Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Panelis seleksi Calon Hakim Agung (CHA) dari unsur akademisi, Arief Sidharta, meminta hakim agung untuk menyukai seni dan musik. Hal ini supaya hakim agung mempunyai perasaan yang mendalam sehingga bisa menyerap dinamisasi masyarakat.
Seni dan musik tersebut seperti baca novel dan puisi, melihat opera, bermain musik, karoke atau pameran lukisan. "Supaya dalam pola pikir hakim bisa lebih dinamis dan punya empati, menyerap keadilan masyarakat," kata Arief di kantor Komisi Yudisial (KY), Jl Kramat Raya, Senin, (25/7/2011).
Hal ini disampaikan ketika mengetahui CHA Sunarto mengaku tidak pernah melakukan aktifitas lain selain yang berkaitan dengan hukum semata. Menurut Arief yang juga Guru Besar Universitas Parahyangan, Bandung ini, seorang ahli hukum harus tahu seni.
Seperti di Amerika Serikat, praktisi hukum seperti hakim atau pengacara gemar mendatangi museum, pameran atau opera. Bahkan, hakim agung harus rajin membaca puisi.
"Saya baca buku hukum saja. Selain itu buku keagamaan. Nyanyi tidak pernah," jawab Sunarto tersipu.
Sebagai Insektur II Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA), Sunarto mendapat penghasilan Rp 17 juta per bulan. Selain itu, Sunarto mendapat penghasilan lain dari bisnis kos- kosan di Malang.
Sementara penghasilan istrinya yang menjadi hakim di Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Lampung Rp 17 juta per bulan. Istrinya juga mendapat pendapatan Rp 10 juta per bulan sebagai hakim Tindak Pidana Korupsi.
Sunarto sempat tersandung masalah kepemilikan KTP ganda, yaitu KTP Malang dan KTP Menteng, Jakarta. Dia mengaku mendapat KTP Menteng karena dibohongi perusahaan finance saat membeli mobil. Dirinya yang tidak tahu proses pembelian mobil baru, menggunakan KTP Malang dan kemudian diurus oleh perusahaan finance dengan menggunakan KTP Menteng tanpa sepengatahuan Sunarto.
"Saya tahu, itu salah. Kalau masuk pengadilan, tindakan saya perbuatan yang salah dihukum percobaan," jawab Sunarto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar