BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Sabtu, 26 Maret 2011

Lion Air Pastikan Roy Suryo Salah Jadwal

"Bukan double seat," kata Humas Lion Air, Edward Sirait, ketika dihubungi. VIVAnews - Anggota DPR dari Fraksi Demokrat Roy Suryo bisa memaklumi pergunjingan terhadap dirinya di Twitter, terkait perebutan kursi di pesawat Lion Air, Sabtu, 26 Maret 2011.

"Itulah dunia Twitter. Saya tidak membenarkan, tapi biarkan masyarakat yang menilai. Saya serahkan semua kepada Allah," ujarnya saat dihubungi VIVAnews, Sabtu 26 Maret 2011.

Tapi, Roy Suryo menyayangkan sikap Captain Vino, yang diceritakan dalam akun Twitter @ernestprakasa telah mengucapkan kata-kata kotor. Namun, Roy mengaku tidak mendengar langsung kalimat itu.

"Kejadian itu saya tidak melihat karena ada penghalang, harusnya saya dengar karena dekat. Terlepas saya dengar atau tidak, sebaiknya diklarifikasi," ujarnya.

Terkait perebutan kursi, Roy bersikukuh bahwa kisah di Twitter @ernestprakasa sebagai pemutarbalikan fakta. Ia tak terima dikata merebut kursi penumpang lain. "Ini soal double seat dan saya mengalah," ujarnya.

Roy telah meminta maaf kepada penumpang dan menyalaminya. "Saya dan istri saya langsung berdiri, dan mengumumkan ke penumpang dan mengatakan saya mengganggu penerbangan dan mohon maaf," katanya.

Sementara Humas Lion Air, Edward Sirait, mengatakan, insiden kecil yang terjadi di pesawat Lion Air jurusan Jakarta-Jogja pagi tadi lantaran nomor kursi yang dimiliki Roy Suryo sama dengan penumpang lain, namun berbeda jadwal penerbangan. "Bukan double seat," kata kepada VIVAnews.

Edward menceritakan, menurut pramugari pesawat, yang dijadwalkan berangkat pukul 06.15, ada kelebihan penumpang di kabin. "Setelah dicek boarding passnya, ternyata itu adalah tempat duduk yang di tempati beliau (Roy Suryo)," kata Edward

Kemudian, pramugari memeriksa boarding pass milik Roy Suryo. Belakangan diketahui, Roy Suryo dijadwalkan berangkat pukul 07.45, bukan penerbangan pukul 06.15.
"Itu berdasarkan dokumen boarding pass, kemudian pramugari mengatakan Pak Roy penerbangan berikutnya dan beliau turun, itu saja," ucap dia.

Dia juga menjelaskan, tidak ada komunikasi antara pilot dengan anggota DPR Komisi I itu. "Pilot hanya berkomunikasi dengan petugas darat untuk menyelesaikan masalah administrasi itu," kata Edward.

Menurut dia, tindakan yang diambil oleh pilot sudah tepat, karena memang peraturannya demikian. "Kalau ada kelebihan penumpang pesawat belum boleh terbang," ujarnya.

Dia menjelaskan, setelah ada komunikasi antara pilot dan petugas darat, Roy Suryo diminta turun. "Itu saja, jadi bukan double seat, kok jadi ramai ya," ucap Edward.

Kehebohan itu sempat masuk ke urutan ke-9 trending topic di Twitter, sekitar pukul 13.00. Kicau di jejaring sosial 140 karakter itu mulai ramai setelah akun @ernestprakasa mengirim serangkaian tweet mengenai kronologi kericuhan. (umi)
• VIVAnews

KPK Tangkap 2 Buronan Koruptor Telkom

VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dua buronan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Kedua buron yang telah menjadi narapidana korupsi itu ditangkap di kawasan Jakarta.

"Kami diminta bantuan untuk menangkap mereka, inisialnya ES dan K," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, saat dihubungi, Sabtu 26 Maret 2011.

Dua orang itu adalah Kepala Divisi Regional Telkom Sulawesi Selatan, Koesprawoto, dan Deputi Kepala Divisi Regional VII, Edi Sarwono. Koesprawoto ditangkap di sebuah rumah kos di kawasan Setiabudi Jakarta Selatan, dan Edi ditangkap di Gondangdia.

Menurut Johan, dua orang ini selanjutnya akan dijemput pihak kejaksaan. "Sore ini juga akan dibawa ke Sulawesi Selatan," jelasnya.

Koesprawoto dan Edi adalah terpidana enam tahun penjara. Mereka terbukti bersalah dalam kasus penyalahgunaan sistem percakapan suara dengan menggunakan teknologi Voice over Internet Protokol (VoIP) di Kantor Telkom Denpasar dan Makassar. Selain dua orang itu, kasus ini juga melibatkan Ketua Koperasi Karyawan Telkom, R Heru Suryanto. Mereka terbukti menggunakan fasilitas Telkom berupa E1 yang disambungkan ke sentral lokal milik PT Telkom di Kaliasem, Denpasar.

Penyaluran traffic voice ini masuk ke central trunk milik PT Telkom ke penerima telepon lokal dan sambungan jarak jauh di seluruh Indonesia. Akibat perbuatan mereka, negara dirugikan US$0,08 per menit per panggilan untuk seluruh wilayah Indonesia. Dan total kerugian negara mencapai Rp44,9 miliar.
• VIVAnews

Arsyad Sanusi Mundur dari Jabatan Hakim Konstitusi

Jakarta (ANTARA News) - Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi menyatakan mundur setelah Majelis Kehormatan Hakim menyimpulkan dirinya melanggar kode etik hakim.

"Saya menyatakan mengundurkan diri dengan hormat atau memohon pensiun dini dari jabatan hakim konstitusi," kata Arsyad Sanusi saat konferensi pers hasil Majelis Kehormatan Hakim di Jakarta, Jumat.

Menurut dia pengunduran diri dilakukan dalam rangka menjaga keluhuran, kehormatan dan martabat mulia hakim konstitusi.

Arsyad juga menghormati penilaian majelis kehormatan hakim yang menyatakan dirinya gagal dalam pertanggungjawaban moral mengawasi keluarga (anaknya Neshawaty, adik ipar Zaimar serta bawahannya Makhfud) bertemu dengan pihak yang berperkara.

"Sebagai hakim konstitusi saya tulus dan ikhlas menerima dan menghormati penilaian Majelis Kehormatan Hakim," tegasnya.

Arsyad menyatakan surat pengunduran dirinya akan segera dikirimkan ke presiden dan ketua MK untuk dimintakan persetujuan sekaligus memberi kesempatan bagi Mahkamah Agung untuk mencari penggantinya.

Ketua Majelis Kehormatan Hakim Harjono mengatakan dalam pertimbangannya MKH telah menemukan terjadi sekali pertemuan antara Dirwan Mahmud mantan calon Bupati Bengkulu Selatan dan Neshawaty (anak Arsyad) serta Zaimar (adik ipar) di rumah jabatan Hakim Arsyad yang disusul dengan pertemuan dengan Panitera Pengganti (PP) Makhfud serta rangkaian pertemuan berikutnya.

Pertemuan ini tidak lain membicarakan pemenangan perkara yang akan diajukan Dirwan, termasuk adanya pemberian uang yang diakui baik Makhfud maupun Dirwan.

"Meskipun Neshawaty hanya hadir dua kali dalam rangkaian pertemuan tetapi dia aktif memperkenalkan Makhfud dan menelepon Makhfud untuk bertemu Dirwan, sedangkan Zaimar jauh lebih aktif lagi," katanya.

Tetapi karena kejadiannya berangkai sedangkan Neshawatry adalah puteri Arsyad, Zaimar adalah adik iparnya, dan Makhfud adalah bawahannya secara langsung maka Hakim Arsyad dinilai harus bertanggungjawab secara etik atas peristiwa tersebut.
(J008)

Oknum Panitera PN Medan Ditahan di Polda

Medan (ANTARA News) - Oknum Panitera Pengadilan Negeri Medan berinisial ES yang ditangkap karena diduga memeras keluarga terdakwa kasus narkoba masih ditahan di ruang tahanan Kepolisian Daerah Sumatera Utara.

Direktur Reskrim Polda Sumut Kombes Pol Agus Andrianto di Medan, Sabtu, mengatakan, pihak kepolisian sedang melakukan pemeriksaan intensif atas dugaan pemerasan tersebut.

Ketika dipertanyakan tentang kemungkinan penangguhan penahanan, Agus Andrianto menyatakan belum menerima permohonan tersebut dari jajaran Pengadilan Negeri (PN) Medan.

"Sampai saat ini belum ada," katanya.

Agus mengaku jika pihaknya mendapatkan video dan rekaman pembicaraan atas praktik pemerasan yang dilakukan oknum Panitera PN Medan itu.

Namun, video dan rekaman pembicaraan belum tentu dijadikan sebagai barang bukti di pengadilan. "Itu hanya menjadi petunjuk saja," katanya.

Pihak kepolisian akan mengenakan Pasal 368 KUHPidana tentang pemerasan, termasuk kemungkinan tindak penyalahgunaan wewenang terhadap oknum Paniter PN Medan itu.

Petugas Direktorat Reskrim Polda Sumut menangkap ES di sebuah penginapan di Jalan Gatot Subroto Medan pada Jumat (25/3) malam, karena berusaha memeras Syarifah Hasanah, warga Kota Medan yang memiliki keluarga yang tengah menjalani persidangan di PN Medan karena terkait kasus narkoba.

Pelaksana Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hery Subiansuri mengatakan, ES menghubungi Syarifah Hasanah dan meminta uang sebesar Rp100 juta jika ingin keluarganya mendapatkan vonis bebas.

Setelah disetujui uang muka sebesar Rp50 juta, disepakati perjanjian untuk menyerahkan uang tersebut di sebuah penginapan di Jalan Gatot Subroto Medan.

Namun pihak keluarga korban melaporkan dugaan tindak pemerasaan yang dilakukan oknum PN Medan tersebut ke pihak kepolisian.

Petugas Direktorat Reskrim Polda Sumut langsung menangkap oknum tersebut ketika menerima uang yang masih dibungkus itu.

Setelah dihitung di hadapan tersangka, keluarga korban pemerasan, dan saksi, diketahui uang dalam bungkusan tersebut berjumlah Rp50 juta.

Pihak kepolisian juga mengamankan sebuah video dan rekaman yang berisi pembicaraan antara keluarga korban dengan oknum Panitera PN Medan tersebut.(*)

(T.I023/R014)

KPK Tahan Hari Sabarno

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Hari Sabarno dalam kaitan dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar) periode tahun 2002 hingga 2005.

Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Jakarta, Jumat, membenarkan dilakukannya penahanan terhadap Hari Sabarno guna pengembangan penyidikan.

Mantan Mendagri yang juga Purnawirawan Jendral ini akhirnya ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang oleh lembaga antikorupsi setelah ditetapkan sebagai tersangka sejak September 2010 lalu.

Hari disebut-sebut ikut andil atas terbitnya radiogram pengadaan mobil damkar di beberapa daerah yang membuat perusahaan milik Hengky Samuel Daud, yakni PT Istana Sarana Raya dan PT Satal Nusantara, menjadi rekanan tunggal proyek tersebut.

Kebijakan tersebut telah membuat sejumlah kepala daerah terpaksa masuk bui, seperti mantan Gubernur Jawa Barat Dani Setiawan, mantan Wali kota Medan Abdillah, mantan Wakil Wali Kota Medan Ramli, serta eks Dirjen Otda Kementerian Dalam negri Oentarto Sindung Mawardi.

Menanggapi penahanannya, Hari Sabarno hanya mengatakan akan mengikuti semua proses dan peraturan yang berlaku.

Dalam beberapa kesempatan Hari yang didampingi seorang perwira TNI Babinkam selama menjalani pemeriksaan hingga dibawa ke Lapas Cipinang selalu mengatakan bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus tersebut.

Ia menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui proses penerbitan radiogram yang menjadi dasar pelaksanaan proyek tersebut.

KPK sendiri menduga telah terjadi penggelembungan harga yang mengakibatkan kerugian negara dalam proyek itu.
(V002)

Kamis, 24 Maret 2011

Gelapkan Rp200 Juta, Bendahara KPK Dipecat

"Yang bersangkutan akhirnya dipecat setelah harus mengembalikan uang yang digelapkannya."
VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memecat salah satu bendahara berinisial EL. Dia diduga menggelapkan uang sebesar Rp200 juta. Namun, meski sudah dipecat, EL tidak diproses ke polisi.

"Yang bersangkutan sudah dipecat sejak 2009," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, saat dihubungi VIVAnews.com, Kamis 24 Maret 2011.

Johan menjelaskan, peristiwa ini berawal saat pengawasan internal KPK mengaudit laporan keuangan KPK per tiga bulan. Saat itu, tim menemukan ada perhitungan yang salah. "Setelah ditelusuri ditemukan adanya uang yang digelapkan yang bersangkutan," ujarnya.

Menurut Johan, EL pun kemudian diperiksa oleh Dewan Pertimbangan Pegawai. "Yang bersangkutan akhirnya dipecat setelah harus mengembalikan uang yang digelapkannya. Besarannya setahu saya sekitar Rp200 juta," jelas Johan.

Kenapa EL tidak dilaporkan ke polisi? "Dia sudah mengembalikan uangnya dan ada kesalahan administrasi yang dilakukan yang bersangkutan," ujarnya. (adi)

Mantan Dirut PLN Eddie Widiono Ditahan KPK

Eddie Widiono diduga telah melakukan penggelembungan harga pada proyek itu.
VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan mantan Direktur Utama PLN, Eddie Widiono Suwondho. Eddie akan dititipkan KPK di Rutan Kepolisian Resor Jakarta Selatan.

"Untuk kepentingan penyidikan, yang bersangkutan akan ditahan selama 20 hari ke depan," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, saat dihubungi, Kamis 24 Maret 2011. Eddie Widiono ditahan setelah menjalani pemeriksaan di Gedung KPK.

Eddie ditahan karena diduga terlibat dalam kasus korupsi Pembangunan proyek komputerisasi untuk pelayanan terhadap pelanggan, Computer Information System (CIS)-Rencana Induk Sistem Informasi (RIS)) di PT (Persero) Perusahaan Listrik Negara. Dia diduga telah melakukan penggelembungan harga pada proyek itu. Diduga negara dirugikan hingga Rp45 miliar.

Pengacara Eddie, Maqdir Ismail, kecewa atas penahanan ini. Menurutnya, tidak ada alasan subyektif dari KPK untuk menahan kliennya itu. "Seharusnya yang diusut adalah pelaksana kebijakan ini yang telah menyalahgunakan kebijakannya sehingga membuat orang lain menjadi untung atau menguntungkan diri sendiri," kata Maqdir saat dihubungi.

KPK menjerat Eddie dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Eddie menjadi tersangka sejak 24 Februari 2010. Kasus ini merupakan pengembangan kasus dugaan korupsi PLN Jawa Timur.
• VIVAnews

KPK Tetap Ungkap Penyuap Sekalipun Tanpa Nunun

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap akan mengungkap siapa penyuap para mantan anggota Komisi IX DPR RI yang menjadi tersangka dari kasus dugaan penerimaan suap atas pemilihan Miranda Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia periode 2004 meski tanpa kesaksian dari Nunun Nurbaeti.

"Sampai hari ini KPK masih kesulitan menghadirkan Bu Nunun. Itu jadi salah satu kendala kita, tapi bukan berarti kasus ini berhenti," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Jakarta, Rabu.

Ia menegaskan bahwa sekali pun istri anggota Komisi III DPR RI Adang Daradjatun ini tidak bisa hadir menjadi saksi, KPK tetap akan mengungkap habis kasus suap-menyuap ini hingga tuntas dengan mencari keterangan dan informasi dari saksi-saksi yang lain.

Nunun Nurbaeti yang dikabarkan menderita penyakit lupa ingatan belum juga ditemukan keberadaannya baik oleh penyelidik KPK maupun para wartawan. Lembaga antikorupsi ini sampai menempatkan penyelidiknya di Singapura hanya untuk mencari tahu kesehatan dan keberadaan Nunun, sedangkan beberapa wartawan dari beberapa media pun ikut melakukan penyelidikan atas dugaan keberadaan Nunun di Singapura namun hasilnya nihil.

Meski Ketua KPK Busyro Muqoddas telah meminta kesediaan keluarga sendiri menghadirkan Nunun Nurbaeti namun tetap saja pihak keluarga diwakili oleh mantan Wakapolri Adang Daradjatun tidak berkenan menghadirkan istrinya tersebut.

Nunun disebut-sebut sebagai saksi kunci dari kasus dugaan suap terhadap mantan anggota Komisi IX DPR RI periode 1999 hingga 2004. Ia diduga menjadi orang yang bertanggunjawab terhadap penyebaran sejumlah cek perjalanan tersebut.

Kasus dugaan penerimaan suap dari Miranda Goeltom terkait pemilihan DGS Bank Indonesia kini hampir 100 persen memasuki tahap penuntutan. Sudah ada 15 tersangka yang berkasnya dinyatakan lengkap atau P21 dan segera dilimpahkan ke Pengadilan Khusus Tindak Pidana Kourpsi.

Beberapa politisi senior yang ikut menjadi tersangka yakni mantan Kepala Bappenas Paskah Suzzeta, Panda Nababan, Max Moein, dan Agus Condro. Jumlah mantan anggota Komisi IX DPR RI yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sebanyak 26 orang.  (V002/K004)

Rabu, 23 Maret 2011

KPK Prihatin Gaji Hakim Tipikor Belum Dibayar

Padahal hakim adalah garda terdepan penegakan hukum. "Kalau nggak digaji bagaimana?"
VIVAnews - Sejumlah hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang belum menerima gaji dan tunjangan selama tiga bulan terakhir.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) prihatin mendengarnya. "Kita menyesalkan. Ini kan semangatnya pemberantasan korupsi, jadi harus ada skala prioritas," ujar juru bicara KPK, Johan Budi SP di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 23 Maret 2011.

"Hakim kan garda terdepan dalam penegakan hukum itu. Benteng terakhir juga. Nah, benteng kan harus kuat. Kalau nggak digaji bagaimana?" tambah dia.

Meski demikian, kata Johan, keterlambatan gaji hakim itu tidak akan memengaruhi berbagai perkara yang ditangani Pengadilan Tipikor Semarang. Apalagi putusan perkara.

Menurut Johan, keterlambatan gaji seorang hakim Pengadilan Tipikor juga pernah terjadi sebelumnya. Saat itu, KPK secepatnya berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA). "Tapi kalau ada informasi soal itu (keterlambatan gaji Tipikor Semarang), kita akan koordinasi dengan MA. Seperti yang pernah kita lakukan sebelumnya," tuturnya.

Sejak Januari 2011 lalu, beberapa hakim pengadilan tipikor belum juga menerima gaji. Padahal, hakim tipikor mestinya mendapatkan gaji dan tunjangan seperti uang kehormatan, fasilitas perumahan, transportasi, serta pengamanan.

Selanjutnya, para hakim berangkat ke Mahkamah Agung (MA) di Jakarta. Namun, pertemuan di MA juga belum membuahkan hasil.

Gaji dan tunjangan para hakim Tipikor diatur dalam Peraturan Presiden RI Nomor 86/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No 49/2005 tentang Uang Kehormatan bagi Hakim Pengadilan Tipikor. Pada Pasal 3 Peraturan Presiden tersebut, tercantum bahwa besarnya uang kehormatan hakim Pengadilan Tipikor tingkat pertama Rp13 juta, tingkat banding Rp16 juta dan hakim kasasi Rp22 juta.  (umi)

"Tak Ada Tradisi Kudeta dan Berontak di TNI"

VIVAnews -- Media Al Jazeera mengangkat isu sejumlah jenderal senior TNI diduga berada di balik usaha mengkudeta Presiden Susilo  Bambang Yudhoyono. Para purnawirawan itu, begitu berita Al Jazeera, menggunakan kelompok Islam garis  keras untuk mengacaukan situasi,  termasuk dalam kasus Ahmadiyah.

Mengapa para jenderal itu beraksi? Mereka, kata Al Jazeera,  sudah  jengah, karena SBY dianggap terlalu lemah dan terlalu reformis.

Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat, Letnan Jenderal (Purn) Soerjadi membantah keras soal ini. "Di tubuh TNI, darat, laut, udara tidak pernah diajarkan untuk berontak dan kudeta," kata dia saat dihubungi VIVAnews.com, Rabu 30 maret 2011.  "Kalau ada jenderal yang kudeta, itu bukan TNI, Amerika mungkin iya," kata dia.

Meski, "Banyak orang bilang bahwa kepemimpinan SBY ragu-ragu dan sama sekali tidak memperbaiki keadaan, para purnawirawan tidak mungkin merencanakan kudeta." Jangan menyudut para purnawirawan dengan cara menyebar rumor seperti itu.
Sumber Al Jazeera menuturkan bahwa alasan ancaman kudeta itu antara lain karena SBY terlalu lemah dan terlalu reformis.  Menurut Soerjadi, reformis atau tidak, masyarakatlah yang menilai. Yang jelas, katanya, begitu reformasi bergulir, TNI sudah melakukan reformasi bertahap, dan sudah tertata semuanya. Yang belum jalan selama ini, lanjutnya, adalah reformasi birokrasi. Pemerintah mestinya fokus di reformasi birokrasi itu, ketimbang mengurus soal rumor yang tidak jelas juntrungannya.
Jadi, bagaimana sikap para purnawirawan menanggapi isu kudeta SBY?

"PPAD mendukung perubahan, tapi jangan seperti 1998 dulu. Kami ingin perubahan yang terkelola dan terkawal dengan baik, dengan agenda dan konsep yang jelas," jawab Soerjadi.

Dia menduga isu purnawirawan jenderal akan kudeta adalah bentuk pengalihan isu. "Isu apa saja sekarang ini bisa dibuat,  untuk menggiring publik, menggiring pemerintah untuk lupa pada tugas pokoknya, menyejahterakan rakyat."

Lebih jauh lagi, Soerjadi menduga, isu ini dikeluarkan untuk mendiskreditkan TNI. "Kok TNI disorot lagi, yang mulai baik-baik dirusak," kata dia.

Soerjadi menarik benang merah antara isu ini dengan rumor adanya 'Operasi Sajadah' -- Islamisasi warga Ahmadiyah yang disebut-sebut melibatkan TNI.

"Katanya melibatkan Pangdam Siliwangi, kan tidak ada itu. Pangdam hanya melakukan silaturahmi dan komunikasi dengan pesantren, tahu-tahu diisukan 'Operasi Sajadah'," kata dia.

Ia menduga isu tersebut untuk menimbulkan kesan TNI digunakan hanya oleh satu golongan saja, bahwa TNI tidak pluralis. "Padahal, TNI menganut prinsip-prinsip bhinekka tunggal ika, pluralis. Kelihatannya prinsip TNI ini dianggap sebagian orang menghambat laju federalisasi, neoliberal."

Presiden Diagnosis Lima Penyakit Pemerintah

VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumpulkan para pejabat pembantunya mulai dari level menteri hingga gubernur di Istana Bogor, Senin, 21 Februari 2011. Dalam pertemuan ini SBY menyampaikan berbagai kritik pedas untuk jajaran pemerintah pusat dan daerah. Dia bahkan bilang ada lima penyakit pemerintah saat ini.

Penyakit-penyakit itu, menurut diagnosa SBY, telah membuat pembangunan berjalan tidak efektif. Presiden lantas menguraikannya satu-persatu.

Pertama, SBY menyebut soal birokrasi pemerintah pusat yang berjalan lambat dan tidak sesuai perencanaan. "Dalam sidang kabinet diputuskan A. Menteri bilang mengerti A. Tapi, begitu mengalir di kementerian sering terhenti, sebulan tiga bulan tidak ada kabar," kata SBY.

Penyebabnya, bukannya langsung bergerak ke tahap implementasi, pejabat di kementerian masih meributkan program yang telah diputuskan itu. "Seharusnya mereka sadar, top decision maker itu Presiden, policy maker itu menteri. Sekali kita putuskan, jangan lagi ada diskusi kemudian tidak mengalir. Rugi kita," Presiden menegaskan.

Penyakit kedua, pemerintah daerah dinilai Presiden kerap menghambat program yang sudah diputuskan pemerintah pusat. Ada sejumlah program yang tidak berjalan karena bupati dan walikota tidak setuju. "Saya baru dilapori belakangan. Kalau ada alasan masuk akal, boleh. Tapi, kalau tidak, padahal itu investasi yang bisa mengurangi pengangguran dan menggerakkan ekonomi lokal," kritik SBY.

Yang ketiga adalah soal investor yang sering ingkar janji. Ini mengakibatkan banyak program seperti jalan tol hingga perkebunan tidak berjalan. "Terkunci, sehingga rakyat kita tidak dapat apa-apa."

Keempat, masih ada banyak regulasi yang menghambat. Menurut Presiden, sebetulnya peraturan-peraturan itu bisa dengan mudah dikoreksi, karena toh belum di level undang-undang atau UUD 1945 yang memiliki mekanisme sendiri untuk merevisinya.

Kelima, SBY menunjuk faktor kepentingan politik yang tidak sehat, baik di pemerintah pusat ataupun daerah. "Politik harus membawa solusi, tak boleh diartikan untuk kepentingan sempit, untuk mengunci segalanya. Karena yang tidak dapat apa-apa adalah rakyat kita."

Pepesan kosong

SBY pun menyoroti persoalan Ibukota Jakarta. Pembangunan infrastruktur mampet di sejumlah titik. "Saya kenyang dengan banyak sekali komitmen, seperti membangun infrastruktur di DKI. Semuanya pepesan kosong. Transportasi tidak jalan," kata Presiden dengan nada kesal. "Barangkali di daerah juga begitu."

Karena itu, Presiden minta supaya dibuat master plan yang detail. "Di atas kertas sesuai dengan jumlah yang pasti. Baik isi, siapa yang akan melakukan apa, dengan sasaran seperti apa," katanya.

Tak cuma pemerintah pusat dan daerah, badan usaha milik negara (BUMN) juga kena semprot Presiden. Awalnya, SBY menyatakan bahwa BUMN bisa menjadi pilar dan kontributor utama dalam pembangunan. Presiden lalu menyoroti BUMN yang masih berambisi memonopoli suatu wilayah, padahal kemampuannya terbukti tak memadai. "Kalau BUMN X mau mengembangkan ekonomi A tapi mampunya hanya 70 persen, ya sebegitu yang diberikan. Yang 30 persen diberikan untuk swasta," kata SBY.

Hal ini, menurut Presiden, perlu dilakukan BUMN sehingga pembangunan berjalan lancar dan tidak terganjal faktor ketidakmampuan BUMN menyelesaikan program.

Hujan kritik


Otokritik Presiden ini tak pelak seperti merupakan respons terhadap sejumlah kritik keras terhadap kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II, yang sebelumnya diutarakan berbagai kelompok masyarakat. Kritik dengan gaung paling kencang adalah yang disuarakan tokoh-tokoh lintas agama, seperti: Mantan Ketua Umum PP Muhamaddiyah Syafi'i Ma'arif, tokoh Nahdlatul Ulama KH Salahuddin Wahid, rohaniawan Katolik Franz Magnis-Suseno, dan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Pendeta Andreas A. Yewangoe.

Dalam pernyataan sikapnya, tokoh-tokoh agama itu bahkan secara telak menyatakan pemerintahan SBY telah "berbohong." Mereka menghimpun 18 kebohongan pemerintah selama ini. Itu mulai dari soal angka kemiskinan, ketahanan pangan dan energi, anggaran pendidikan, hingga soal kebebasan beragama dan gelombang aksi kekerasan mengatasnamakan agama.

Untuk mengklarifikasi tudingan telah berbohong itu, Presiden lalu secara khusus mengundang para tokoh agama tersebut ke Istana Negara. (kd)
• VIVAnews

Dari komisi Yudisial

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menyatakan ada dugaan pelanggaran kode etik profesi hakim oleh Majelis Hakim yang menangani perkara Abu Bakar Baasyir.

"Ada indikasi Majelis Hakim tidak melaksanakan persidangan secara fair," kata Suparman, kepada wartawan di Jakarta, Selasa.

Namum, kata Suparman, hal tersebut masih kesimpulan sementara dan belum menjadi keputusan KY dalam perkara Majelis Hakim Baasyir.

Dia mengungkapkan bahwa putusan tersebut akan keluar setelah pihaknya melakukan sidang pleno.

Suparman menyatakan, pihaknya baru akan mengkaji dokumen, bukti, temuan, dan laporan yang sudah diterima.

"Tentu akan kami analisis lebih dalam, nanti akan diperiksa berkas tambahan, panggil hakim, dan menyampaikan ke MA. Putusan akan dilakukan di pleno," katanya.

Ketika ditanya apa bentuk sanksi yang bisa dijatuhkan, Suparman mengatakan hal itu tergantung dari temuan. "Tergantung nanti, paling berat MKH (Majelis Kehormatan Hakim), itu bisa dipecat, non palu tergantung temuannya," katanya.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Kuasa hukum Abu Bakar Ba`asyir telah melaporkan majelis hakim kepada KY karena diduga ada pelanggaran kode etik serta ada rekayasa yang telah disusun untuk menjerat Abu Bakar Ba`asyir.

(ANTARA/S026)

Jumat, 18 Maret 2011

KPK Bantah Ada Penyusup Mafia Hukum

Taufik Hidayat - Okezone
AKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menampik tudingan bahwa lembaga anti korupsi ini dimasuki mafia hukum yang mempengaruhi kinerjanya dalam memberantasan korupsi.

Wakil Ketua KPK M Jasin mengatakan, lembaganya memiliki strategi khusus dalam mengungkap pelaku korupsi, termasuk dalam kasus cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, Miranda S Goeltom.

"Kita ini ada strategi yang tidak diketahui masyarakat. Kalau strategi kita dibuka untuk menjawab tudingan itu tidak akan membantu penyidikan," katanya di gedung KPK, Jakarta, Kamis (17/3/2011).

Jasin menambahkan, dalam kasus ini, baik penerima maupun pemberi akan ditindak tegas. “Ini hanya tergantung waktu. Waktu jangan dibatasi, itu sulit, apa lagi orangnya dalam pelarian," tandasnya.

Seperti diberitakan, Penasihat ICW Jhonson Panjaitan mengindikasikan adanya mafia hukum di tubuh KPK. Dalam kasus suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Senior BI, Miranda S Goeltom belum bisa ditangani penuh, karena semua penerima sudah dijadikan tersangka dan divonis, namun pemberi suap tidak jadikan tersangka.

"Jadi jelas kalau di KPK memang ada mafia, KPK sekarang terlihat jadi mesin penutup kebobrokan KPK, nah saya rasa kasus TC ini penutup untuk masa jabatan mereka," ujar Jhonson.

Selain itu, yang belum terungkap dalam kasus cek pelawat yakni, transaksi perbankannya, karena selama ini baru transaksi politiknya saja.

Selain itu, saksi Nunun Nurbaeti dan Miranda S Goeltom harus di buru karena dalam fakta persidangan mortifnya adalah pemenangan Deputi Senior Gubernur BI.
"Satu-satunya yang harus digebuk terus, yakni kejar Nunun sampai masa jabatan pimpinan habis, yang kedua yakni Miranda karena dalam fakta persidangan jelas motifnya adalah pemenangan deputi," tambahnya.

Nunun adalah saksi kuncil kata Jhonsosn dalam kasus pemilihan DGS BI, tetapi sangat disayangkan ketika Nunun sudah sakit dan KPK seolah lemah untuk mengejarnya.

"Pertama sakit permanen,obat permanen dan kabur permanen, akhirnya kasus ditutup permanen," tandasnya.


(ded)

Kamis, 17 Maret 2011

Sejumlah Aktiivis Jateng Deklarasikan Gerakan Antimafia Hukum

Semarang (ANTARA News) - Sejumlah aktivis dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang ada di Jawa Tengah mendeklarasikan Gerakan Antimafia Hukum sebagai bentuk perlawanan terhadap segala bentuk praktik mafia hukum yang semakin merajalela.

"Mafia hukum termasuk koruptor saat ini sudah berada dimana-mana, sehingga harus dilawan secara bersama-sama," kata salah satu penggagas deklarasi Gerakan Antimafia Hukum yang juga Sekretaris Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah, Eko Haryanto, di Semarang, Rabu.

Deklarasi tersebut berlangsung di Gedung Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial Universitas Diponegoro Semarang dan diikuti puluhan peserta dari berbagai kalangan.

Menurut Eko, berhentinya penanganan kasus-kasus korupsi dengan jumlah kerugian keuangan negara yang cukup besar di Jawa Tengah, baik yang sedang ditangani oleh kejaksaan maupun kepolisian menunjukkan adanya mafia hukum.

"Ada beberapa kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah yang tidak jelas penanganannya seperti kasus Bupati Rembang Mohammad Salim, Bupati Batang Bambang Bintoro, dan Bupati Pati Tasiman," ujarnya.

Oleh karena itu, katanya, segala bentuk praktik mafia hukum harus dilawan bersama agar tidak semakin merajalela.

Salah seorang praktisi hukum yang ikut deklarasi Gerakan Antimafia Hukum, Abhan Misbach mengatakan mafia hukum saat ini banyak terdapat di tiga lembaga penegak hukum yakni kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

"Proses perekrutan para penegak hukum yang ada di ketiga lembaga hukum tersebut sudah penuh dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga menghasilkan aparat-aparat yang tidak bersih," katanya.

Menurut dia, hal itu berakibat pada jalannya lembaga penegak hukum yang kacau dan tidak sejalan dengan perundang-undangan yang berlaku.

Ia berharap semua aparat penegak hukum dapat mempraktikkan sistem dan mekanisme di Mahkamah Konstitusi yang hingga saat ini dinilai sebagai lembaga penegak hukum yang masih bersih dan belum terkontaminasi mafia hukum.

Sebelum deklarasi Gerakan Antimafia Hukum, dilakukan diskusi yang mencari solusi terkait dengan pemberantasan mafia hukum yang semakin marak.

Para aktivis yang hadir dalam deklarasi sepakat melaporkan ke Gerakan Antimafia Hukum jika menemukan adanya indikasi praktik mafia hukum di semua bidang agar bisa segara ditindaklanjuti. (ANT/K004)

Kamis, 10 Maret 2011

Kalapas Nusakambangan Tampung Uang di Rekening Cucunya

Jakarta (ANTARA News) - Badan Narkotika Nasional menduga Kepala Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Marwan Adli, menampung uang dari hasil transaksi narkoba di rekening cucunya yang baru lulus SMA.

"Rekening itu ditampung di rekening cucunya berinisial R, sudah kami tangkap (cucunya) di Cilacap," kata Direktur Narkotika Alami BNN, Benny Mamoto, seusai bertemu dengan Jaksa Agung, Basrief Arief, di Jakarta, Rabu.

Seperti diberitakan media dalam jaringan (online) dan media cetak, Kalapas Nusakambangan, ditangkap BNN terkait peredaran narkotika di dalam Lapas Nusakambangan.

Ia menyatakan, setelah dirinya menanyakan kepada cucunya Kalapas tersebut, mengenai penggunaan uang itu. "Dia (cucu Kalapas) bilang bahwa kakeknya yang pakai," katanya.

"Kami prihatin rekeningnya itu dikenakan oleh cucunya sendiri," ujarnya.

Dikatakan, dari hasil temuan penyidikan, yakni, pejabat lapas itu memberikan kemudahan-kemudahan fasilitas yang memungkinkan para bandar ini beroperasi.

"Ternyata (dari hasil penyidikan) masih kami temukan telepon genggam di dalam (lapas), alat penguat sinyal masih kami temukan. Kalau diberikan kemudahan, dia bisa beroperasi dan mengendalikan jaringan yang ada di luar," katanya.

Kalapas itu, kata dia, bisa dikenakan pencucian uang. "Jadi asetnya itu dibelikan apakah sepeda motor, mobil atau tanah," katanya.

Saat ditanya berapa nilai uang yang diperoleh dari bandar itu, ia menyatakan saat ini masih dalam proses penyidikan.

Ditambahkan, pihaknya sudah membawa terpidana terkait kasus peredaran narkoba di lapas tersebut, Hartoni dan Yoyok ke BNN.

Ia menambahkan, kasus itu merupakan satu jaringan internasional. "Sebagai contoh, wanita kurir yang ditangkap di Ekuador beberapa waktu yang lalu, ternyata `sms`-nya dari Nusakambangan dan instruksinya dari Nusakambangan. Bayangkan dari Amerika Latin kendalinya dari Nusakambangan," katanya.  (R021/Z002/K004)

Kasus Kalapas Nusakambangan Tidak Bisa Ditindaklanjuti KPK

Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi mengatakan, lembaga antikorupsi tidak bisa menindaklanjuti kasus dugaan penerimaan suap Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Narkotika Nusakambangan karena Marwan Adli bukan pejabat negara.

"Tidak bisa, karena (Marwan Adli) bukan pejabat negara," kata Johan di Jakarta, Rabu.

Johan membenarkan bahwa dugaan penerimaan suap oleh Kalapas Narkotika Nusakambangan tersebut termasuk kategori korupsi. Namun karena pelaku bukan pejabat negara maka KPK tidak dapat menindaklanjuti.

Menurut dia, pegawai negeri sipil (PNS) tidak selalu pejabat negara (PN).

Berbeda dengan Juru Bicara KPK, Direktur Narkotika Alami BNN, Beni J Mamoto, justru mengatakan lembaga antikorupsi bisa menindaklanjuti kasus Marwan ini dengan sangkaan gratifikasi.

Menurut dia, KPK bisa turun tangan karena ada dugaan Marwan menerima uang karena diduga memberikan kemudahan bagi bandar narkoba menjalankan bisnisnya dari dalam lapas.

BNN menemukan fasilitas pendukung bagi beroperasinya bandar narkoba di Lapas Narkotika seperti alat penguat sinyal. Padahal BNN bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM hendak memasang alat pengacak sinyal telepon.  (V002/Z002/K004)

Rabu, 09 Maret 2011

Pengganti Hakim Arsyad Ditargetkan April

VIVAnews - Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menargetkan paling lambat 1 April 2011 MK telah melantik hakim konstitusi baru untuk menggantikan Arsyad Sanusi yang mengundurkan diri karena pensiun.

Menurut Mahfud, keinginan itu sudah disampaikannya kepada Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Tumpa. "Pak Harifin menyanggupi," kata Mahfud di Gedung MK, Selasa, 8 Maret 2011.

Mahfud melanjutkan, minggu ketiga Maret diperkirakan proses perekrutan sudah dapat diselesaikan. "Sehingga nanti Presiden tinggal mengeluarkan SK," tambahnya.

Namun, siapapun calonnya, Mahfud berharap hakim tersebut profesional dan bersih. Selain itu, diharapkan nama calon-calonnya diumumkan, sehingga masyarakat bisa menilai track record-nya. "Termasuk hakim-hakim konstitusi juga bisa memberi masukan atas nama-nama itu secara personal," terangnya.

Atas keinginan itu, ketua MA juga telah menyanggupinya. "Jadi, nanti dilemparkan dulu ke masyarakat. Nanti masyarakat memberi masukan, sehingga pada akhirnya akan ditetapkan dan diusulkan secara resmi," pungkasnya.

Arsyad Sanusi mengundurkan diri karena keputusan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menyatakan dirinya telah gagal mempertanggungjawabkan moral sebagai hakim konstitusi. "Pengunduran diri dan atau pensiun dini ini saya lakukan dalam rangka menjaga keluhuran, kehormatan, dan martabat jabatan mulia hakim konstitusi," kata Arsyad beberapa waktu lalu.

Arsyad diduga tersandung kasus dugaan suap perkara pemilihan kepala daerah di Kabupaten Bengkulu Selatan setelah tim investigasi pimpinan Refly Harun mengumumkan hasil pemeriksaan. Meski tidak menemukan bukti suap, namun MKH menilai Arsyad harus mempertanggungjawabkan pertemuan yang melibatkan anak, adik ipar, serta bawahan langsungnya.

Selain Arsyad, MKH juga memproses hakim Akil Mochtar atas tuduhan suap dari Bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih. Namun, MKH tak menemukan bukti suap dan yang bersangkutan di rehabilitasi nama baiknya.
• VIVAnews

Sabtu, 05 Maret 2011

Menhub: Izin Operasi Kapal Baru di Merak Akan Dipermudah

Metrotvnews.com, Merak: Menteri Perhubungan Freddy Numberi menyatakan, akan mempermudah proses perizinan operasional setiap kapal roll on roll off (roro) baru di lintasan Merak-Bakauheni.

"Izin bagi kapal-kapal baru yang sudah masuk ke Kementerian Perhubungan segera dikeluarkan," kata Menhub saat melakukan inspeksi mendadak khusus di Pelabuhan Merak, Cilegon, Banten, Sabtu (5/3).

Ia mengatakan, proses perizinan operasional kapal baru dipermudah untuk menghindari antrean ribuan truk di Pelabuhan Merak. Selama sebulan, Pelabuhan Merak terus dilanda antrean kendaraan truk hingga menimbulkan kemacetan.

Karena itu, kalau ada kapal baru yang mengajukan izin opersional akan segera dikeluarkan, walaupun itu kapal asing dari Korea. "Saya akan mempermudah perizinan bagi kapal baru," ujarnya.

Dia menyebutkan, antrean ribuan truk yang terjadi selama sebulan lebih di Pelabuhan Merak dikarenakan minimnya jumlah armada kapal dan trip keberangkatan dan kedatangan, terlebih karena cuaca buruk.

"Saat ini kapal yang beroperasi antara 22 sampai 24 kapal, kalau saja seluruh kapal itu melakukan empat kali trip, saya yakin antrean dan penumpukan truk tidak terjadi," katanya.

Kendala yang dihadapi oleh pihak ASDP saat ini, selain berawal dari minimnya jumlah armada kapal, juga faktor cuaca buruk. "Jika cuaca buruk, memang tidak semua dermaga kapal dapat diopersionalkan karena dua dari lima dermaga tidak dapat difungsikan mengingat dermaga IV dan V langsung menghadap ke laut," katanya.

Menurut Freddy, untuk memaksimalkan fungsi dermaga di Pelabuhan Merak, Kementerian Perhubungan akan menyelesaikan pembangunan break water atau pemecah ombak untuk menghalau gelombang di dermaga IV dan V.

"Saya pastikan proyek pembangunan pemecah ombak selesai tahun ini," ujarnya.

Terkait dengan program jangka pendek yang sudah diputuskan oleh pemerintah, namun tidak mampu mengurai antrean ribuan truk di Pelabuhan Merak, Fredy menjelaskan, program penambahan kapal dan peremajaan akan tetap dilakukan.

"Kami akan tetap melakukan penambahan kapal dengan meminta bantuan. Dan saat ini kami sudah meminta sembilan kapal tambahan untuk mengurai antrean truk, dan sebagian kapal sudah datang dan mulai beroperasi," katanya menambahkan.

Sementara itu, Kepala Cabang PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry Cabang Utama Merak, Teja Suparna menyatakan, antrean ribuan truk akan terurai pada Senin mendatang.

"Saya optimistis Senin besok antrean truk sudah tidak terlihat lagi karena pada Sabtu dan Minggu perusahaan ekspedisi libur. Artinya penambahan dan peningkatan volume kendaraan tidak terjadi, jadi saya sangat yakin tidak akan ada antrean lagi dalam waktu dekat ini," katanya.(Ant/BEY)

Gerakan Tokoh Agama Laporkan Aduan Korupsi ke KPK Siang Ini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Para tokoh agama yang tergabung dalam Gerakan Tokoh Lintas Agama berencana menyerahkan data pengaduan korupsi yang terkumpul dari Rumah Pengaduan Kebohongan Publik kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Prinsipnya semua pengaduan kasus korupsi (diserahkan ke KPK)," kata Juru Bicara Badan Pekerja Tokoh Lintas Agama Melawan Kebohongan, Fajar Riza Ul Haq di Jakarta, Jumat. Beberapa tokoh lintas agama yang akan hadir di Gedung KPK sekitar pukul 13.00 WIB, di antaranya Buya Syafii Maarif, Gus Sholah, Pendeta Andreas, Romo Franz Magnis, dan Masdas Mas'udi.
Gerakan Tokoh Lintas Agama pada Rabu (19/1), telah memutuskan untuk mendeklarasikan dan membuka Rumah Pengaduan Kebohongan Publik sebagai tindak lanjut dari upaya menyuarakan nurani masyarakat bawah ("grass roots").
Rumah Pengaduan Kebohongan Publik tersebut, menurut Fajar, diyakini dapat membuka kanal-kanal aduan masyarakat sebagai aspirasi publik dan mencoba menjawab keresahan-keresahan masyarakat. Karena itu, jumlah rumah pengaduan ini akan terus bertambah guna memudahkan masyarakat.
Jika pada awal deklarasi Jakarta telah memiliki 18 rumah pengaduan dan disusul Yogyakarta, maka sesuai rencana jumlah rumah pengaduan tersebut akan meluas ke berbagai daerah seperti Bandung, Surabaya, Semarang, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Selatan.
Badan Pekerja Gerakan Tokoh Lintas Agama, lanjutnya, juga aktif untuk terus mengundang semua elemen masyarakat sipil di seluruh Indonesia agar turut serta dalam gerakan tersebut dengan berinisiatif membuka rumah-rumah pengaduan.
Sementara itu, masih terkait dengan upaya menjaring pengaduan masyarakat, Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam diskusinya bersama wartawan Kamis sore (3/3) mengatakan, KPK dalam dua pekan ke depan juga akan memiliki perwakilan di Surabaya dan Medan.
Ia menjelaskan bahwa perwakilan di daerah sengaja dibentuk sebagai penguatan lembaga antikorupsi itu dalam memerangi tindak pidana korupsi sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang kepada KPK. Berbeda dengan fungsi KPK di pusat, Busyro mengatakan, perwakilan di daerah hanya akan melakukan fungsi nonpenindakan dengan menerima pengaduan masyarakat. Kantor perwakilan ini akan memantau pelayanan publik seperti pembuatan kartu tanda penduduk dan izin pendirian bangunan, serta menyebarkan semangat antikorupsi di bidang pendidikan dengan menyentuh lembaga pendidikan mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) hingga perguruan tinggi.

Jumat, 04 Maret 2011

KPK Ingin Hukuman kepada Anggodo Segera Dijalankan

Liputan6.com, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK berharap para penegak hukum segera menjalankan hukuman sepuluh tahun penjara yang diputuskan Mahkamah Agung terhadap terdakwa mafia hukum Anggodo Widjoyo. Demikian disampaikan KPK saat bertemu sejumlah perwakilan media di Jakarta, Kamis (3/3).
Sebagai penuntut KPK menyerahkan proses hukum Anggodo kepada pengadilan. Anggodo adalah pengusaha yang terlibat dalam upaya suap pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. Terdakwa berusaha menyuap Bibit dan Chandra terkait perkara kakaknya Anggoro Wijaya dalam kasus korupsi proyek di Departemen Kehutanan. Hingga kini Anggoro masih buron.
Dalam kasus ini Mahkamah Agung memperberat hukuman terhadap Anggodo. Yakni dari lima tahun kurungan menjadi 10 tahun penjara. Hukuman diputuskan setelah permohonan kasasi Anggodo ditolak [baca: Diperberat, MA Hukum Anggodo 10 Tahun].(AIS)

Rabu, 02 Maret 2011

Panda: Chandra Siap Jadi Saksi Meringankan

Liputan6.com, Jakarta: Akhirnya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Penindakan Chandra M. Hamzah bersedia menjadi saksi yang meringankan (a de charge) bagi tersangka dugaan suap travel cek Panda Nababan. Menurut pengakuan tersangka kasus cek perjalanan pemilihan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom, Panda Nababan, rencananya pada 3 Maret nanti Chandra diperiksa penyidik KPK.
"Saudara Chandra sudah mengatakan, dia sudah bersedia dipanggil. Hari Kamis akan diperiksa," ujar Panda di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (1/3). Sementara Bibit Samad Rianto belum bisa dimintai jawaban. "Bibit karena masih di luar kota, dia belum ada jawaban," tambah politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Kedua jawaban itu, didapat Panda dari penyidik KPK saat diperiksa tadi pagi. Penyidik pun mengatakan kepada Panda, kedua pimpinan KPK itu sudah disurati. "Tadi penyidik jelaskan, surat panggilan kepada Pak Bibit dan Pak Chandra juga sudah berjalan," tutur Panda.
Panda berharap, Bibit dan Chandra menjelaskan pertemuan yang berlangsung dengan Miranda Goeltom di Hotel Dharmawangsa sebelum dilakukannya fit and proper test di DPR itu adalah hal yang wajar. Karena apa yang dilakukan sama dengan yang dilakoni Bibit dan Chandra. Dua pimpinan KPK itu ternyata pernah menemui Panda sebelum pemilihan Pimpinan KPK.(AIS)

Selasa, 01 Maret 2011

Ary Muladi Terancam Dikurung Seumur Hidup

Jakarta (ANTARA News) - Ary Muladi, tersangka kasus dugaan pemufakatan jahat berupaya menyuap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama terpidana Anggodo Widjojo, terancam hukuman kurungan seumur hidup.

Tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK dalam dakwaan yang dibacakan Suwardji di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta Selasa menyebutkan, Ary Muladi didakwa dengan Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1, Pasal 21 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.

Terdakwa dinilai bersalah telah bermufakat jahat berupaya menghalangi penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan oleh PT Masaro Radiocom, dan mencoba menyuap pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah sebesar Rp5 miliar.

Ary Muladi diduga telah membuatkan sebuah kronologi pemerasan oleh pimpinan KPK dalam pengembangan kasus SKRT oleh KPK untuk dijadikan keterangan dalam Berita Acara Pidana (BAP) di Bareskrim Mabes Polri. Sehingga tersangka lain seperti Anggoro Widjojo, Putranefo Alexander Prayugo, dan Joni Aliando tidak ditindaklanjuti kasusnya oleh KPK.

Anggodo Widjojo, adik dari buron Anggoro Widjojo yang diduga menyuap pejabat Departemen Kehutanan terkait kasus pengadaan SKRT terlah divonis bersalah atas kasus yang sama dengan Ary Muladi, yakni upaya penyuapan dan menghalangi penyelidikan KPK.

Majelis hakim Pengadilan Khusus Tipikor telah memvonis Anggodo yang menjadi rekan Ary Muladi melakukan upaya jahat terhadap pimpinan KPK 4,5 tahun penjara. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menolak banding yang diajukan adik buron Anggoro Widjojo tersebut bahkan memperberat hukuman menjadi lima tahun disertai denda Rp250 juta subsider lima bulan kurungan.

Putusan Majelis Hakim pimpinan Jurnalis Amrad pada 10 November 2010 telah menguatkan putusan pengadilan Tipikor pada 31 Agustus 2010.

Dalam sidang lanjutan Senin (28/2), terdakwa upaya penyuapan dan menghalangi penyelidikan kasus korupsi ini direncanakan membacakan eksepsi atau keberatan atas dakwaan JPU.

Ary Muladi: Tidak Ada Aliran Dana ke KPK

Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa kasus dugaan percobaan suap ke pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ary Muladi menyebutkan bahwa tidak pernah ada aliran dana ke lembaga antikorupsi tersebut.

Hal tersebut disampaikan penasehat hukum Ary Muladi, Sugeng Teguh Santoso, dalam eksepsi yang dibacakan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin.

Dalam eksepsi Ary Muladi, bahkan Sugeng menyebut kliennya berjasa karena mengungkap kriminalisasi dua pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah. Kliennya dalam pernyataan Berita Acara Pidana (BAP) telah menyebutkan bahwa tidak pernah ada aliran dana yang sampai ke KPK.

Karena itu, dalam surat eksepsinya Ari juga meminta perlakuan yang berbeda dari Anggodo Widjojo yang terbukti menjadi otak dari upaya kriminalisasi kedua pimpinan KPK karena berjasa mengungkap upaya kriminalisasi tersebut.

Penasehat hukum dari terdakwa kasus dugaan suap pimpinan KPK ini sempat diminta jaksa penuntut umum (JPU) untuk tidak ikut membacakan eksepis karena namanya tercantum dalam dakwaan Ary Muladi, di mana disebutkan bahwa dirinya telah membujuk Ary Muladi untuk mencabut keterangannya di BAP.

Bahkan dalam dakwaan JPU, penasehat hukum terdakwa kasus dugaan suap ke pimpinan KPK disebutkan telah meminta terdakwa mengembalikan pada keterangan awal sesuai dengan dokumen kronologis dengan menawarkan Rp1 miliar.

Sebelumnya, Ary Muladi dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Selasa (22/2), telah diancam penjara hingga seumur hidup karena diduga bersama Anggodo Widjojo melakukan permufakatan jahat dengan berusaha menyuap Bibit-Chandra.

Kala itu JPU menjelaskan bahwa terdakwa bersama adik dari buron Anggoro Widjojo pemilik dari PT Masaro berupaya memberikan uang sebesar Rp5,15 miliar kepada pimpinan KPK. Karena itu, JPU menganggap perbuatan Ary bersama Anggodo sebagai upaya merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Sistem Komunikasi Radia Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan.

Ari didakwa melanggar pasal 15 jo pasal 5 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Korupsi. (V002/T010/K004)

Jaksa DSW Gigit Jari, Atasannya Aman

Liputan6.com, Jakarta: Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy mengakui pihaknya belum dapat menunjukkan keterlibatan atasan jaksa Dwi Seno Widjanarko (DSW), di lingkungan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang, Banten, baik secara administrasi maupun pidana. "Kalau atasan DSW sementara ini belum ada keterlibatan serta belum terlihat adanya kelalaian waskat (pengawasan melekat)," ujar Marwan kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (28/2).
Marwan menjelaskan, semua kesalahan ditumpukan kepada jaksa Seno yang telah dijerat secara hukum pidana atas perbuatannya. Yakni, memeras pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI) saat di luar jam kerja. Selanjutnya, kepergok oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ketika hendak memegang amplop cokelat. "Secara pidana dan administrasi memang kesalahan DSW. Apalagi dilakukan di luar kantor dan di luar jam dinas," ujarnya.
Sebelumnya, Marwan mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan surat perintah pemeriksaan terhadap dua atasan langsung DSW di Kejari Tangerang. Yakni, Kepala Seksi Intel dan Kepala Seksi Pidana Umum sebagai pimpinan yang menugasi DSW selaku jaksa di intelijen Kejari Tangerang untuk menangani perkara tersebut. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan, tidak ada kelalaian dari waskat tersebut [baca: Kejagung Belum Menyimpulkan Aksi Pemerasan DSW].(ANS)

Ari Muladi Merasa Dikorbankan

Liputan6.com, Jakarta: Ari Muladi, terdakwa kasus percobaan penyuapan dua pimpinan KPK, menyampaikan pembelaan di Pengadilan Tindak Pindana Korupsi, Senin (28/2). Dalam eksepsinya ada dua hal yang menjadi keberatan Ari. Pertama fakta yang ada di surat dakwaan tidak jelas hanya berdasarkan perkiraan. Kedua tidak adanya uraian yang jelas terkait dakwaan dan tindakan yang didakwakan tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Atas dasar itulah Ari Muladi merasa menjadi korban dalam perkara ini. Ari didakwa telah berusaha memberi sesuatu kepada KPK agar kasus Anggoro Widjoyo tidak lagi berlanjut. Selain itu Ari juga dianggap merintangi penyidikan, menghambat, dan mencegah dilakukannya penyidikan terkait keterlibatan Anggoro dan PT Masaro. Atas kasus ini Ari terancam 20 tahun penjara.(IAN)