VIVAnews - Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) mendesak pemerintah Indonesia lebih aktif berupaya membebaskan tahanan anak di Australia. Dari 500 nelayan Indonesia yang ditahan di Australia, 70 di antara mereka adalah anak-anak.
Menurut Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim, kondisi ini tentu bertolak belakang dengan Peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada hari ini, Sabtu, 23 Juli 2011. Kasim mengatakan tak habis pikir dengan sikap lambat yang ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia dalam membebaskan anak-anak yang dituduh terlibat dalam kasus penyelundupan orang tersebut.
"Kami mendesak pemerintah Indonesia menjelaskan upaya-upaya yang telah dilakukan untuk membebaskan para nelayan tersebut, terutama yang masih tergolong anak-anak. Pasalnya, pemerintah Australia dan Indonesia tidak pernah menyampaikan secara resmi jumlah anak-anak Indonesia yang ditahan sejak sebelum tahun 2010," ujar Ifdhal Kasim di kantor Komnas HAM, Jakarta.
Ifdhal menyayangkan pemerintah Australia dan Indonesia yang tidak aktif menghubungi para keluarga para tahanan. Komnas HAM mendesak pemerintah Australia dan Indonesia melakukan langkah-langkah sistematis dan komprehensif atas masalah ini.
"Dalam sebagian besar kasus, pemerintah Indonesia hanya menghubungi para keluarga di awal-awal saja, apalagi pemerintah Australia yang tidak pernah menghubungi para keluarga nelayan tersebut," kata Ifdhal.
Hingga saat ini, dijelaskan Ifdhal, tidak ada kejelasan penanganan atau proses hukum terhadap tahanan anak-anak tersebut. Informasi terbaru yang diperoleh Komnas HAM, Pemerintah Australia tetap akan melakukan tes wrist x-ray di pergelangan tangan.
"Metode ini telah lama ditinggalkan oleh negara-negara Barat dan tidak cocok untuk ukuran orang Asia, apalagi selain itu akan ditambah dengan tes x-ray gigi," ungkapnya.
Nihil Kemajuan
Sampai saat ini, dikatakan Ifdhal, tidak ada kemajuan yang ditunjukkan pemerintah Australia dan Indonesia dalam mengupayakan pembebasan 70 nelayan anak tersebut.
"Hal ini patut jadi perhatian pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Luar Negeri, karena keterbatasan akses para keluarga untuk mengurus dokumen-dokumen tersebut, apalagi ditambah dengan birokrasi yang korup dalam hal pengurusan administrasi kependudukan," tegasnya.
Masalah administrasi dan birokrasi yang buruk ini lah yang kemudian menurut Ifdhal membuat seorang anak nelayan anak Indonesia bernama Hadi Kurniawan memilih ditahan dan tidak lagi mempersoalkan umurnya.
Sementara itu, Direktur SAPA Indonesia, Magdalena Sitorus, mengatakan pemerintah Indonesia tak boleh pandang bulu dalam melakukan pembelaan terhadap anak bangsa.
"Jangan karena ini anak orang miskin, sedangkan kalau anak pejabat pasti perlakuannya berbeda. Tapi azas non diskriminatif yang harus dipakai, siapa pun mereka, anak siapapun mereka, kita harus memberikan perlindungan," tutur Magdalena.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar