Oleh: Ahmad Farhan Faris
INILAH.COM, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin mengatakan bahwa persentase penduduk miskin di DKI Jakarta berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2012 sebesar 3,69%.
Hal tersebut sebagai tanggapan atas pernyataan calon Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu di sebuah situs bahwa persentase kemiskinan di DKI Jakarta berada di atas 20%.
Berdasarkan berita resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta No.30/07/31/Th.XIV, pada 2 Juli 2012, jumlah penduduk miskin di DKI pada Maret 2012 sebesar 363.020 orang (3,69%) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 sebesar 363.042 orang (3,75%). "Berarti jumlah penduduk miskin menurun," kata Suryamin kepada wartawan, di Jakarta, Senin (27/8/2012).
Suryamin juga menyanggah pernyataan Jokowi yang mengatakan bahwa kategori mendekati miskin dengan miskin adalah sama. Menurut dia, mendekati miskin dengan miskin jelas berbeda. Kategori mendekati miskin sebenarnya berada di atas garis kemiskinan. "Kami menyebutnya dengan istilah hampir miskin. Hampir miskin itu adalah kalau pengeluaran per-kapitanya 20% di atas garis kemiskinan," jelas Suryamin.
Dia menambahkan, bahwa yang hampir miskin memang rentan sehingga sewaktu-waktu akan turun dan menjadi miskin. Selama Maret 2011 - Maret 2012, garis kemiskinan naik sebesar 6,63% yaitu dari Maret 2011 perkapitanya setiap bulan sekitar Rp355.480 namun menjadi Rp379.052 perkapita/bulan pada Maret 2012.
"Tapi yang harus diingat adalah Rp379.052 itu adalah hitungannya perkapita. Jadi bila dalam satu rumah tangga ada empat atau lima orang, maka Rp379.052 dikalikan empat atau lima orang, sehingga bila dihitung per keluarga, maka pendapatannya lebih dari satu juta. Jadi hitungannya permeter tingkat kemiskinan di DKI yang dihitung bagi masyarakat yang pendapatannya di bawah Rp300.000," tegas Suryamin.
Dia mengemukakan, konsep yang dipakai sebagai penentu garis kemiskinan yakni menghitung dari garis kemiskinan makanan, non-makanan serta perkembangan harga dari komoditi. Misalnya, komoditi makanan seperti beras, bila harganya naik, maka biaya yang dikeluarkan untuk pengeluaran akan naik. "Jadi garis kemiskinan pun akan naik," tuturnya.
Namun perhitungan garis kemiskinan tidak statis selamanya. Perhitungan dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan inflasi. Karena garis kemiskinan ditentukan oleh komoditi makanan dan non-makanan serta masing-masing provinsi berbeda-beda perhitungannya.
"Ya seharusnya yang perlu diperhatikan adalah harga supaya inflasi tidak tinggi dan itu adalah satu hal yang terpenting. Karena inflasi perkembangan harga sangat mempengaruhi dari harga kebutuhan pokok masyarakat serta dapat mempengaruhi daya beli sehingga berpengaruh juga pada garis kemiskinannya," kata dia.
Selain itu, Humas Pemprov DKI Jakarta, Cucu Hidayat tidak mengerti jika dikatakan persentase kemiskinan di Jakarta lebih dari 20%. "Saya tidak tahu dan tidak mengerti bagaimana cara perhitungannya. Yang pasti, data BPS terkait persentase kemiskinan di DKI lebih akurat dan dapat dipercaya, karena BPS sudah tercatat sebagai badan statistik nasional bahkan sudah dikenal di internasional," ujar Cucu. [yeh]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar