TEMPO.CO, Jakarta-- Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan Shaberah ditunjuk menjadi anggota Badan Penasihat Halal Food Council of Europe, lembaga pemberi sertifikat halal yang berbasis di Brussel, Belgia. Nama Amidhan tercatat dalam dokumen presentasi pemimpin perusahaan itu yang diperoleh Tempo.
Amidhan mengaku tak tahu menahu soal ini. "Saya malah baru dengar sekarang, di mana anda lihat itu?" katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Posisi Amidhan di lembaga itu dinilai akan menimbulkan konflik kepentingan. Karena sebagai Ketua MUI, ia yang memberikan lisensi untuk HFCE agar lembaga itu bisa menerbitkan sertifikat halal untuk produk-produk yang dijual ke Indonesia. Pada saat yang sama MUI juga ditetapkan sebagai pengawas dan pengaudit lembaga sertifikasi halal di seluruh dunia.
Seperti dilaporkan Majalah Tempo pekan ini, MUI dipercaya memegang tanggung jawab tersebut karena dikenal sebagai lembaga ulama di negara muslim terbesar. Karena itu MUI dianggap memiliki pengalaman mumpuni di bidang sertifikasi halal.
Tapi sumber Tempo menyebutkan ditunjuknya Amidhan tak lain agar urusan sertifikasi halal selalu mulus. HFCE rupanya beberapa kali silap memberikan sertifikasi halal kepada perusahaan yang memproduksi makanan atau obat dengan kandungan trypsin, senyawa yang berasal dari babi. Walaupun begitu, MUI tak pernah mencabut lisensi yang diberikan kepada HFCE atau sekadar memberi peringatan.
Mohammad Sadek, pendiri dan pemilik HFCE menolak menjelaskan keterlibatan Amidhan di perusahaan yang ia pimpin. Melalui surat elektronik ia mengatakan persoalan ini bersifat rahasia. "Semua informasi yang anda tanyakan sangat sensitif," katanya.
Sejumlah lembaga sertifikasi halal di Australia menuding ada suap kepada MUI untuk mendapatkan lisensi halal. Penelusuran Majalah Tempo menemukan dugaan itu tak hanya muncul di Australia tapi juga di Eropa, di mana MUI memainkan peran yang sama. Lembaga sertifikasi yang ingin mendapatkan lisensi dari MUI harus membayar sejumlah uang pelicin dengan jumlah mulai ribuan sampai puluhan ribu dolar Australia.
Di dalam negeri Australia, keluhan tentang mahalnya biaya sertifikasi halal untuk produk yang diekspor ke Indonesia mulai mengemuka di media-media lokal beberapa kurun terakhir. Direktur JBS Australia John Berry mengatakan ongkos sertifikasi yang kelewat mahal menjadikan Indonesia pasar yang tidak kompetitif. "Indonesia itu seperti neraka karena ongkos sertifikasi mahal sekali," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar