Makassar (ANTARA News) - Sistem pengujian peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku di Indonesia dinilai masih konservatif.
Hakim Konstitusi, Hamdan Zoelva, di Makassar, Kamis, mengatakan, sistem pengujian dikatakan konservatif, karena pengujian peraturan masih dilakukan oleh dua lembaga negara, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
"Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menguji Undang-Undang terhadap di bawah Undang-Udang Dasar, sedangkan Mahkamah Agung berwenang untuk menguji peraturan di bawah Undang-Undang, seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden terhadap Undang-Undang," ungkapnya.
Di beberapa negara, lanjutnya, pengujian terhadap Undang-Undang maupun peraturan di bawah Undang-Undang sudah dilakukan oleh satu lembaga negara.
Ia mengatakan, pembagian dua lembaga yang melakukan pengujian ini didasarkan oleh berbagai hal, di mana hal ini sudah menjadi desain sistem pengujian dalam konstitusi dan juga terdapat kekhawatiran akan terdapat sangat banyak aturan yang akan diuji oleh Mahkamah Konstitusi.
"Selain itu, secara historis, kewenangan Mahkamah Agung untuk melakukan pengujian terhadap peraturan sudah ada sebelum dilakukan amandemen UUD 1945," terangnya.
Meskipun begitu, menurutnya tidak tertutup kemungkinan sistem pengujian seluruh peraturan perundang-undangan di Indoensia hanya dilakukan oleh satu lembaga negara saja yaitu Mahkamah Konstitusi.
Ia menambahkan, hal tersebut dimungkinkan jika terdapat landasan yang kuat dan situasi negara serta masyarakat yang mengharuskan pengujian dilakukan oleh satu lembaga negara.
"Jika hal tersebut benar-benar terealisasi, maka Mahkamah Konstitusi benar-benar menjadi lembaga pembaharu hukum," ucapnya. (AAT/Z002/K004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar