Versi ICW, Potensi Pemborosannya Rp 602 Miliar
RMOL. KPK menunggu laporan pengaduan dari LSM Indonesian Corruption Watch (ICW) perihal pembangunan gedung baru DPR. ICW menuding terjadi potensi pemborosan senilai Rp 602 miliar. Wakil Ketua KPK Haryono Umar berharap ICW segera menyampaikan data itu ke bagian Pengaduan Mayarakat KPK.
“Kami sangat menunggu laporan itu. Kami akan terima dengan senang hati laporan pengaduan dari ICW itu. Jika memang benar terbukti ada pemborosan Rp 602 miliar, maka akan kami tindak,” katanya saat dihubungi, kemarin.
Namun, sebelum jajarannya menyelidiki dugaan penggelembungan harga di balik perencanaan pembangunan gedung baru DPR seharga Rp 1,138 triliun, Haryono akan memerintahkan Direktur Pengaduan Masyarakat KPK untuk melengkapi data tersebut.
“Akan diteliti apakah benar-benar terdapat pemborosan. Nah, kalau terdapat pemborosan, itu sama halnya dengan mark-up atau penggelembungan harga,” ucapnya.
Jika ternyata laporan ICW itu ada yang kurang, maka Direktur Pengaduan Masyarakat akan mencari data tambahan. “Setelah data itu lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan, maka akan dilanjutkan ke tahap penyelidikan,” katanya.
Menurut Haryono, jika sudah sampai tahap penyelidikan, kemungkinan besar pembangunan gedung itu berbau mark-up. “Namun, saat ini kami belum tahu pasti apakah bernuansa mark-up atau tidak. Makanya, saya harap ICW segera menyerahkan laporannya kepada kami. Kami akan bantu untuk mendalamai laporan pengaduan tersebut,” tuturnya.
Sekjen DPR Nining Indra Saleh membantah tudingan ICW bahwa ada dugaan penggelembungan harga sebesar Rp 602 milliar di balik rencana pembangunan gedung baru DPR. “Masa ada mark-up, sampai segitu lagi, tidak ada itu,” katanya.
Nining juga menantang ICW melaporkan dugaan mark up tersebut ke KPK. “Silakan ajukan ke KPK, bawa saja. Jika KPK berniat untuk menelusurinya, kami tidak akan menutup diri,” tandasnya.
Sebelumnya, ICW berencana melaporkan data tersebut ke KPK. Soalnya, menurut ICW, pembangunan gedung baru DPR diduga tidak mematuhi standar yang ditetapkan Kementerian Pekerjaan Umum. Hasilnya, ICW menemukan potensi pemborosan senilai Rp 602 miliar dalam anggaran pembangunan senilai Rp 1,138 triliun.
“Kami akan melaporkannya ke KPK, mungkin dalam dua hari ini,” kata Kepala Pusat Data ICW, Firdaus Ilyas pada Rabu lalu (13/4).
Firdaus menjelaskan, kebutuhan luas ruang yang ditetapkan DPR, tidak sesuai dengan Permen PU 45/2007. Luas ruangan untuk anggota DPR adalah sama dengan eselon 1A. Dimana standar luas gedung itu sudah ditetapkan dalam peraturan tersebut. “Perlu dibuka sebenarnya desain gedung di tiap lantai itu seperti apa,” katanya.
Menurut penetapan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), luas total satu ruangan anggota dewan adalah 111,1 meter persegi. Ruangan tersebut termasuk kebutuhan untuk ruang staf ahli dan sekretaris. “Nah, jika berdasar peraturan PU, total luas ruang kerja yang dibutuhkan anggota dewan tidak perlu sebesar yang ditetapkan BURT,” katanya.
Firdaus menjelaskan, dalam Bab 2 Peraturan Menteri PU 45/2007 itu, standar ruang eselon 1A sudah ditetapkan. Yakni, ruang kerja seluas 16 meter persegi, ruang tamu 12 meter persegi dan ruang staf ahli 4 meter persegi. Itu belum termasuk ruang sekretaris dan ruang tunggu yang ditetapkan 12 meter persegi, dan ruang simpan data 4 meter persegi. Menurut peraturan itu, semestinya ruang anggota DPR hanya 48 meter persegi.
Sedangkan berdasarkan rencana pembangunan gedung baru itu, total luas ruang kerja anggota DPR adalah 80 meter persegi. Menurut Firdaus, jika jumlah anggota DPR dibulatkan dari 560 menjadi 600 anggota, maka kebutuhan luas gedung adalah sebesar 48 ribu meter persegi.
Jika ditambah ruang fraksi atau ruang pendukung, kebutuhannya bertambah 5.178 meter persegi. Ruang fungsional lain, jika diasumsikan sebanyak 50 persen dari total ruang kerja adalah sekitar 26 ribu meter persegi.
Jadi, menurut Firdaus, jika tidak mematuhi aturan Menteri PU, luas bangunan yang dibutuhkan adalah 157.000 meter persegi. Tapi, jika mematuhi aturan menteri PU, ICW menghitung luas gedung itu cukup 79.967 meter persegi. “Tentu ini menyangkut biaya,” katanya.
Dengan standar tertinggi, biaya pekerjaan per meter persegi bisa ditekan menjadi Rp 4,11 juta dari Rp 6,7 juta. Sementara, biaya pekerjaan non standar bisa ditekan menjadi Rp 2,5 juta per meter persegi.
Jika standar biaya pekerjaan versi ICW dikalikan dengan luas gedung versi ICW juga, maka anggaran gedung baru DPR bisa ditekan menjadi Rp 535,67 miliar dari Rp 1,1 triliun versi BURT. Sehingga, terdapat selisih biaya sebesar Rp 602,52 miliar. “Bisa jadi ada mark up dalam rencana pembangunan gedung baru DPR,” curiganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar