaraan, pasti akan kami tindak tegas," ucapnya.

Sementara itu dalam mengantisipasi arus balik kali ini Satuan Wilayah Jakarta Timur menerjunkan sekitar 284 personel yang disebar penugasannya di beberapa titik objek vital arus balik seperti di Terminal Pulo Gadung, Kampung Rambutan, Pinang Ranti, Rawamangun dan Stasiun Jatinegara. (sj)

Nazaruddin Berjanji Akan "Bernyanyi" Lagi

VIVAnews - Aliansi Rakyat Advokasi Nazaruddin (Aliran) menggelar aksi demonstrasi di depan Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok, di mana mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin ditahan. Mereka memberikan dukungan kepada Nazaruddin agar dia berani "bernyanyi" lagi. Mereka berharap Nazaruddin mau mengungkap semua pihak yang terlibat dalam kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games maupun kasus-kasus korupsi lainnya.

Afrian Bondjol, kuasa hukum Nazaruddin, mengatakan sudah menyampaikan tuntutan dari LSM tersebut. "Nazar akan menceritakan apa adanya," kata Afrian.
"Dia tadi juga sampaikan, 'Saya akan ceritakan, tidak akan saya lebihkan, tidak akan saya kurangkan. Saya akan ceritakan apa yang saya lihat, dengar, dan alami'," Afrian menirukan Nazaruddin.

Nazaruddin, kata Afrian, akan mempertimbangkan keinginan masyarakat untuk mengungkap kasus-kasus yang diketahuinya. "Masyarakat kan menginginkan begitu, dia sangat mempertimbangkan keinginan masyarakat itu," kata dia, lagi.

Afrian menjelaskan, Nazaruddin tak mau dikorbankan seorang diri. Sebenarnya, kata Afrian, KPK dapat memanggil orang-orang yang pernah disebutkan Nazaruddin saat dia berada di luar negeri. "KPK jangan hanya berpangku tangan pada keterangan Nazar seorang." (kd)

"Soal Gelar Raja Abdullah, Saya Siap Dialog"

Pesan itu cepat menyebar. Lewat SMS, BlackBerry Messenger, dan jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook. Emil Salim, begitu bunyi pesan itu, akan berpidato di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sang Guru Besar akan memberi wejangan Senin 5 September 2011. Pukul sepuluh pagi.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup itu tidak akan berpidato soal alam atau bumi yang kian sepuh, tapi soal “Sengkarut Rektor, Raja dan Ruyati.”

Rektor Universitas Indonesia, Raja Abdullah bin Abdul Aziz dan Ruyati, sejatinya datang dari tiga dunia yang berjauhan. Prof Dr Gumilar Rusliwa Somantri menekuni dunia pendidikan, Raja Abdullah memimpin Arab Saudi yang kaya raya,  dan Ruyati adalah seroang nenek susah yang membanting hidup ke dapur majikan, lalu mati dipancung.
Sesudah mendengar pidato Emil Salim itu, peserta akan berduyun-duyun ke Gedung Rektorat membawa batu. Batu-batu itu akan ditumpuk di situ.

Pidato Emil Salim, juga aksi menumpuk batu itu adalah bagian dari protes kepada Rektor atas pemberian gelar honoris causa kepada Raja Abdullah. Gelar itu dituduh seperti menampar publik, yang sudah marah karena Ruyati dipenggal.
Tapi dengarlah dulu penjelasan Gumilar. Gelar itu, katanya, sudah disiapkan semenjak tiga tahun lalu. Diusulkan sejumlah Guru Besar UI lewat proses yang panjang dan alot.
Selama ini urung diberikan sebab Raja Abdullah yang sudah sepuh itu, 90 tahun umurnya, sakit-sakitan. Lalu awal Agustus lalu, datang surat dari Sekretariat Kerajaan bahwa Raja Abdullah bisa menerima gelar itu pada 21 Agustus 2011.
Gumilar mengaku seperti makan buah simalakama. Jika gelar itu diberikan tanggal 21 Agustus itu, momentumnya kurang tepat. Tapi jika tidak diberikan, nanti malah dituduh main-main. Kedua negara bisa kian tegang.
Lahir di Tasikmalaya, 11 Maret 1963, menghabiskan seluruh karir akademiknya di UI, Gumilar mengaku paham betul dengan keberatan sejumlah kalangan soal gelar itu. Tapi hubungan baik dengan Arab Saudi, katanya, juga bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh. Dia mengaku bersedia berdialog dengan sejumlah kalangan yang menolak gelar itu. “Sebagai seorang akademisi, saya bersedia berdialog,” katanya. Berikut petikan wawancaranya dengan VIVAnews.com di Jakarta, Jumat 2 September 2011.
Anda dikecam karena memberi gelar honoris causa kepada Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Aziz. Bagaimana sesungguhnya proses pemberian gelar seperti itu di UI?
Memberikan gelar kepada seseorang, juga gelar honoris causa itu tentu saja ada proses dan prosedurnya. Di Universitas Indonesia ada komite khusus yang bertugas memproses pemberian gelar seperti itu. Komite itu terdiri dari  9 guru besar. Mereka berasal dari berbagai disiplin ilmu.
Mereka yang memproses, melakukan verifikasi, kelayakan dari orang yang akan diberikan gelar. Mereka yang juga menerima usulan atau masukan tentang siapa yang pantas.
Dari mana mereka mendapat kandidat penerima gelar honoris causa itu?
Bisa datang dari mana saja. Diusulkan oleh siapa saja.  Dari masyarakat, pemerintah, ketua departemen, dekan fakultas, dosen dan sebagainya. Tidak ada batasan soal itu.
Bagaimana cara komite itu melakukan verifikasi?
Biasanya, jika mendapat usulan nama kandidat, komite ini akan menggelar rapat awal. Yang dibahas pada rapat awal itu lazimnya sangat general. Membahas profil orang yang diusulkan itu. Siapa yang mengusulkan dan sebagainya.
Kadang-kadang si kandidat sudah gugur di tahap awal ini. Jika dianggap layak, maka tim akan melakukan kajian lebih dalam.
Dalam proses kajian lebih dalam itu apa saja yang ditelusuri?
Dalam kajian itu akan digali kelayakan si kandidat. Apa saja jasanya bagi ilmu pengetahuan. Apa jasanya bagi kemanusiaan, perdamaian dan  bagi kehidupan yang lebih baik. Pokoknya mengali rasional tidaknya si kandidat itu dipilih.
Jika rasional, bagaimana proses selanjutnya?
Komite itu akan meminta second opinion dari tim ahli. Tim ahli itu jumlahnya lima orang. Sebagaimana komite delapan tadi, anggota tim lima ini juga berasal dari berbagai disiplin ilmu. Dua tim ini bertemu dan berdiskusi mengkaji alasan-alasan pemilihan si kandidat. Kalau ditolak tim ahli itu, si kandidat bisa mental.
Kalau tim ahli itu setuju, maka mereka akan menyusun draft buku tentang mengapa si kandidat layak diusulkan. Jika sudah siap mereka akan mengirim surat kepada Rektor, yang dilampiri sejumlah laporan tentang proses yang sudah ditempuh, dan alasan memilih sang kandidat.
Apa yang akan dilakukan Rektor?
Rektor akan mengirim surat kepada kandidat yang diusulkan itu. Apakah ia mau menerima gelar itu atau tidak. Jika dia bersedia, tinggal penyesuaian jadwal dan tempat.
Lazimnya tempat pemberian gelar itu di universitas yang memberikan gelar. Dalam soal pemberian gelar kepada Raja Abdullah, Anda pergi ke Arab Saudi?
Pemberian gelar itu memang lazimnya dilakukan di kampus pada saat wisuda.
Tapi bisa juga bukan saat wisuda tapi tempatnya di kampus. Bisa juga di luar kampus, dengan alasan yang tentu saja harus masuk akal. Universitas Indonesia, misalnya, pernah memberikan honoris causa kepada tokoh Budha dari Jepang. Pemberian dilakukan di Jepang. Karena beliau sudah tua. Raja Abdullah dari Arab Saudi itu sudah berumur 90 tahun. Karena sudah tua maka diberikan di Arab Saudi.
Anda memberi gelar kepada Raja Abdullah setelah Arab Saudi memancung Ruyati yang mendapat reaksi keras publik di sini. Apa alasan yang paling kuat dan rasional, sehingga Anda terkesan mengabaikan sentimen kasus Ruyati itu? 
Saya akan menjawab soal alasan rasional mengapa memilih Raja Abdullah. Berikutnya akan saya jelaskan soal kasus Ibu Ruyati itu.

Ada beberapa alasan mengapa Raja Abdullah dinilai layak. Pertama, Raja Abdullah dinilai layak karena dia melakukan modernisasi Islam di Arab Saudi. Contoh sederhananya adalah bahwa beliau mendirikan King Abdullah University of Science and Technology, yang membolehkan mahasiswa dan laki-laki dan wanita kuliah di ruangan yang sama. Wanita tidak wajib pakai burqa, meski mereka masih harus tetap memakai jilbab. Dalam soal ini, beliau jelas melakukan perubahan.
Alasan kedua adalah bahwa Raja Abdullah mendukung pengembangan ekonomi yang berbasis energi terbarukan. Guna mewujudkan gagasan itu, Raja Abdullah membangun sains dan teknologi. Mendanai riset-riset.

Dalam soal agama, dan ini yang menjadi alasan ketiga, Raja Abdullah aktif mengembangkan dialog lintas iman antara Kristen, Islam dan Yahudi. Dialah yang terus-terusan menyakinkan dunia bahwa terorisme tidak terkait dengan Islam, tapi lebih karena soal ketidakadilan.
Keempat dia juga aktif mengembangkan perdamaian di kawasan Timur Tengah, terutama dalam soal Israel dan Palestina.
Dalam soal kemusiaan, dia juga punya sumbangan yang besar. Dan itu adalah alasan yang kelima. Raja Abdullah membentuk lembaga yang bergerak di bidang kemanusiaan. Lembaga itu pernah membantu Aceh saat tsunami, membantu warga Somalia dan kegiatan kemanusiaan di tempat lain.

Alasan-alasan itu mungkin saja benar. Tapi Anda dianggap tidak peka dengan benak masyarakat,  yang kecewa dengan kasus Ruyati?
Soal kasus Ibu Ruyati tentu saja kami sedih. Sedih karena beliau dihukum mati. Kami mengakui bahwa momentumnya kurang pas. Jika karena momentum yang kurang pas itu, ada yang terluka, kami minta maaf yang sebesar-besarnya.
Mengapa tidak menunda? Mengapa harus nekat melawan momentum itu?
Saya akui bahwa saat itu memang saya  seperti makan buah simalakama.  Coba Anda bayangkan, Sekretaris Kerajaan Arab Saudi mengirim surat kepada kami bahwa Raja Abdullah sudah siap menerima gelar itu tanggal 21 Agustus 2011. Jika tidak diberikan, nanti dikira tidak serius dan membuat hubungan kedua negara menjadi tegang atau kurang enak.
Dan menurut Anda, akibatnya akan lebih buruk?
Coba Anda bayangkan berapa juta warga kita yang bekerja di sana. Ada enam orang Indonesia yang terancam dipancung. Saat pemberian honoris causa itu banyak media internasional dan lokal yang meliput.
Hampir semua media di Arab Saudi menaruhnya menjadi berita utama. Media-media lokal menulis tentang Universitas Indonesia, yang ternyata reputasi, mutu dan rangking  internasionalnya lebih bagus dari universitas-universitas di Arab Saudi.

Mudah-mudahan dengan ekspos sebesar itu,  bisa mengubah kesan sebagian kalangan di sana bahwa Indonesia itu cuma negara asal pembantu.
Selain soal mengubah kesan itu, apa yang Anda harapkan lagi dari pemberian penghargaan ini?
Hubungan kita dengan Arab Saudi itu sangat penting.  Kami berharap enam orang yang terancam dipancung itu bisa diampuni oleh keluarga korban. Kerajaan Arab Saudi itu mempunyai lembaga arbistrase yang bertugas mempertemukan keluarga korban dan keluarga yang terancam hukuman mati. Bahkan lembaga itu ikut manggalang dana untuk membayar diyat.

Dengan seluruh kebesaran dan niat baiknya itu, menurut Anda apakah Raja Abdullah memerlukan gelar honoris causa untuk menjaga hubungan baik dengan Indonesia?
Raja Abdullah mungkin tidak memerlukan gelar honoris causa itu. Dia juga mungkin tidak akan menerima, jika hatinya tidak merasa dekat dengan Indonesia.
Selain state to state diplomacy, hubungan baik antara negara juga bisa dilakukan lewat jalur universty to state. Prosesnya bisa saja lebih cepat dari proses birokrasi kedua negara. Saya berharap pendekatan ini bisa lebih powerfull. Selama ini kita selalu dicap sebagai negara penerima, penerima pekerjaan dan sebaiknya.
Begitu rakyat Arab Saudi menonton dan melihat raja mereka diberikan penghargaan, menunduk kepalanya dikalungi toga, saya berharap persepsi warga di sana tentang kita sedikit berubah.
Dengan berita-berita media di sana, rakyat jadi paham bahwa ekonomi Indonesia skalanya lebih besar dari mereka, trend ekonomi kita bagus meski secara kualitas masih perlu perbaikan dan posisi Indonesia cukup penting bagi dunia internasional.
Apakah Anda mendengar rumor bahwa ada isu uang dalam pemberian gelar ini?
Saya mendengar dan itu sama sekali tidak benar. Raja memang membantu membangun Masjid Arief Rahman Hakim di Universitas Indonesia. Silahkan saja audit proyek itu. Silahkan saja BPK audit. Saya tidak tahu berapa dana yang dihabiskan membangun masjid itu, karena mereka sendiri yang bangun. Dan setelah jadi diserahkan kepada universitas.
Apakah Anda sudah mendengar bahwa Senin 5 September ini, sejumlah guru besar akan berkumpul dan memprotes pemberian honoris causa itu?
Saya akan belajar ikhlas menghadapi sejumlah senior dan teman-teman itu. Saya percaya bahwa beliau-beliau itu juga tahu bahwa ini bukan keputusan Rektor seorang diri, bukan sesuatu yang mendadak tapi prosesnya sudah panjang.
Anda siap berdialog dengan mereka?
Ini dunia perguruan tinggi, yang sangat terbuka dengan gagasan-gagasan dan dialog. Saya siap berdialog dengan senior-senior dan teman-teman itu. Mari kita diskusikan soal rasionalitas pemberian gelar honoris causa itu.

Gelar Doktor UI Raja Saudi Dikecam, Mengapa?

VIVAnews – Dosen Filsafat Universitas Indonesia, Rocky Gerung, mengungkapkan kegeraman itu di laman akun twitter-nya. “Hari ini IQ UI turun 100 poin... ke batas peradaban!” tulisnya.
Kejengkelan Rocky rupanya dipicu oleh pemberian gelar Doktor Honoris Causa Bidang Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan Teknologi oleh UI kepada Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Azis.

Bukan hanya Rocky yang marah. Guru Besar UI yang juga mantan Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Emil Salim, juga ikut murka. Emil bahkan akan menuangkannya dalam pidato berjudul ‘Sengkarut Rektor, Raja, dan Ruyati.’ Pidato itu akan dibacakan di depan sejumlah dosen, mahasiswa, dan guru besar lainnya, Senin, 5 September 2011 pekan depan.

Hari Senin itu, para civitas akademi UI yang menentang pemberian gelar Doktor Honoris Causa bagi Raja Arab Saudi, akan berkumpul di Fakultas Ekonomi UI. Mengapa mereka begitu marah dengan pemberian gelar terhormat kepada pemimpin Saudi itu? Jawabannya tak lain adalah: Ruyati.

Ruyati, Tenaga Kerja Indonesia asal Bekasi yang beberapa waktu lalu dihukum pancung di Arab Saudi, menjadi alasan utama mengapa para akademisi UI itu, didukung oleh sebagian masyarakat, menggalang gerakan menentang pemberian gelar terhormat Doktor Honoris Causa kepada sang Raja Saudi.

Menurut mereka, pemberian gelar itu – apalagi di bidang kemanusiaan – menunjukkan UI tak peka dengan perasaan keluarga Ruyati, dan rakyat Indonesia secara umum. Perasaan tersinggung itu juga disuarakan oleh Anis Hidayah, Koordinator Migrant Care – Lembaga Swadaya Masyarakat yang kerap memberi advokasi pada para TKI.

“Itu sama saja dengan mendukung pemancungan, penganiayaan. Dia tidak pantas diberi gelar kemanusiaan,” kata Anis. UI, kata dia, seharusnya mengadvokasi hak perempuan macam Ruyati, bukannya malah kian menyinggung perasaan bangsa Indonesia. Anis mengingatkan, banyak Tenaga Kerja Wanita asal Indonesia diperkosa dan dihukum mati di Saudi meskipun kesalahan mereka belum jelas benar, sementara para majikan mereka justru dilindungi.

Oleh karena itu, Anis mempertanyakan tujuan dan alasan pemberian gelar UI kepada Raja Arab Saudi. Lebih jauh, Rocky bahkan berpendapat, pemberian gelar kepada Raja Saudi itu mengancam dunia akademis. “Gelar seharusnya diberikan secara hati-hati dan monumental, bukan diobral,” kata dia, Jumat 2 September 2011.

Rocky menegaskan, universitas adalah institusi otonom yang tak boleh serampangan memberikan gelar maupun penghargaan. Rocky juga mengingatkan, pemberian gelar harus sesuai situasi kekinian. “Seseorang yang melakukan pelanggaran hak azasi manusia, mana bisa diberi gelar di bidang kemanusiaan,” ujarnya.

Jawaban Rektor UI

Rektor UI Gumilar Rosliwa Sumantri menjelaskan pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Raja Arab Saudi sudah sesuai prosedur. “Pemberian gelar itu sudah melewati proses lazim, dan sesuai prosedur operasi standar di UI,” kata Gumilar. Ia kemudian memaparkan prosedur penetapan pemberian gelar Doktor Honoris Causa di UI.

Menurutnya, seseorang bisa mendapat gelar Honoris Causa apabila diusulkan, baik oleh warga biasa, mahasiswa, dosen, dekan, guru besar, atau siapapun juga. Usulan itu, papar Gumilar, selanjutnya akan masuk ke Komite 8. “Komite 8 ini terdiri dari para guru besar dari berbagai disiplin ilmu. Merekalah yang akan menyeleksi apakah usulan-usulan itu layak atau tidak,” ujarnya.

“Jika usulan dinilai tak layak, maka akan dibatalkan. Jika dianggap layak, maka akan dikaji lebih dalam lagi,” tutur Gumilar. Komite 8 itu bukan satu-satunya tim yang terlibat dalam memutuskan pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada seseorang. “Sesudah mengkaji, dan merasa seorang kandidat pantas diberi gelar, maka Komite 8 akan meminta pendapat kedua dari Tim 5,” Gumilar menambahkan.

Tim 5 tersebut juga terdiri dari para guru besar dan ahli. Apabila Tim 5 menolak kandidat yang diajukan Komite 8, maka pemberian gelar pun tak dapat dilakukan. “Tapi jika kedua tim sepakat kandidat itu layak, maka mereka menyusun alasan bersama-sama terkait alasan mengapa kandidat itu layak diberi gelar,” Gumilar menerangkan.

Alasan itu disusun rapi mirip buku, lengkap dengan profil, dan jasa-jasa si kandidat. “Itulah yang kemudian diusulkan ke Rektor,” kata Gumilar. Selanjutnya, kata dia, Rektor akan mengirim surat kepada kandidat terkait, apakah dia bersedia atau tidak menerima gelar.

“Jadi dari segi prosedur, penetapan Raja Arab Saudi sebagai penerima gelar Doktor Honoris Causa, sudah sesuai prosedur. Dia diusulkan sejumlah profesor dan dosen, dikaji oleh Komite 8, dan sudah ada opini kedua dari Tim 5,” jelas Gumilar. Ia menambahkan, semua proses itu sebetulnya sudah berlangsung tiga tahun lalu, jauh sebelum kasus Ruyati terjadi.

Alasan pemberian gelar

Gumilar menyatakan, terlepas dari bayang-bayang kasus Ruyati, Raja Saudi memang layak diberi gelar karena sejumlah pertimbangan. “Dia aktif mendorong perdamaian Israel dengan Palestina. Dia raja yang sangat terbuka. Dia juga aktif dalam Interfaith Dialogue – dialog antariman yang melibatkan Islam, Kristen, Yahudi, dan agama-agama lain,” paparnya.

“Jadi kalau melihat rasionalitasnya, raja ini layak,” tegas Gumilar. Bukan itu saja pertimbangan Komite 8 memberikan gelar kepada Raja Saudi. “Raja sangat peduli dengan kemanusiaan. Dia membantu Indonesia saat terjadi tsunami di Aceh tahun 2004. Beberapa anak Aceh bahkan diundang ke Istana Saudi,” kata Gumilar.

Intinya, Komite 8 menilai Raja Saudi banyak memiliki simpati terhadap sesama umat manusia. “Dia juga membangun Masjid Arif Rahman Hakim di UI ini,” ujar Gumilar. Ia pun menegaskan, dirinya sama sekali tak pernah menerima uang dalam proses pemberiaan penghargaan terhadap Raja Saudi. “Uang Raja di UI ya untuk membangun masjid itu saja,” kata dia.

Apapun, Gumilar meminta maaf kepada masyarakat atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat pemberian gelar tersebut. “Saya sungguh menyadari bahwa momentum pemberian gelar itu kurang tepat, yaitu setelah pemancungan Ibu Ruyati. Saya minta maaf atas itu,” ujar dia.

Menurutnya, UI sama sekali tidak berniat menyinggung perasaan keluarga Ruyati maupun rakyat Indonesia. Gumilar mengungkapkan, proses seleksi, pengkajian, dan penetapan Raja Arab Saudi sebagai penerima gelar Doktor Honoris Causa sudah berlangsung tiga tahun lalu, sebelum kasus Ruyati terjadi.

“Prosesnya sudah lama. Tapi gelar itu belum diberikan, lantaran Raja Saudi sakit-sakitan terus,” ujar Gumilar. Baru belakangan ini Raja Saudi menjawab bisa menerima langsung gelar tersebut. Waktu pemberian penghargaan, kata Gumilar, ditentukan oleh pihak Raja Saudi sendiri.

“Ketika saya mendapat surat dari Sekretariat Negara Kerajaan Arab Saudi bahwa Raja bersedia menerima penghargaan itu, saya berada dalam simalakama. Mau memberi, momentumnya kurang bagus karena Ibu Ruyati dipancung, tapi kalau tidak jadi memberi, dianggap tidak menghormati,” ungkap Gumilar.

Tak punya kehormatan

Penjelasan panjang-lebar Rektor UI tersebut ditolak mentah-mentah oleh Rocky Gerung. “Sekali lagi, pemberian gelar harus disesuaikan dengan situasi terkini,” tegasnya. Jadi, kata dia, apabila alasan didasarkan pada kebaikan-kebaikan seseorang yang dilakukan di masa lampau, hal itu sangat tidak tepat.

“Kalau pertimbangannya dibuat tiga tahun lalu, maka setelah tiga tahun berlalu, harus dievaluasi lagi, apakah tokoh itu masih cukup terhormat untuk diberi gelar tersebut atau tidak,” kata Rocky.

“Saya kan tidak bisa memberikan gelar kehormatan kepada Kaisar Nero karena ia dinilai sebagai orang yang baik, bermutu, dan calon pemimpin besar di masa lalu, sedangkan beberapa tahun kemudian, ia berubah menjadi buas,” ujarnya.

Rocky menegaskan, gelar akademis diberikan bagi mereka yang berjasa bagi peradaban. “Universitas itu otonom, punya otoritas untuk mengevaluasi keadaan dunia. Kultur politik di Saudi jelas tak menghargai hak azasi manusia. Jadi apabila gelar itu tetap diberikan kepada Raja Saudi, UI tidak punya kehormatan,” kata dia.(np)

Arus balik di lintas Sumatera mulai padat

Bandarlampung (ANTARA News) - Arus balik kendaraan menuju kembali Pulau Jawa telah memadati jalan lintas Sumatra.

Dari pantauan ANTARA, jalan lintas Sumatra di jalan Soekarno-Hatta, Bandarlampung, dipadati pemudik ke Pulau Jawa yang akan melalui Pelabuhan Bakauheni.

Pemudik memilih lebih awal berkendara karena mengkhawatirkan kemacetan di hari-hari mendatang.

"Kami lebih memilih sekarang karena kendaraan di jalan belum begitu ramai. Kalau besok pasti lebih ramai," kata Rukidi, yang akan kembali ke Pulau Jawa.

Warga lainnya memilih pulang lebih awal karena ingin bersilahturahmi dengan tetangga di rumah, seperti dilakukan Suherman.

"Di sini (Lampung) tempat orang tua," kata Suherman.

Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pesawaran Jhondrawadi mengatakan, arus balik kendaraan di jalan lintas barat yang melalui daerah itu meningkat sejak Jumat (2/9).

"Memang bukan seluruhnya pemudik yang melalui jalan ini, tetapi banyak juga masyarakat yang hendak menuju tempat hiburan baik di Bandarlampung maupun Pesawaran," kata dia.
ANT/E005

Jubir: dugaan suap di Kemenakertrans bukan kasus institusi

Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Menakertarans Muhaimin Iskandar, Dita Indah Sari mengatakan bahwa dugaan kasus suap dalam pencairan dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah di bidang transmigrasi, bukan merupakan kasus suap institusi yang melibatkan Kemenakertrans secara kelembagaan.

Ketika menjawa pers di Jakarta, Jumat, Dita menegaskan, dugaan kasus tersebut adalah dugaan kasus suap antarindividu, bukan suap institusi di Kemenakertrans. "Institusi tidak terlibat," katanya.

Menurut Dita, komentar dari berbagai pihak, yang seakan-akan mengindikasikan adanya keterlibatan Menakertrans Muhaimin Iskandar dalam kasus tersebut, justru mengaburkan pokok permasalahan.

"Seakan-akan suap itu merupakan suruhan dan arahan dari Pak Menteri. Tak usah melebar ke mana-mana. Biarkan KPK bekerja," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi M Jasin membenarkan, dua pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yakni Dadong Irbarelawan dan I Nyoman Suisanaya berserta kuasa direksi PT Alam Jaya Papua Dharnawati disangka melakukan percobaan penyuapan terhadap Muhaimin Iskandar selaku Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Dalam surat penahanan terhadap Dharnawati, tertulis demikian, "Kalau percobaan penyuapan pasti menyebutkan nama orang yang akan dicoba disuap," kata Jasin.

Dharnawati, Dadong, dan Nyoman tertangkap tangan oleh KPK secara terpisah sesaat setelah diduga bertransaksi suap pekan lalu. Bersamaan dengan penangkapan, KPK menyita uang Rp1,5 miliar dalam kardus durian yang ditemukan di kantor Dadong, gedung Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Jakarta sebagai alat bukti.

Ketiganya lantas ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Dadong ditahan di Rumah Tahanan Cipinang, Nyoman di Rumah Tahanan Polda Metrojaya, sementara Dharnawati di Rumah Tahanan Pondok Bambu.

Kuasa hukum Dharnawati yakni Farhat Abbas mengungkapkan, dalam surat penahanan kliennya disebutkan bahwa dana Rp1,5 miliar untuk Muhaimin. "Diduga secara bersama-sama ketiganya menyuap menteri, padahal belum tentu menteri menerima atau menyuruh ya," ujar Farhat.

Namun Farhat membantah adanya uang dari Dharnawati ke Muhaimin. Menurut dia, kliennya tidak mengenal Muhaimin dan tidak pernah memberikan uang kepada Muhaimin.

Saat ditanya soal uang Rp 1,5 miliar yang menjadi alat bukti suap, Farhat mengatakan bahwa uang itu merupakan pinjaman dari Dharnawati kepada dua pejabat Kemenakertrans. Kedua pejabat itu, lanjut dia, meminjam uang untuk Tunjangan Hari Raya Lebaran setelah tidak berhasil meminta fee kepada Dharnawati.

Diakui Farhat, kliennya sempat dimintai fee 10 persen dari nilai proyek oleh dua pejabat Kemenakertrans itu. Menurut dua pejabat itu, kata Farhat, fee untuk mengurus pemenangan PT Alam Jaya Papua sebagai pelaksana proyek PPIDT ke Muhaimin dan ke DPR. "Mereka (Dadong dan Nyoman) menjual nama Muhaimin," kata Farhat.(*)

Kemenakertrans: hormati proses hukum di KPK

Padang (ANTARA News) - Kepala Pusat Humas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrsi Suhartono meminta semua pihak agar menghormati proses hukum yang sedang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan kasus dugaan suap pencairan dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID).

"Semua ini kan masih dalam proses penyidikan KPK. Agar tidak jadi polemik maka mari kita tunggu saja pernyataan resmi dari KPK," kata Kapus Humas Kemenakertrans Suhartono dalam siaran persnya via email yang diterima di Padang, Jumat.

Suhartono mengatakan terkait kasus dugaan suap yang menimpa dua pejabatnya itu, Menakertrans Muhaimin Iskandar secara tegas mengungkapkan kekecewaannya dan meminta jajarannya untuk meningkatkan pengawasan terhadap seluruh kinerja maupun proses pengadaan di lingkungan kementerian.

"Menteri (Muhaimin Iskandar, red) kaget dan kecewa, dia minta khususnya Inspektorat Jenderal ke depan lebih memperketat pengawasan dan menjadikan peristiwa ini sebagai pelajaran. Menteri sangat berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi di lembaganya," kata Suhartono.

Kemenakertrans memberikan ruang seluas-luasnya kepada KPK untuk melakukan pengusutan dan langkah hukum terkait kasus yang terjadi di Kemenakertrans ini.

Kasus ini merupakan momentum yang sangat baik bagi semua jajaran Kemenakertrans untuk berbenah diri, agar tidak lengah terhadap rayuan-rayuan dalam tindak persuapan.

Rektor : penghargaan Dr HC Raja Arab sesuai SOP

Bogor (ANTARA News) - Rektor Universitas Indonesia Gumilar R Somantri menyatakan, pemberian gelar doktor honoris causa (HC) kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz Al-Saud melalui proses yang amat panjang dan telah sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) akademis.

"Pemberian gelar ini tidak dalam waktu singkat tapi melalui proses yang amat panjang yang dilakukan oleh tim Komite Tetap Guru Besar UI. Pemberian gelar ini juga telah mengikuti SOP yang ada di UI," kata Rektor dalam wawancara khusus di kediamannya Kampung Pasir Kalong, Desa Sukakarya, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat malam.

Rektor menjelaskan, bahwa proses penetapan HC tersebut memakan waktu selama tiga tahun lamanya. Dalam proses tersebut telah dilakukan pertimbangan antara peer review dan tim Komite Tetap Guru Besar UI untuk penganugrahan guru besar HC.

Ia mengatakan, bahwa pemberian gelar ini bukan keputusan individu rektor saja. Tapi atas nama institusi yang memiliki tujuan besar untuk pengembangan kerja sama antara Indonesia dan Arab Saudi yang notabene memiliki hubungan kerja khususnya bidang tenaga kerja.

"Proses ini sangat panjang, kita tahu untuk tembus ke Arab itu sulit sekali. Kita sudah mengirimkan tim advance tiga kali kesana, baru bisa tembus," kata Rektor.

Rektor mengatakan, permasalahan HC ini hanya momentum saja. Karena pemberiannya terjadi setelah kasus Rukyati. Sementara, rencana dan penilaian pemberian penghargaan ini sudah dilaksanakan jauh hari.

Ia menyatakan, bahwa penilai pemberian penghargaan ini sesuai SOP akademisi, di mana Tim Komite Guru Besar UI untuk penganugerahaan gelar HC mengajukan nama calon penerima.

Pemberian HC tesebut dilakukan melalui kajian yang dilakukan oleh tim Komite Tetap Guru Besar yang berjumlah delapan orang ditambah satu dari sekretaris.

Komite ini bertugas untuk mengkaji apakah orang tersebut pantas memberikan gelar HC, namun, apakah penilaian ini layak. Maka komite biasanya membentuk peer review yang terdiri dari ahli-ahli yang relevan dengan doktor HC yang diberikan.

"Di dalam konteks tersebut, 'peer review' bersama-sama melakukan rapat untuk melihat kajian dari komite dan 'peer review'. Ketika diputuskan bersama bahwa yang bersangkutan layak diberikan HC, kemudian mereka bersama-sama membuat alasan kenapa yang bersangkutan diberikan HC. Alasan tersebut dibuat melalui proses studi. Ini kajian akademis," katanya.

Setelah pembentukan tersebut dilakukan kedua tim akan mengajukan surat kepada rektor sebagai institusi yang memiliki jalur diplomasi.

Di sana rektor akan mengeluarkan SK, untuk dilakukan proses pemberian penganugrahan tersebut. Pemberian penganugerahan tersebut dapat dilakukan dalam tiga tahap, melalui wisuda UI, atau agenda tertentu di luar UI.

"Penghargaan ini juga bisa diberikan di luar UI dengan alasan tertentu seperti, alasan kesehatan, dan alasan kondisi di negara yang akan diberikan penghargaan," kata Rektor.

Untuk penghargaan kepada Raja Arab sendiri, UI memilih memberikan langsung penghargaan ke Arab karena pertimbangan kesehatan Raja Arab yang sudah sepuh.

Terkait momentum pemberian penghargaan tersebut lanjut Raktor, pihaknya prihatin, karena keputusan yang dilakukan tiga tahun lalu menjadi sulit. Karena situasinya pada bulan Juli setelah kasus Rukyati, ada pemberitahuan pemberian HC sudah dilakukan oleh 'royal cord' di 10 hari bulan Ramadhan.

Rektor mengatakan, pihaknya memahami ada kontroversi dan sensitivitas. "Kami sensitif,  tapi ini tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi," katanya.

       
Rektor menegaskan bahwa HC ini merupakan studi akademisi dan jangan dikaitkan dengan politisi.

"Hendaknya kita melihat peluang besar dari kerjasama ini. Di mana kita datang bukan dalam rangka meminta tapi memberi penghargaan. Di mana penghargaan HC UI menjadi penilaian bagi masyarakat Arab Saudi terhadap Indonesia," katanya.

Rektor menambahkan, bahwa jangka panjang dari pemberian HC ini dapat berdampak pada nasib enam TKI Indonesia yang sedang dalam proses hukum mati dan ada 2 juta jiwa TKI yang masih minim pengetahuan.
(T.KR-LR)

Jumat, 02 September 2011

Thamrin Amal: Pemberian Doktor HC Bisa Politis Tapi Harus Lewati Proses

Nograhany Widhi K - detikNews

Jakarta - Rektor UI memberikan gelar doktor honoris causa (HC) pada Raja Abdullah dalam bidang kemanusiaan dan iptek di Jeddah. Di Tanah Air, pemberian itu mendapatkan kecaman dari sejumlah aktivis dan guru besar UI sendiri.

Pemberian gelar doktor honoris causa (HC) memang dimungkinkan untuk kepentingan politis untuk memperbaiki hubungan dua negara yang hubungannya sedang tegang. Namun, harus ada unsur terdesak dan melewati proses penilaian dewan guru besar dari tingkat fakultas sampai universitas, dan bukannya diputuskan sepihak oleh rektor.

"Ya itu yang terjadi kalau terjadi penyimpangan yang kadang-kadang bisa ditolerir, karena kebutuhan politik. Tapi itu lewat proses musyawarah dan kesepakatan Guru Besar. Kalau untuk kepentingan politik yang sangat mendesak satu negara barngkali bisa dipertimbangkan. Kalau Presiden ingin memperbaiki hubungan dua negara bisa saja, tapi harus lewat Senat Guru Besar, nggak bisa diputuskan sendiri," ujar sosiolog Universitas Indonesia (UI) Thamrin Amal Tomagola. Thamrin tidak setuju pada pemberian gelar doktor HC pada Raja Abdullah.

Berikut wawancara detikcom dengan peraih PhD dari Universitas Essex, Inggris, Jumat (26/8/2011) ini:

Kriteria dan aturan-aturan pemberian HC seperti apa?

Ya itu semuanya ada kriterianya. Masalahnya itu adalah sesudah MK menyatakan bahwa UU BHMN batal, semua perangkat kelembagaan yang ada di UU tidak berlaku lagi, termasuk forum dan mekanisme yang menentukan gelar HC.

Kemudian dalam kasus Rektor UI, dia membuat sendiri, mengubah statuta (aturan universitas) sendiri. Penganugerahan doktor HC diputuskan sendiri, sama sekali nggak ada pertimbangan dari guru besar. Ada beberapa pelanggaran serius.

Tata cara seleksi HC bagaimana?

HC terbuka bagi semua pihak, untuk nominasi siapa saja, publik, wartawan mengajukan bahwa seseorang pantas. Harus masuk lewat senat guru besar fakultas yang membawahi bidang keilmuan itu. Sesudah diterima atau ditolak, kalau diterima diteruskan ke senat guru besar universitas.

Dengan alasan dan kriteria yang kuat, bisa wartawan yang bisa melakukan investigasi tentang seesorang dan tidak menempuh jenjang pendidikan formal tapi mempunyai jasa di bidang tertentu.

Kalau sosial di Fisip, kalau ada jasa di bidang budaya FIB (Fakultas Ilmu Budaya), teknik masuk FT. Di sana di proses di guru besar fakultas, diterima dan diteruskan ke guru besar universitas yang dipimpin rektor.

Kalau senat guru besar fakultas menerima, biasanya yang di atas meluluskan. Saringan yang paling utama akademis fakultas bukan universitas, universitas itu proses formalitas.

Apakah ada batasan jumlah calon penerima doktor HC untuk setiap fakultas?

Nggak ada batasan untuk pihak luar yang berjasa dalam bidang keilmuan.

Apakah calon penerima harus yang berpendidikan formal, S1 misalnya atau apa ukurannya? Apa bisa menciptakan teknologi tepat guna bagi masyarakat atau bisa memberdayakan masyarakat?

Tidak berdasar jenjang pendidikan, namun prestasi yang diterapkan kandidat levelnya setara S3. Yang nggak berpendidikan bisa dapat asal berjasa menghasilkan karya ilmiah yang tingkat signifikansinya selevel S3.

Kalau di bidang teknologi di bidang teknologi tepat guna, kalau kritikus sastra misalnya HB Jassin, tapi kritik-kritik dia buat itu levelnya S3 10 orang, itu pantas diberikan gelar doktor HC. Ada seorang mahasiswa ITB yg di Seram, Maluku memakmurkan beberapa di sistem persawahan, sehingga penduduk desa jadi mapan, itu karya yang bukan main, dia tidak menulis karya ilmiah tapi prestasinya nyata di lapangan. ITB tahu dan melaporkan ke universitas, akhirnya dipanggil.

Jadi untuk menelisik calon penerima doktor HC ada tim investigasinya?

Ada jelas. Mereka punya prosedur itu. Namanya Honoris Causa itu kehormatan, menghormati prestasi bisa dalam teknik bisa juga yang sosial. Tidak menjadi persoalan apakah dia buta huruf, itu penghargaan dari institusi.

Prosesnya berapa lama seleksi penerima doktor HC itu?

Bisa tahunan. Verifikasi ke lapangan sih nggak terlalu lama, yang mengikuti orang itu bisa tahunan. Sekarang ini bisa terjadi ada beberapa orang yang diikuti pastinya untuk penerima doktor HC.

Ketat sekali penilaiannya, tidak boleh diputuskan satu orang, walaupun rektor. Rektor itu kan birokrat, pejabat, (doktor HC) ini posisi akademis, rektor itu posisi birokratis.

Apa mudah memberikan gelar doktor HC?

Nggak bisa, nggak semudah itu. Ada tahap pemantauan dan tahap verifikasi yang harus dinilai oleh forum-forum tadi. Apakah tim dari fakultas kemudian ke universitas.

Apa selama ini ada tendensi tertentu untuk memberikan gelar doktor HC, misalnya agar mendapatkan bantuan kerjasama atau semacamnya?

Ya itu yang terjadi kalau terjadi penyimpangan yang kadang-kadang bisa ditolerir, karena kebutuhan politik. Tapi itu lewat proses musyawarah dan kesepakatan guru besar. Kalau untuk kepentingan politik yang sangat mendesak di satu negara mungkin bisa dipertimbangkan.

Kalau presiden ingin memperbaiki hubungan dua negara bisa saja, tapi harus lewat senat guru besar, nggak bisa diputuskan sendiri dan itu ada kepentingan politik yang mendesak dari negara. Nggak boleh diputuskan sendiri kemudian dikasihkan sendiri seperti sekarang, itu nggak boleh.

Selain dari politik, dipertimbangkan juga jasa yang sangat besar orang tertentu kepada lembaga pendidikan tertentu. Misalnya pendiri pengelola sekolah dari awal habis-habisan berupaya supaya sekolahnya beridiri, tapi pendidikannya cuma S1 atau S2 atau tetap harus lewat dewan guru besar, tidak bisa diputuskan rektor.

Jadi alasan politis dibolehkan untuk pemberian guru besar?

Bisa, kalau alasan SBY ingin memperbaiki hubungan dengan Arab Saudi yang ricuh karena pemancungan Ruyati kemarin, tapi itu harus lewat guru besar, tidak bisa diputuskan sendiri.

Kalau ada pemberian gelar doktor HC karena kebutuhan politik, apa ada jaminan diluluskan Dewan Guru Besar?

Mayoritas diluluskan kalau benar-benar bisa dipertanggungjawabkan, asal itu kepentingan politik mendesak dan sangat krusial dan menentukan. Nah dalam hal ini hubungan kita dengan Arab Saudi tidak ada yang mendesak, tidak ada yang memutuskan hubungan diplomatik, kita nggak ada ancaman, mereka juga nggak mengusir orang Indonesia. Yang mendesak dan krusial nggak ada, kalau dibawa ke Dewan Guru Besar ya pasti ditolak. Ini basa basi diplomasi untuk membujuk kembali, begitu saja, tidak ada keadaan genting.

Apa bisa Dewan Guru Besar menegur Rektor?

Repotnya itu, Dewan Guru Besar dibekukan sama dia. Bagaimana mau dibekukan, sejak UU BHMN dibatalkan MK, masuk akal memang dibekukan, tapi setelah dibekukan tapi harus dikembalikan pada lembaga yang sebelum ada UU BHMN.

Pemberian Gelar ke Raja Saudi Dikecam Keluarga Ruyati, Rektor UI Minta Maaf

Rachmadin Ismail - detikNews

Jakarta - Keluarga Ruyati, TKI yang dipancung di Arab Saudi mengecam pemberian gelar doktor honoris causa pada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis al-Saud oleh rektor Universitas Indonesia (UI), Gumilar R Sumantri. Menyadari hal itu, Gumilar pun meminta maaf.

Putri Ruyati, Een Nuraini menangis mendengar pemberian gelar doktor ini dan menyatakan ketidakikhlasannya. Een bahkan terisak saat menggelar jumpa pers tentang pernyataan sikapnya ini.

"Saya nggak ikhlas. Gelar itu sama saja mengakui pemancungan, biadab," ujar Een.

Saat dikonfirmasi detikcom, Gumilar menjelaskan duduk persoalan pemberian gelar tersebut. Menurut dia, momen pemberian memang dilakukan saat isu pemancungan sedang marak di Tanah Air. Namun, sebetulnya usulan gelar itu sudah diajukan sejak tiga tahun silam.

"Sebagai bangsa Indonesia, tentu mendengar WNI dipancung saya sedih dan prihatin. Kalau ada orang yang tersinggung, terlepas mereka tidak memahami konteks hukum di Saudi Arabia dan aturan yang dibuat UI dan mungkin mereka merasa tidak nyaman saya mohon maaf," kata Gumilar lewat telepon, Jumat (2/9/2011).

Gumilar menambahkan, prosedur pemberian doktor honoris causa di UI sudah aturan baku. Prosesnya cukup panjang mulai dari usulan hingga perdebatan di tingkat komite tetap yang terdiri dari para guru besar.

Dari hasil pembahasan tersebut, dicapailah sebuah keputusan untuk memberikan gelar pada Raja Saudi. Beberapa pertimbangan dijadikan acuan, terutama jasa-jasa raja terhadap pembangunan Islam di Indonesia.

"King pernah membantu menyelesaikan Masjid Arifin Rachman Hakim di Salemba. King juga membantu tsunami Aceh sebagai donatur terbesar dan banyak menyantuni anak-anak miskin yatim piatu di Aceh," terangnya.

Tidak hanya itu, Raja Saudi juga dianggap memiliki pemerintahan yang realistis dan visioner. Bahkan, untuk misi perdamaian di Palestina, raja juga tergolong aktif.

"Jadi yang kami lakukan sangat akuntabel," tegasnya.

Diakui Gumilar, waktu pemberian gelar memang kurang tepat karena isu Ruyati yang tiba-tiba muncul. Namun penentuan waktu di luar kuasa UI.

"Tiba-tiba menjelang puasa pemberian dokter HC di hari 10 terakhir bulan Ramadan, dan itu yang memutuskan Royal Court, protokoler istana yang sangat powerfull. Kalau kita menolak dianggap kurang menghargai keputusan mereka," paparnya.

Gumilar mengklaim, pemberian gelar ini justru memperbaiki hubungan Arab Saudi dan Indonesia. Bahkan dia optimistis, beberapa terpidana mati lain yang menunggu eksekusi di Saudi bisa sedikit tertolong dengan kebijakan ini.

"Kalau misalnya saya tidak jadi, itu mungkin akan mempengaruhi hubungan kedua negara. Mudah-mudahan akan juga meningkatkan hubungan positif Indonesia dan Saudi," ucapnya.