JAKARTA - Dugaan adanya oknum jaksa yang memeras kepala daerah (kada) tak bisa ditindaklanjuti lantaran data Komisi III DPR tidak valid. Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) Marwan Effendy balik menuding pengaduan kepala daerah tersebut hanya untuk menekan jaksa agar kasus-kasus mereka tidak diteruskan.
"Mereka tidak menyebutkan secara spesifik siapa saja oknum jaksa itu. Kami jadi tidak bisa menindaklanjuti. Kecuali mereka memberikan data lengkap, baru bisa kami ambil tindakan," kata Marwan di gedung Kejaksaan Agung, Kamis (29/4).
Komisi, kata Marwan, hanya menyebutkan bahwa ada sejumlah bupati yang jadi "ATM" para jaksa. Mereka kerap diperas agar tidak perkara mereka tidak diteruskan. "Harus disebutkan jaksa mana, bupati mana. Saya kecewa karena kami sudah keluar energi dan dana untuk menelusurinya," katanya.
Namun, menurut Marwan, informasi bahwa ada 70 bupati yang jadi ATM merupakan persoalan klasik. Sebab, bupati dan walikota sejatinya takut terhadap jaksa karena mereka memang terlibat dalam suatu kasus. "Jadi para bupati itu membikin perlawanan terhadap jaksa. Mereka menuding jaksa sehingga jaksa kecil hati kemudian malas meneruskan perkara tersebut," katanya.
Apalagi, kata Marwan, pengawasan terhadap para jaksa nakal saat ini sedang ketat-ketatnya. Situasi itu dimanfaatkan para kepala daerah untuk menekan jaksa-jaksa yang mengurus kasus mereka. "Jadi mereka dimanfaatkan. Saya banyak mendapat laporan penanganan perkara, ternyata setelah saya selidiki tidak benar (adanya jaksa memeras)," katanya.
Mantan JAM Pidsus itu menuturkan adanya jaksa pemeras yang dilaporkan salah seorang anggota dewan di Gorontalo. Setelah diselidiki, ternyata anggota dewan itulah yang akan menjadi tersangka dalam suatu kasus. "Dia membawa surat dari partainya bahwa tindakan Kepala Kejaksaan Negeri begini-begini, ternyata setelah kami kirim tim, saya cek, terbalik, dia itulah tersangkanya," katanya.
Anggota dewan itu, kata Marwan, memalsukan surat partai untuk menyakinkan bahwa tindakan itu didukung partai. Partai keberatan dengan surat tersebut. Apalagi, sejumlah saksi dari pimpinan daerah menegaskan bahwa keterangan anggota dewan itu tidak benar. "Saya sekarang hati-hati untuk tidak terpancing. Kami akan selalu meneliti terlebih dulu. Jangan sampai hasilnya nol," katanya. (aga)
"Mereka tidak menyebutkan secara spesifik siapa saja oknum jaksa itu. Kami jadi tidak bisa menindaklanjuti. Kecuali mereka memberikan data lengkap, baru bisa kami ambil tindakan," kata Marwan di gedung Kejaksaan Agung, Kamis (29/4).
Komisi, kata Marwan, hanya menyebutkan bahwa ada sejumlah bupati yang jadi "ATM" para jaksa. Mereka kerap diperas agar tidak perkara mereka tidak diteruskan. "Harus disebutkan jaksa mana, bupati mana. Saya kecewa karena kami sudah keluar energi dan dana untuk menelusurinya," katanya.
Namun, menurut Marwan, informasi bahwa ada 70 bupati yang jadi ATM merupakan persoalan klasik. Sebab, bupati dan walikota sejatinya takut terhadap jaksa karena mereka memang terlibat dalam suatu kasus. "Jadi para bupati itu membikin perlawanan terhadap jaksa. Mereka menuding jaksa sehingga jaksa kecil hati kemudian malas meneruskan perkara tersebut," katanya.
Apalagi, kata Marwan, pengawasan terhadap para jaksa nakal saat ini sedang ketat-ketatnya. Situasi itu dimanfaatkan para kepala daerah untuk menekan jaksa-jaksa yang mengurus kasus mereka. "Jadi mereka dimanfaatkan. Saya banyak mendapat laporan penanganan perkara, ternyata setelah saya selidiki tidak benar (adanya jaksa memeras)," katanya.
Mantan JAM Pidsus itu menuturkan adanya jaksa pemeras yang dilaporkan salah seorang anggota dewan di Gorontalo. Setelah diselidiki, ternyata anggota dewan itulah yang akan menjadi tersangka dalam suatu kasus. "Dia membawa surat dari partainya bahwa tindakan Kepala Kejaksaan Negeri begini-begini, ternyata setelah kami kirim tim, saya cek, terbalik, dia itulah tersangkanya," katanya.
Anggota dewan itu, kata Marwan, memalsukan surat partai untuk menyakinkan bahwa tindakan itu didukung partai. Partai keberatan dengan surat tersebut. Apalagi, sejumlah saksi dari pimpinan daerah menegaskan bahwa keterangan anggota dewan itu tidak benar. "Saya sekarang hati-hati untuk tidak terpancing. Kami akan selalu meneliti terlebih dulu. Jangan sampai hasilnya nol," katanya. (aga)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar