BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 19 Maret 2014

Jokowi dan Runtuhnya Mitos Demokrasi Itu Mahal

ERWIN DARIYANTO - detikNews

Jakarta - Di sebuah ruangan seukuran lapangan bulu tangkis yang tidak dihias banyak warna atau aneka gambar dan gaya, Megawati Soekarnoputri 'bertitah'. Memberi mandat kepada Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden 2014-2019 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

“Dukung Bapak Joko Widodo sebagai sebagai calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,” begitu kata Ketua Umum PDI Perjuangan itu saat membacakan perintah hariannya Jumat (14/3) pekan lalu.

Simbol-simbol kebesaran PDI Perjuangan tidak ditampilkan secara mencolok saat sang Ketua Umum membacakan 'titahnya'. Si penerima mandat pun tak ada di depan Mega saat itu. Jokowi yang kini menjadi gubernur DKI Jakarta tengah 'blusukan' di Marunda, Jakarta Utara.

Meski sederhana, deklarasi Jokowi berhasil memantik simpati. Di ranah jejaring sosial tagar #JKW4P -simbol Jokowi sebagai calon presiden- dua hari menjadi trending topic. Menurut Peneliti Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI Jaleswari Pramodhawardani, melalui kesederhanaan deklarasi Jokowi, PDIP berhasil mengaktifkan partisipasi dan kegotongroyongan di masyarakat.

Ini terbukti sambutan masyarakat saat PDIP melalui akun twitternya @PDI_Perjuangan dan laman partainya mengajak masyarakat mengunduh, menggunakan, dan memanfaatkan simbol-simbol Jokowi. “ Ini sekaligus menandai bahwa pemilu tidak perlu boros anggaran,” kata peneliti yang akrab disapa Dhani ini saat berbincang dengan detikcom, Selasa (18/3/2014).

PDI Perjuangan menurut Dhani telah memulai menerapkan praktik politik berbiaya murah. Meski partai ini memiliki anggaran kampanye yang minim, namun bisa memunculkan cara marketing politik yang kreatif. “Ini bisa semacam pendidikan politik awal tentang pemilu tidak selalu pesta demokrasi yang mahal,” papar Dhani.

Sayangnya menurut Dhani, praktik politik yang dilakukan dengan sederhana belum menjadi tradisi di negeri ini, khususnya dalam kampanye. Para politisi, termasuk calon presiden cenderung menampilkan kesan kemegahan, dan kemewahan saat kampanye. “Padahal justru kemegahan itu kita malah memperbesar jarak dengan rakyat,” papar Dhani.

 PoliticalWave, sebuah lembaga pemantau aktivitas dunia maya menyebut pengumuman deklarasi pencapresan Jokowi meski sederhana, namun cukup efektif. Bahkan menurut Pendiri PoliticalWave Yose Rizal 'gaungnya' mengalahkan deklarasi pencapresan Wiranto-Harry Tanoesoedibjo oleh Partai Hanura, dan Aburizal Bakrie dari Partai Golkar.

Padahal deklarasi dua calon presiden itu dilakukan dengan mewah, megah dan disiarkan langsung oleh stasiun televisi. Dua partai yang mengusung mereka juga menampilkan banyak warna, penuh gambar, penuh gaya, dan kebesarannya

Namun faktanya, di twitter percakapan tentang dua calon presiden itu justru bernada negatif. “Deklarasi capres melalui media yang dia miliki, justru memunculkan sambutan negatif di twitter,” kata.

Menurut Yose deklarasi pencapresan Jokowi yang sederhana berhasil menghadang isu-isu negatif yang selama ini digunakan untuk menyerang gubernur DKI Jakarta itu. Seperti isu banjir, macet, dan penyelewengan pembelian TransJakarta.

Tidak ada komentar: