BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 15 April 2011

KPK Mau Kaji Pemborosan Proyek Gedung Baru DPR

Versi ICW, Potensi Pemborosannya Rp 602 Miliar
RMOL. KPK menunggu laporan pengaduan dari LSM Indonesian Corruption Watch (ICW) perihal pembangunan gedung baru DPR. ICW menuding terjadi potensi pemborosan senilai Rp 602 miliar. Wakil Ketua KPK Haryono Umar berharap ICW segera menyampaikan data itu ke bagian Pengaduan Mayarakat KPK.

“Kami sangat menunggu lapo­ran itu. Kami akan terima dengan senang hati laporan pengaduan dari ICW itu. Jika memang benar terbukti ada pemborosan Rp 602 miliar, maka akan kami tindak,” katanya saat dihubungi, kemarin.

Namun, sebelum jajarannya me­nyelidiki dugaan peng­ge­lem­bungan harga di balik peren­ca­na­an pembangunan gedung baru DPR seharga Rp 1,138 triliun, Har­yono akan memerintahkan Direk­tur Pengaduan Masyarakat KPK untuk melengkapi data ter­sebut.

“Akan diteliti apakah be­nar-be­nar terdapat pemborosan. Nah, ka­lau terdapat pemborosan, itu sama halnya dengan mark-up atau peng­gelembungan harga,” ucapnya.

Jika ternyata laporan ICW itu ada yang kurang, maka Direktur Pe­ngaduan Masyarakat akan men­cari data tambahan. “Setelah data itu lengkap dan bisa diper­tanggungjawabkan, maka akan dilanjutkan ke tahap penye­lidikan,” katanya.

Menurut Haryono, jika sudah sampai tahap penyelidikan, ke­mungkinan besar pembangunan gedung itu berbau mark-up. “Na­mun, saat ini kami belum tahu pasti apakah bernuansa mark-up atau tidak. Makanya, saya harap ICW segera menyerahkan lapo­rannya kepada kami. Kami akan bantu untuk mendalamai laporan pengaduan tersebut,” tuturnya.

Sekjen DPR Nining Indra Sa­leh membantah tudingan ICW bah­wa ada dugaan penggel­em­bu­ngan harga sebesar Rp 602 milliar di balik rencana pembangunan gedung baru DPR. “Masa ada mark-up, sampai segitu lagi, tidak ada itu,” katanya.

Nining juga menantang ICW m­e­laporkan dugaan mark up ter­sebut ke KPK. “Silakan ajukan ke KPK, bawa saja. Jika KPK ber­niat untuk menelusurinya, kami tidak akan menutup diri,” tandasnya.

Sebelumnya, ICW berencana melaporkan data tersebut ke KPK. Soalnya, menurut ICW, pem­ba­ngu­nan gedung baru DPR diduga tidak mematuhi standar yang di­tetapkan Kementerian Pekerjaan Umum. Hasilnya, ICW menemu­kan potensi pemborosan senilai Rp 602 miliar dalam anggaran pem­bangunan senilai Rp 1,138 triliun.

“Kami akan melaporkannya ke KPK, mungkin dalam dua hari ini,” kata Kepala Pusat Data ICW, Fir­daus Ilyas pada Rabu lalu (13/4).

Firdaus menjelaskan, kebu­tu­han luas ruang yang ditetapkan DPR, tidak sesuai dengan Permen PU 45/2007. Luas ruangan untuk anggota DPR adalah sama de­ngan eselon 1A. Dimana standar luas ge­dung itu sudah ditetapkan dalam peraturan tersebut. “Perlu dibuka sebenarnya desain gedung di tiap lantai itu seperti apa,” katanya.

Menurut penetapan Badan Uru­san Rumah Tangga (BURT), luas total satu ruangan anggota de­wan adalah 111,1 meter per­se­gi. Ruangan tersebut termasuk ke­butuhan untuk ruang staf ahli dan sekretaris. “Nah, jika ber­da­sar peraturan PU, total luas ruang kerja yang dibutuhkan anggota de­wan tidak perlu sebesar yang ditetapkan BURT,” katanya.

Firdaus menjelaskan, dalam Bab 2 Peraturan Menteri PU 45/2007 itu, standar ruang eselon 1A su­dah ditetapkan. Yakni, ruang kerja seluas 16 meter persegi, ruang tamu 12 meter persegi dan ruang staf ahli 4 meter persegi. Itu belum termasuk ruang sek­re­taris dan ruang tunggu yang dit­e­tapkan 12 meter persegi, dan ruang simpan data 4 meter per­segi. Menurut peraturan itu, se­mestinya ruang anggota DPR ha­nya 48 meter persegi.

Sedangkan berdasarkan ren­cana pembangunan gedung baru itu, total luas ruang kerja anggota DPR adalah 80 meter persegi. Me­nurut Firdaus, jika jumlah anggota DPR dibulatkan dari 560 menjadi 600 anggota, maka ke­butuhan luas gedung adalah se­besar 48 ribu meter persegi.

Jika ditambah ruang fraksi atau ruang pendukung, kebutuhannya ber­tam­bah 5.178 meter persegi. Ruang fungsional lain, jika diasumsikan sebanyak 50 persen dari total ruang kerja adalah seki­tar 26 ribu meter persegi.

Jadi, menurut Firdaus, jika tidak mematuhi aturan Menteri PU, luas bangunan yang dib­u­tuh­kan adalah 157.000 meter per­segi. Tapi, jika mematuhi aturan menteri PU, ICW menghitung luas gedung itu cukup 79.967 me­ter persegi. “Tentu ini me­nyang­kut biaya,” katanya.

Dengan standar tertinggi, bi­aya pekerjaan per meter persegi bisa ditekan menjadi Rp 4,11 ju­ta dari Rp 6,7 juta. Sementara, bi­aya pe­kerjaan non standar bisa ditekan menjadi Rp 2,5 juta per meter persegi.

Jika standar biaya pekerjaan versi ICW dikalikan dengan luas gedung versi ICW juga, maka anggaran gedung baru DPR bisa ditekan menjadi Rp 535,67 miliar dari Rp 1,1 triliun versi BURT. Sehingga, terdapat selisih biaya sebesar Rp 602,52 miliar. “Bisa jadi ada mark up dalam rencana pembangunan gedung baru DPR,” curiganya.
 

Tidak ada komentar: